Pilih mana harapan dan keinginanmu terkabul tapi sesungguhnya Allah s.w.t sedang mengujimu dengan sifat rakusmu atau keinginanmu tidak terkabul tapi kamu naik darjat di sini Allah s.w.t kerana Dia redha kepadamu?
بسم الله الرحمن الرحيم
رَبِّ إِنِّي مَغْلُوْبٌ فاَنْتَصِرْ،
Wahai Allah aku sudah kalah, kalah oleh tubuh dan nafsuku hingga tak mampu terus menerus berzikir dan mendekat pada Mu, maka berilah pertolongan,
وَجْبُرْ قَلْبِي الْمُنْكَسِرْ،
Maka hiburlah hatiku yang telah hancur ini
واَجْمَعْ شَمْلِي الْمُنْدَثِرْ،
Maka padukanlah kemuliaan dan kesempurnaan yang telah terselubung
إِنَّكَ أَنْتَ الرَّحْمَنُ الْمُقْتَدِرْ،
Sungguh Engkau Yang Maha Pengasih dan Maha Menentukan
إِكْفِنِي ياَ كاَفِي، وَأَناَ الْعَبْدُ الْمُفْتَقِرْ.
Cukupkanlah bagiku dan aku adalah hamba yang sangat memerlukan bantuan Mu.
Manusia sering salah paham terhadap harapan dan doa-doanya yang tertolak. Ia bahkan sangat sadar bahwa diterimanya doa bisa berarti penolakan. Pejalan spiritual harusnya lebih takut bila daftar panjang doa-doanya dikabulkan justru akan melahirkan kemudharatan, karena perhatian tidak lagi tertuju pada Tuhan, tetapi habis waktu mengonsumsi hasil-hasil doanya. Ia bersyukur jika doa-doanya ditolak karena yakin pasti itu akan membahayakan kelanggengan hubungan mesra dengan Tuhannya.
Akhirnya, doa baginya sudah semakin pendek karena ditenggelamkan oleh munajatnya. Ia lebih sibuk naik ke atas ketimbang memohon rahmat lebih banyak turun ke bawah. Untuk apa rahmat lebih banyak turun, jika ia sendiri tidak bisa naik karena rahmat itu. Ia lebih memilih untuk naik ke atas ketimbang rahmat-Nya turun ke bawah. Lambat laun, yang bersangkutan tidak lagi ridha dengan surga dan tidak juga takut dengan neraka. Masihkah seseorang butuh surga atau takut neraka jika seseorang sudah menyatu dengan Pencipta surga dan neraka itu? Seseorang yang berada di maqam kasyaf akan berteriak ambillah surga itu, aku cukup bermesraan dengan Tuhanku.
Syeikh Abdul Qadir al Jilani rahimahullah, seorang Wali al-Ghauts al A’zham dalam kitabnya ”Futuhal Ghaib” menjelaskan bahwa seseorang akan mampu mengalami kemesraan dengan Tuhan apabila seseorang itu berupaya keras untuk memisahkan antara kebutuhan dan keinginan dirinya dengan ”keinginan” atau kehendak/iradat Tuhan.
”Hindarkanlah dirimu dari orang ramai dengan perintah Allah, dari nafsumu dengan perintah-Nya dan dari kehendakmu dengan perbuatan-Nya agar kamu pantas untuk menerima ilmu Allah. Tanda bahwa kamu telah menghindarkan diri dari orang ramai adalah secara keseluruhannya kamu telah memutuskan segala hubungan kamu dengan orang ramai dan telah membebaskan seluruh pikiranmu dengan segala hal yang bersangkutan dengan mereka.”
Tanda bahwa seseorang pejalan spiritual itu telah putus dari nafsu, kata Syeikh Abdul Qadir Jilani, adalah apabila dia telah membuang segala usaha dan upaya untuk mencapai kepentingan keduniaan dan segala hubungan dengan cara-cara duniawi untuk mendapatkan sesuatu keuntungan dan menghindarkan bahaya.
”Janganlah kamu bergerak untuk kepentinganmu sendiri. Janganlah kamu bergantung kepada dirimu sendiri didalam hal-hal yang bersangkutan dengan dirimu sendiri. Serahkanlah segalanya kepada Allah, karena Dia-lah yang memelihara dan menjaga segalanya, sejak dari awalnya hingga kekal selamanya. Dia-lah yang menjaga dirimu di dalam rahim ibumu sebelum kamu dilahirkan dan Dia pulalah yang memelihara kamu semasa kamu masih bayi.” ujarnya.
