Beredar di tengah masyarakat bahwa kiblat mereka jemaah tabligh bukan ke ka’bah, mereka tak mau pergi haji, haji mereka ke India Pakistan, dsb. Orang tua di antara mereka mengatakan kami datang ke INDIA PAKISTAN untuk belajar ke tempat yang sudah hidup amal DAKWAH, bukan untuk beribadat di sana. Ada juga yang mengatakan sebagaimana orang ingin belajar sepak bola harus ke BRAZIL dan INGGRIS karena sudah sukses menjadi juara dunia. Begitu pula belajar HADITS orang perlu ke MADINAH, belajar qiraat ke MESIR, belajar madzhab Imam Syafi’I ke negeri MELAYU, belajar WAHABY ke ARAB SAUDI, belajar madzhab Hanafy ke KHURASAN. Maka apa salah kami belajar DAKWAH ke INDIA dan PAKISTAN karena di negeri itulah hidup amal dakwah.
Masjid banyak yang hidup 24 jam tidak seperti di Negara lain masjid banyak di kunci termasuk di MAKKAH dan MADINAH jika tak musim haji terkunci. (Penyalin : Rumah Allah DIKUNCI!!?) Padahal Rasulullah saw mulai kerja dari Masjid Nabawi yang hidup dengan amal 24 jam. Di Reiwind amalan hidup 24 jam sebagaimana Masjid Nabawi dahulu di zaman Rasulullah saw.
Ada juga di antara mereka yang katakan : Kami ke INDIA mau lihat sejarah bagaimana hasil kerja dakwah yang dibuat oleh Syaikh Maulana Muhammad Ilyas Rah A terhadap orang MEWAT. Suatu kampung pemakan bangkai, tidak mengenal Allah, tak pernah ibadah, sampai menjadi kampung yang penuh kesalehan.
Yang lain mengatakan banyak orang yang menuduh kami haji ke Pakistan bukan ke Mekah TERKADANG MEREKA SENDIRI BELUM BERHAJI.Sesekali jalan ke markaz kami, di sana para HUJJAJ tak pernah di panggil PAK HAJI, BAHKAN MEREKA BERKALI - KALI BERHAJI, ini bisa dibuktikan jika kita Tanya para AHLI SYURA mereka rata-rata lebih dari 3 kali ke haji.
Di antaranya juga katakan: Kami datang untuk Shuhbah (berteman rapat / bershahabat untuk mengambil manfaat dari ILMU maupun AMAL) dengan ulama-ulama yang telah banyak berkorban dalam kerja dakwah, dan melihat kisah nyata kehidupan mereka yang telah jadikan dakwah sebagai MAKSUD HIDUP. Sebab jika kami tidak lihat mereka hanya baca tentang dakwah maka tak akan bisa kami terapkan.
Sebagaimana penjahit yang hanya membaca buku bagaimana cara menjahit jas tetapi tak pernah lihat bagaimana jas dibuat oleh penjahit yang lebih senior maka tak mungkin bisa jahit. Memang kalau kita mau jujur mengamati kepergian mereka ke India dan Pakistan tak merubah cara ibadah, dan cara mu’asyaroh mereka, artinya tidak ada misi madzhab ataupun aliran yang dibawa. Mereka malahan lebih tenggelam dalam masyarakat dan memikirkan keadaan mereka yang jauh dari agama. Mereka shalat berjamaah dengan orang banyak, cara shalat pun tak berikhtilaf dengan umat Islam lainnya hanya saja mereka lebih menekankan sholat berjamaah, di awal waktu, dan di masjid.
Kalau kita mau jujur melihat kritikan yang beredar sejak awal usaha didirikan oleh Syaikh Maulana Muhammad Ilyas Rah A, maka kita akan dapati kritikan dengan materi yang sama. Karena usut punya usut selalu bersumber dari kitab yang sama yang selalu dijadikan topik yang berulang-ulang. Di antara kritikan yang berulang-ulang itu adalah :
1. Mereka tak memiliki Tauhid Uluhiyyah hanya membicarakan Tauhid Rubbubiyyah saja.
2. Mereka memiliki kebiasaan TAWAF di kuburan.
3. Masjid-masjid mereka di dalamnya ada kuburan.
4. Buku Fadhilah amal mengandungi hadits-hadits dhoif.
5. Mereka ahli bid’ah di dalam ibadah.
6. Dakwah mereka kepada hal yang rendah yaitu shalat bukan dakwah untuk murnikan agama yakni anti terhadap bid’ah sehingga tak beresiko seperti Rasulullah saw.
7.Mereka merupakan gerakan sufi modern.
8. Tinggalkan anak istri dan tidak mengurusnya adalah suatu kedzoliman
9. Mereka dakwah tanpa ilmu sehingga berbahaya untuk umat Islam
10. Haji mereka ke India Pakistan
Tak ada satu buku pun ditulis untuk jawab kritikan. Dakwah mereka istikhlash seperti kuda INDIA yang dipakaikan kaca mata kuda tak lihat kiri kanan, tak lihat kerja orang lain, tak lihat apa kata orang, mereka tawajjuh hanya kepada tertib yang mereka telah sepakati.
Dalam mudzakaroh enam sifat mereka ada point tentang tashihun niyat / meluruskan niat. Di sana dikatakan bahwa cirri orang ikhlash adalah Sikapnya sama saja dengan orang memuji atau orang yang membenci. Mereka telah buktikan, walaupun dihina, dicaci, tetap mereka memberi salam kepada siapapun, selalu tersenyum, bahkan justru para pengkritik banyak yang tak mau jawab salam mereka, memalingkan muka dari senyum mereka, bahkan meludah di hadapan mereka.
Lihatlah!! Mereka di masjid bukan untuk berd zikir saja tetapi mereka bertemu manusia untuk jadikan seluruh manusia berd zikir kepada Allah. Setelah itu mereka hidup seperti biasa punya istri dan anak, punya pekerjaan. Adakah ajaran sufi seperti ini? Perlu kejujuran dalam menjawabnya.
Adakah Jemaah Tabligh salahkan orang? Baik dalam buku maupun dalam bayan mereka? Tidak!!
Adakah Jemaah Tabligh membid’ahkan orang sehingga tak mau shalat berjemaah di masjid, atau mau shalat hanya di masjid tertentu ?? Tidak !!
Adakah pelarangan dari syuro mereka atau ustadz mereka yang melarang duduk di majlis taklim yang diajar oleh ustadz yang bukan karkun ?? Tidak!!
Bahkan setelah khuruj dianjurkan agar lebih dekat dengan ulama di kampung mereka masing-masing.
Sekali lagi kami katakan, Jamaah Tabligh berangkat ke IPB (India Pakistan Bangladesh) itu bukan semata-mata mengkiblatkan kiblat ke 3 negara tersebut, tetapi mereka (Jamaah Tabligh) datang ke IPB untuk muhasabah diri, untuk kerisauan umat, dan untuk belajar Da'wah.
Ingat ini untuk belajar, seperti halnya mereka-mereka yang belajar ke Mesir, Turki, AS, bahkan Eropa. itu bukan bermaksud mereka mengkiblatkan ke negeara-negara tersebut, tetapi kedatangan mereka untuk belajar, kalau masalah kiblat, tetap dong kiblatnya Ka'bah di Mekkah.
Pertanyaan terakhir, kenapa harus IPB? Karena 3 negara tersebut sudah berjalan amalan-amalan masjid nabawi, itu di antaranya.
No comments:
Post a Comment