Tuesday, March 4, 2014

DAKWAH YANG PALING BAIK ITU YANG BAGAIMANA?

Prof Dr Hamka mengatakan, kalau mau lihat orang Islam, lihatlah solat Ied-nya, tapi kalau mau lihat orang beriman, lihatlah salat subuhnya di masjid. 

Suara azan naik panggung selebritis. Diperdebatkan, dipersoalkan, dibenci dan dirindu. Teringat sabda Rasulullah saw, “Bila azan dikumandangkan, syaitan ngibrit sambil terkentut  masuk ke toilet. Kalau azan selesai, syaitan kembali. Ketika iqamat, syaitan lari menyingkir, bila iqamat selesai, syaitan datang lagi menggoda agar tak khusyuk, teringat apa yang tak perlu diingat, sehingga seseorang lupa jumlah rakaat solatnya.”  

Azan dimulai saat Rasulullah saw hijrah ke Madinah. Dimusyawarahkan, ada yang usul buat api unggun, pukul lonceng dan tiup terompet. Akan tetapi, Nabi saw tak setuju kerana itu cara Majusi, Nasrani dan Yahudi. Akhirnya, musyawarah ditunda. Malamnya, Abdullah bin Zaid ra mimpi, mendengar suara seperti lafaz azan. Setelah dilaporkan, Nabi saw setuju itu sebagai lafaz azan. Ibnu Umar ra menambah, “Apa kalian tak mengutus seseorang untuk azan?” Rasulullah saw bersabda, “Hai Bilal, berdirilah, azanlah untuk solat!”

Azan, serta merta menjadi standar pemberitahuan waktu sekaligus panggilan solat berjamaah. “Jika (waktu) solat tiba, hendaklah seorang di antaramu mengumandangkan azan dan yang paling tua menjadi imam!"perintah Rasulullah saw

Abdulah bin Zaid bin Abdi Rabbih berkata, “Tatkala Rasulullah saw mengambil keputusan hendak memukul naqus (lonceng), namun sebenarnya beliau tak suka kerana menyerupai kaum Nasrani, maka saat tidur malam, aku bermimpi seorang lelaki mengenakan dua pakaian hijau mengelilingi ku dan memegang lonceng. Lalu aku bertanya, “Wahai hamba Allah, apakah engkau menjual lonceng itu?"Jawabnya, “Apa yang akan kamu perbuat dengan lonceng ini?” Saya jawab, “Dengannya aku mengajak orang solat berjemaah,” Lelaki itu bertanya, “Maukah kutunjukkan yang lebih baik?” Saya jawab, “Ya, tentu!” Kata lelaki itu, “Serukanlah azan!” Bagi yang mendengar azan wajib menjawab, selesai mendengar disunnahkan membaca doa taammah. Sebab, azan lah dakwah paling sempurna.

Bukan sekadar pemberitahuan waktu solat, tapi panggilan untuk rukuk dan sujud bersama sebagai simbol taat. Menyeru manusia tentang Maha Besarnya  Allah dan Muhammad utusan Allah. Jadi ada keuntungan, ada ancaman. Bagi yang memenuhi panggilan azan, setiap langkah kanannya diangkat darjat dan setiap langkah kiri dihapuskan dosa-dosa. Pahala digandakan 27 kali lipat. Barangsiapa sempurna solatnya, akan diberi lima keuntungan. Satu diberi di dunia, empat di akhirat. Yang satu adalah keberkahan hidup di dunia, yang empat adalah dibebaskan dari siksa kubur, mendapat catatan amal dari tangan kanan, melewati shiratal mustaqiim secepat kilat dan masuk syurga tanpa hisab. Ancamannya, barang siapa mendengar azan tapi tak segera menghentikan kegiatan untuk datang ke mesjid, maka solat yang dikerjakan setelah itu tak akan diterima.

Semua sahabat Nabi saw dan Imam empat mazhab, Syafiee, Maliki, Hanafi dan Hambali menghukumkan wajib memenuhi pangilan azan, atau wajib hukumnya salat berjemaah. Nah, kalau memenuhi panggilan azan saja wajib, bagaimana dengan azan itu sendiri? Kerana buntut kalimat hadits itu,...“tak akan diterima solat yang dikerjakan setelah itu.” Bahkan hukum kafir bagi yang (sekali saja) meninggalkan solat dengan sengaja. Dalam hadits lain, siapa meninggalkan solat sekali saja dengan sengaja, wajib masuk neraka satu huqub. Satu huqub 80 tahun, satu tahun 360 hari, satu hari akhirat 1,000 tahun dunia. Total 28,800,000 (dua puluh delapan juta delapan ratus ribu) tahun. Bagaimana kalau sering, bagaimana kalau selalu meninggalkannya? 