Menurut Syeikh Abdul Qadir Jilani, tanda-tanda bahwa seseorang itu telah mampu menghindarkan diri dari kehendaknya dengan perbuatan Allah adalah apabila ia tidak lagi melayani kebutuhan-kebutuhannya, tidak lagi mempunyai tujuan apa-apa dan tidak lagi mempunyai kebutuhan atau maksud lain, karena ia tidak mempunyai tujuan atau kebutuhan selain kepada Allah semata-mata.
”Perbuatan Allah tampak pada kamu dan pada masa kehendak dan perbuatan Allah itu bergerak. Badanmu pasif, hatimu tenang, pikiranmu luas, mukamu berseri dan jiwamu bertambah subur. Dengan demikian kamu akan terlepas dari kebutuhan terhadap kebendaan, karena kamu telah berhubungan dengan Al-Khaliq. Tangan Yang Maha Kuasa akan menggerakkanmu. Lidah Yang Maha Abadi akan memanggilmu. Tuhan Semesta alam akan mengajar kamu dan memberimu pakaian cahaya-Nya dan pakaian kerohanian serta akan mendudukkan kamu pada peringkat orangorang alim terdahulu.”
Syeikh Abdul Qadir Jilani menjelaskan setelah mengalami semua ini, hati seseorang itu akan bertambah lebur, sehingga nafsu dan kehendak akan hancur bagaikan sebuah tempayan yang pecah dan yang tidak lagi berisikan air walau setetespun. Diri akan Kosong dari seluruh perilaku kemanusiaan dan dari keadaan tidak menerima suatu kehendak selain kehendak Allah. Pada peringkat ini, seseorang akan dikarunia keramat-keramat dan perkara-perkara yang luar biasa. Pada zhahirnya, perkara-perkara itu datang darinya, tapi yang sebenarnya adalah perbuatan dan kehendak Allah semata.
Oleh karena itu, kata Syeikh Abdul Qadir Jilani, masuklah kamu ke dalam golongan orang-orang yang telah luluh hatinya dan telah hilang nafsu-nafsu kebinatangannya. Setelah itu kamu akan menerima sifat-sifat ke-Tuhan-an yang maha tinggi. Berkenaan dengan hal inilah maka Nabi besar Muhammad saw. bersabda, “Aku menyukai tiga perkara dari dunia ini: bau-bauan yang harum, wanita dan solat yang apabila aku melakukannya, maka mataku akan merasa sejuk di dalamnya”. Semua ini diberikan kepadanya setelah seluruh kehendak dan nafsu sebagamana disebutkan di atas terlepas dari dirinya.
Allah berfirman, “Sesungguhnya Aku bersama mereka yang telah luluh hatinya karena Aku.” Allah Ta’ala tidak akan menyertai kamu, sekiranya semua nafsu dan kehendakmu itu tidak diluluhkan. Apabila semua itu telah hancur dan luluh dan tidak ada lagi yang tersisa pada dirimu, maka telah pantaslah kamu untuk ‘diisi’ oleh Allah dan Allah akan menjadikan kamu sebagai orang baru yang dilengkapi dengan tenaga dan kehendak yang baru pula.
Jika ego tampil kembali, walaupun hanya sedikit, maka Allah akan menghancurkannya lagi, sehingga kosong kembali seperti semula, dan untuk selamanya akan tetap luluh hati. Allah akan menjadikan kehendak-kehendak baru di dalam diri seseorang dan jika dalam pada itu masih juga terdapat diri (ego), maka Allah-pun akan terus menghancurkannya. Demikianlah terus terjadi sehingga ia menemui Tuhan di akhir hayat nanti. Inilah maksud firman Tuhan, “Sesungguhnya Aku bersama mereka yang telah luluh hatinya karena Aku.” Ia akan mendapatkan diri yang ‘kosong’, yang sebenarnya ada hanyalah Alah.
Di dalam hadits Qudsi, Allah berfirman, “Hamba-Ku yang ta’at sentiasa memohon untuk dekat dengan-Ku melalui solat-solat sunatnya. Sehingga aku menjadikannya sebagai rekan-Ku, dan apabila aku menjadikan dia sebagai rekan-Ku, maka aku menjadi telinganya yang dengan itu ia mendengar, menjadi matanya yang dengannya ia melihat, menjadi tangannya yang dengannya ia memegang dan menjadi kakinya yang dengannya ia berjalan, yakni mendengar melalui Aku, memegang melalui Aku dan mengetahui melalui Aku.”
