Tuesday, January 28, 2014

ILMU BUKAN UNTUK DIBANGGAKAN

Ilmu agama bukan untuk dibanggakan, atau hanya untuk pengetahuan dan wawasan, tapi dia menuntut Anda untuk mengamalkannya. Dalam sebuah tulisannya, Tajuddin As Subki rah yang wafat tahun 771H/1370M seakan menjelaskan keadaan sebahagian penuntut ilmu di masa kita ini. 

Beliau mengatakan, “Diantara mereka (yang berilmu agama), ada segolongan orang yang memang tidak meninggalkan amal-amal wajib, tapi senang ilmu dan perdebatan, dia senang bila dikatakan, “si fulan sekarang adalah pakar fikih di daerah ini“, kesenangannya terhadap hal-hal itu sampai mendarah daging, hingga kesibukannya untuk itu menghabiskan sebahagian besar waktunya.

Dan dia pun menyepelekan Al-Quran, lupa dengan hapalan Qur’annya, tapi tetap saja dia bangga, dan mengatakan : “kamilah para ulama”. Apabila dia mendirikan solat fardhu, dia memang solat 4 rakaat, tapi tidaklah dia mengingat Allah di dalam solatnya kecuali sedikit, solatnya dicampuri dengan memikirkan permasalahan dalam bab haidh dan jinayat yang pelik.

Lalu bila kamu menanyakan kepada salah seorang dari mereka, “Apakah kamu sudah solat sunnah Zuhur?” Dia akan mengatakan kepadamu, “Imam Syafi’i telah mengatakan, menuntut ilmu lebih afdhol daripada solat sunnah”.

Atau bila kamu mengatakan kepadanya, “khusyu’ kah kamu dalam solatmu?“. Dia akan mengatakan, “Khusyu’ tidaklah termasuk syarat sah solat”. 

Atau bila kamu katakan kepadanya, “Kamu lupa hapalan Qur’anmu?“. Dia akan mengatakan kepadamu, “Tidak ada yang berpendapat bahawa melupakan hapalan Qur’an itu dosa besar, kecuali penulis kitab Al-‘Uddah, lalu mana dalil pendapat itu? Belum lagi aku tidak lupa semua hapalan Qur’an, karena aku masih hapal Al Fatihah dan banyak lagi dari Al-Quran”.

Maka katakanlah kepadanya, “Wahai pakar fikih, memang perkataan itu benar, tapi untuk tujuan kebatilan, karena Imam Syafi’i tidaklah menginginkan dari perkataannya itu apa yang kau inginkan…”.

Dikhawatirkan orang yang keadaannya seperti ini, akan keluar total dari agamanya. (dari kitab Mu’idun Ni’am wa Mubidun Niqom, Tajuddin Assubki, hal 84-85). Semoga kita bukan termasuk dari mereka.

No comments:

Post a Comment