Harus berbangga diri ataukah malu menjadi keturunan orang-orang sholeh, “Jangan merasa senang dulu siapa para kakekmu, Jika tidak mampu sebaik mereka, Semestinya engkau malu dan menangis pilu.” Ujar KH. Muhajir Madad Salim mengawali ngajinya dengan syair syahdu. Suatu hari di sebuah perkumpulan dibacakan kitab Masyra’ ar-Rawi. Di dalamnya dibacakan kisah kemuliaan orang-orang hebat tempo dulu, karomah para Auliya’ dan para Aqthabnya, yakni kisah-kisah kemulian para sayyid anak-cucu Nabi Saw.
Tampak diantara yang hadir seorang Badui, orang dusun yang lugu. Maka Badui itu bertanya kepada seseorang di sampingnya: “Manaqib siapakah yang sedang kalian bacakan ini? Betapa hebatnya mereka semua.” Dijawab: “Manaqib para habaib terdahulu, yakni kakek-kakek buyut kami.” Serta merta Badui itu berkata: “Alhamdulillah, yang tidak menjadikan mereka sebagai kakek-kakek buyutku”. Dengan heran orang di sampingnya bertanya: “Mengapa demikian, wahai saudara Arab Badui?” Badui menjawab polos: “Karena, jika mereka adalah para kakek buyutku maka aku jatuh malu sekali dikarenakan aku tidak bersifat dan beramal seperti mereka semua.”
Buat apa berbangga diri menjadi keturunan orang sholeh jika tidak bisa meneladani akhlaq mereka, tidak bisa meneladani amal sholeh dan keikhlasan hati mereka dalam beribadah. Dalam hadits ini Rasulullah ingin memberikan standar penilaian kemuliaan seorang hamba di sisi Allah, sekaligus meluruskan pandangan sebagian manusia yang salah dalam penilaian tersebut. Kemuliaan seseorang di pandangan Allah bukan hanya dilihat dari sisi lahirnya saja seperti rupa yang cantik atau tampan, harta yang belimpah, keturunan yang baik dan seterusnya, Akan tetapi Allah hanya melihat amal hati seperti keikhlasan, rasa khauf, ketundukan dan juga amal anggota badan seperti shalat, puasa, dan lain-lain.
ﻋَﻦْ ﺃَﺑِﻰ ﻫُﺮَﻳْﺮَﺓَ ﻗَﺎﻝَ : ﻗَﺎﻝَ ﺭَﺳُﻮﻝُ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ :)) ﺇِﻥَّ ﺍﻟﻠَّﻪَ ﻻَ ﻳَﻨْﻈُﺮُ ﺇِﻟَﻰ ﺻُﻮَﺭِﻛُﻢْ ﻭَﺃَﻣْﻮَﺍﻟِﻜُﻢْ ﻭَﻟَﻜِﻦْ ﻳَﻨْﻈُﺮُ ﺇِﻟَﻰ ﻗُﻠُﻮﺑِﻜُﻢْ ﻭَﺃَﻋْﻤَﺎﻟِﻜُﻢْ .((ﺭﻭﺍﻩ ﻣﺴﻠﻢ
Artinya: Dari Abu Hurairah ia berkata, Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada rupa kalian dan harta kalian akan tetapi Dia melihat kepada hati-hati kalian dan perbuatan-perbutan kalian.” (HR. Muslim)
Berapa banyak dari manusia yang memiliki banyak harta, mempunyai kecantikan dan ketampanan rupa dan menduduki jabatan yang tinggi, akan tetapi hatinya kosong dari ketakwaan dan keikhlasan serta tidak memiliki amal sholeh. Dan sebaliknya, berapa banyak dari manusia yang miskin papa, hidup seadanya, rupa tidak bisa diandalkan, tapi ia di sisi Allah mempunyai nilai dan posisi yang tinggi lagi mulia. Allah berfirman: “Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kalian di sisi Allah adalah yang paling bertaqwa.” (QS. Al-Hujarat: 13)
Oleh karena itu, kekayaan, rupa yang menarik dan kedudukan yang tinggi tidak akan bermanfaat sedikitpun bagi seseorang di akhirat nanti, jika ia tidak melaksanakan ketaatan kepada Allah dan meninggalkan kemaksiatan kepada-Nya. Dan diantara amalan hati yang paling agung adalah keikhlasan kepada Allah dalam beramal.
No comments:
Post a Comment