Sebenarnya, ini adalah keadaan ‘fana’ atau terhapusnya diri. Syeikh Abdul Qadir Jilani menjelaskan apabila seseorang mampu memfanakan diri dan telah melepaskan diri dari makhluk (oleh karena makhluk itu bisa baik dan bisa juga jahat dan oleh karena diri itu bisa baik dan bisa juga jahat) maka menurut pandangannya tidak ada suatu kebaikan yang datang dari diri atau dari makhluk itu dan ia tidak akan merasa takut kepada datangnya kejahatan dari makhluk. Semua itu terletak di tangan Allah semata. Karenanya, datangnya buruk dan baik itu, Dia-lah yang menentukannya semenjak awalya.
Dengan demikian, kata Syeikh Abdul Qadir Jilani, Dia akan menyelamatkan kamu dari segala kejahatan makhluk-Nya dan menenggelamkanmu di dalam lautan kebaikan-Nya. Sehingga kamu menjadi titik tumpuan segala kebaikan, sumber keberkatan, kebahagiaan, kesentosaan, nur (cahaya) keselamatan dan keamanan. Oleh karena itu, ‘Fana’ adalah tujuan, sasaran, ujung dan dasar perjalanan Wali Allah.
SEMUA WALI ALLAH, DENGAN TINGKAT KEMAJUAN MEREKA TELAH MEMOHON DENGAN SUNGGUH2 KEPADA ALLAH UNTUK MENGGANTIKAN KEHENDAK ATAU KEMAUAN MEREKA DENGAN KEHENDAK ATAU KEMAUAN ALLAH. MEREKA SEMUANYA MENGGANTIKAN KEMAUAN ATAU KEHENDAK MEREKA DENGAN KEMAUAN ATAU KEHENDAK ALLAH. PENDEK KATA, MEREKA MEMFANAKAN DIRI MEREKA DAN MEWUJUDKAN ALLAH.
Karena itu, mereka dijuluki ‘Abdal’ (perkataan yang diambil dari kata ‘Badal’ yang berarti ‘pertukaran’). Menurut para waliyullah menyekutukan kehendak mereka dengan kehendak Allah adalah suatu perbuatan dosa. Sekiranya mereka lupa, sehingga mereka dikuasai oleh emosi dan rasa takut, maka Allah Yang Maha Kuasa akan menolong dan menyadarkan mereka. Dengan demikian mereka akan kembali sadar dan memohon perlindungan kepada Allah. Tidak ada manusia yang benar-2 bebas dari pengaruh kehendak egonya (dirinya) sendiri, kecuali malaikat.
Para malaikat dipelihara oleh Allah dalam kesucian kehendak mereka. Sedangkan jin dan manusia telah diberi tanggung jawab untuk berakhlak baik, tapi mereka tidak terpelihara dari dipengaruhi oleh dosa dan maksiat. Para wali dipelihara dari nafsu-nafsu badaniah dan ‘abdal’ dipelihara dari kekotoran kehendak atau niat. Walaupun demikian, mereka tidak bebas mutlak, karena merekapun mungkin mempunyai kelemahan untuk melakukan dosa. Tapi, dengan kasih sayang-Nya, Alah akan menolong dan menyadarkan mereka.
Sekarang, marilah kita memperbaiki keimanan kita masing-masing. Kita memang manusia biasa yang banyak dosa dan kesalahan. Namun kita juga menyadari bahwa kita diciptakan Allah SWT ini mengemban misi yang mulia untuk membersikan diri masing-masing dan mengajak kepada jalan yang benar dan lurus sesuai dengan kemampuan. Kita perlu memperbarui keimanan dengan bersahadat ulang.
Allah menjamin pengampunan dosa secara total (fagfir al dzunuuba jami’an) bagi orang yang telah menjalani pertobatan khusus, taubatan nashuha. Sebesar apa pun dosa sebelumnya, ia merasa plong dengan tekad bulat dalam hati yg baru dilakukannya dengan penuh haru. Teteskan air mata di sajadah untuk melunturkan diri di hadapan Ilahi. Kita optimistis dengan menatap ke depan akan menjadi lebih baik karena hadis nabi, ”Air mata tobat menghapuskan api neraka” dan “JERITAN TOBAT-NYA PARA PENDOSA LEBIH DISUKAI TUHAN KETIMBANG GEMURUH TASBIHNYA PARA ULAMA”. SUBHANAKA YA HAYYU SUBHANAKA YA QOYYUMU SUBHANAKA YA AMADU SUBHANAKA YA MAN LAM YALIDU WALAM YULADU WALAM YAKUN LAHU KUFUWAN AHADU LAILAHA ILLA ANTA WALA QODIRA GHAIRUKA WALA MA’BUUDA SIWAAKA.
No comments:
Post a Comment