Saat Subuh tiba, Abdullah bin Zaid ra datang dan melaporkan mimpinya, Rasulullah saw bersabda, “Insya Allah mimpimu benar!” Beliau menyuruh Bilal, bekas budak Abu Bakar ra mengumandangkan azan dengan lafaz seperti itu. Makanya, polemik sontak menyentak. Pernyataan Boediono agar ada pengaturan azan, membuat gatal telinga umat Islam. Bak pahlawan kesiangan, mencerminkan ketidakpahamannya terhadap ajaran Islam. Padahal, seluruh makhluk, jin dan manusia, termasuk katak dan jangkrik mendengar dan paham maksudnya azan dikumandangkan.

Instruksi Dirjen Bimas Islam Nomor KEP/D/101/1978 tentang Tuntunan Penggunaan Pengeras Suara di Mesjid, Langgar dan Mushala. Suara azan sebagai tanda panggilan solat memang harus ditinggikan. Kerananya, pengeras suara tak perlu diperdebatkan, yang perlu diperhatikan agar suara muazin tak sumbang tapi enak, merdu dan syahdu.  Bagi yang menggunakan pengeras suara (muazin, pembaca Al-Quran, imam solat dan lain-lain) hendaknya bersuara merdu, fasih, tidak sumbang tidak kecil. Penggunaan pengeras suara di masjid (selain azan) justru yang harus memenuhi syarat ketika orang dalam keadaan siap mendengar, bukan saat jam tidur, istirahat, sedang beribadah dan sebagainya.

Bangunkan Tidur

Boleh-boleh saja kalau azan dituding mengganggu, tergantung siapa yang mendengar. Sebab, maksud azan antara lain membangunkan orang tidur. Namanya membangunkan, ya harus mengganggu. Setidaknya mengurangi masa tidur kerana harus segera bangun untuk solat. Maka, waktu azan subuh ada tambahan lafaz ashsholaatu khoirun minannauum (salat lebih baik daripada tidur). Memang harus bangun, meski bagi orang  munafik itu sangat berat. Di zaman Nabi saw, seratus persen lelaki dewasa solat berjamaah 5 waktu di masjid, termasuk orang munafik. Tapi, orang munafik tak datang salat Isya dan Subuh, kerana mereka menganggap Nabi saw tak melihat kerana malam hari Madinah gelap. Namun, Allah SWT melalui malaikat Jibril membisikkan kepada Nabi saw bahawa di sekitarnya ada orang munafik.

Orang munafik solatnya berpura-pura, hanya ingin dipandang oleh Nabi saw Akan tetapi, pada waktu Isya dan Subuh, mereka tak punya kekuatan untuk datang ke masjid. Allah SWT tak memberi kekuatan kepada iman yang pura-pura Prof Dr Hamka mengatakan, kalau mau lihat orang Islam, lihatlah solat Ied-nya, tapi kalau mau lihat orang beriman, lihatlah salat subuhnya di masjid.

Di Madinah (jika waktu salat tiba) semua aktifitas terhenti seketika. Pasar tutup, perniagaan dihentikan. Suasana itu sekarang masih nampak di Makkah dan Madinah, di beberapa negara Arab seperti Yaman, Oman, Yordan, Qatar, Emirat, Kuwait,  Mesir dan beberapa tempat di Afrika Utara dan Selatan, London dan Melbourne, Australia bahagian Selatan. Di Pakistan, hampir merata menghentikan kegiatan bila azan tiba. Di Kanpur, India, setiap waktu solat semua toko tutup, dua sampai tiga lantai masjid padat. Di beberapa tempat di Thailand Selatan, Naratiwath, Pattani, Yala dan Satun, suasana taat dalam solat berjemaah. Di Klantan, Kuantan, Perlis dan Negeri Sembilan Malaysia, juga suasana solat berjemaah menjadi budaya negerinya. Bahkan di negeri-negeri sekuler seperti Amerika dan Prancis, suara azan selalu terdengar lantang dan syahdu. Di Jakarta dan kota-kota besar di Indonesia, insya Allah akan lebih hebat dari negeri-negeri yang disebutkan, kerana mayoritas penduduknya muslim.

Pembeda muslim dengan bukan muslim adalah solatnya. Maka, akan terlihat kerapian kota dan terhindar dari macet apabila umat Islam back to basic solat berjemaah lima waktu di masjid. Yang akan ramai di waktu solat bukan pasar dan jalanan, tapi masjid sehingga pengaturan lalu-lintas lebih mudah. Setiap orang sudah tahu bila harus ibadah dan setiap orang paham bila harus bekerja. Sudah jadi budaya di kantor dan di pasar untuk saling ajak dan mengundang solat berjemaah. Kalau begitu, apakah masih diperlukan pernyataan Boediono, yang bukan cuma mengundang polemik tapi dapat melukai hati umat Islam. Wallahu alam. (Abdurrahman Lubis, Penulis, Pemerhati Masalah Keislaman).

No comments:

Post a Comment