Ibnu Arabi, yang nama lengkapnya Abu Bakr Muhammad ibn ‘Ali ibn Ahmad ibn ‘Abdullah al-Tha’i al-Hatimi, lahir di Murcia Andalusia Tenggara, Sepanyol, yang pada tahun 560 H adalah wilayah Islam, meninggal di hijaz tahun 638 H. beliau digelari al-Syaikh al-akbar. Ibn Arabi adalah pemikir besar Islam, karyanya yang terkenal adalah al-Futuhat al-Makiyyah, Fushush al-Hikam, Turjuman al-Asywaq, pada umumnya bercorak simbol dalam makna yang begitu samar.
Dalam sebuah hadist qudsi: “Aku adalah karunia tersembunyi yang tidak Kuketahui. Maka Aku pun menciptakan makhluk-makhluk, sehingga dengannya mereka mengetahui Aku.” Ibnu Arabi mengemukakan bahwa: maksud Allah dalam menciptakan makhluk-makhluk pada umumnya, dan manusia pada khususnya, ialah agar Dia bisa melihat dan mengetahui diri-Nya sendiri dalam suatu bentuk yang dengan itu tampak jelas sifat-sifat-Nya maupun nama-nama-Nya dalam cermin alam atau wujud eksternal. Maka tampaklah dalam wujud apa yang tampak dan selaras dengan keberadaan-Nya, yang dengan begitu Dia pun tersingkap dari karunia tersembunyi, yaitu Dzat Mutlak yang bebas dari segala hubungan maupun ikatan. Tetapikarunia yang tersingkap dari Dzat Mutlak tersebut, tidak dalam kemutlakan dan kebebasan Dzat itu, melainkan dalam keterikatan dan keterbatasannya.
Tentang “Manusia Sempurna” (al-insan al-kamil) atau hakekat Muhammadiyyah), Ibnu Arabi berpendapat bahwa Manusia sempurna, adalah alam seluruhnya, karena Allah ingin “Melihat substansi-Nya alam seluruhnya, yang meliputi seluruh hal yang ada, yaitu karena hal ini bersifat wujud serta kepadanya itu Dia mengemukakan rahasia-Nya. maka kemunculan manusia sempurna, menurut Ibnu Arabi adalah esensi kecemerlangan cermin alam. Ibnu Arabi membedakan manusia sempurna menjadi dua. Pertama, manusia sempurna dalam kedudukannya sebagai manusia baru. Kedua , manusia sempurna dalam kedudukannya sebagai manusia abadi. Dalam diskripsinya, manusia sempurna adalah manusia baru yang abadi, muncul, bertahan, dan Abadi.”
Ibnu Arabi sangat berpengaruh cukup besar terhadap para sufi masa sesudahnya, murid nya yang menonjol adalah Shadruddin al-Qunuwi (meninggal 672 H). Shadruddin al-Qunuwi meneruskan Tariqat al-Akbariyyah yang didirikan Ibnu Arabi. Dr. Abu al-Wafa’ al-Ghanimi al-Taftazani (Sufi dari Zaman ke Zaman).
No comments:
Post a Comment