(Perihal Syariat dan Hakikat. Sumber: Dirangkum dari Kajian Kitab Al-Hikam oleh KH. Djamaludin Ahmad - Tambak Beras. Semoga rangkumannya tidak terlalu melenceng dari yang disampaikan beliau. Mohon dibaca tuntas agar tidak salah paham)
Tentang Ilmu Syariat dan Ilmu Hakikat. Ilmu Syariat adalah Ilmu Lahir, sedangkan Ilmu Hakikat adalah Ilmu Batin (begitu yang saya tangkap). Hal ini dijelaskan dalam Surat Al-Fatihah ayat 5: "iyyaaka na'budu wa-iyyaaka nasta'iin"( Hanya kepada-Mu kami menyembah/beribadah dan hanya kepada-Mu kami memohon pertolongan). Jika dipandang dari tema di atas, maka dapat dijelaskan bahwa:
1. Kalimat pertama, "hanya kepada-Mu kami menyembah", sebagai subyek "kami" adalah manusia, mampu melakukan peribadatan kepada Allah. Kami mampu solat, puasa, zakat, sedekah, haji, semua adalah kemampuan kami (manusia), ini semua adalah pandangan syari'at, sedangkan
2. Kalimat kedua, "hanya kepada-Mu kami memohon pertolongan", hanya dan hanya Allah yang mampu memberi pertolongan kepada kami (manusia). Jadi pada hakikatnya, manusia tak kan mampu beribadah tanpa pertolongan Allah. Istilahnya, semua yang dilakukan manusia 'hanya' pemberian Allah semata.
Jika disederhanakan: "Semua yang dilakukan manusia adalah kehendak Allah". Jika Allah menginginkan seorang hamba pintar, maka dibuatnya dia rajin belajar. Namun jika dikehendaki seorang hamba menjadi bodoh, maka dibuatnya hamba itu malas belajar. Inilah penjelasan takdir.
Namun, dalam ajaran Tasawuf dijelaskan bahwa: "Jika seorang hamba mengakui amal baikmu adalah miliknya, maka Allah pun berpaling dan berfirman bahwa semua amal baik itu milik Allah semata (kerana memang manusia tak mampu berbuat apa-apa tanpa pertolongan-Nya). Namun jika hamba itu mengakui bahwa amal baik itu milik Allah semata, maka Allah melimpahkan semua amal baik itu adalah milik hambanya” Begitupun sebaliknya.
No comments:
Post a Comment