Ibrahim bin Adham pernah ditanya tentang apa yang dapat menyebabkan dirinya mencapai tingkat zuhud, lalu beliau menjawab bahwa alasan zuhud baginya ada tiga hal, yakni:
1) Kulihat kuburan adalah alam yang mengerikan, sedang aku tidak punya teman yang menghilangkan rasa takutku.
2) Kulihat perjalananku sangat jauh, sedang aku tidak punya bekal yang dapat mengantarkanku ke tujuan.
3) Kulihat Tuhan Yang Maha Perkasa sebagai hakim, sedang aku tidak punya alasan untuk membela diriku di hadapan-Nya.”
Ibrahim bin Adham adalah seorang yang dulunya pernah menjadi penguasa di negerinya. Lalu ia meninggalkan kekuasaannya demi mencari kebahagiaan akhirat. Di Mekah, Madinah dan di tempat-tempat yang lainnya ia tekun beribadah dan bertobat kepada Allah. Dalam al-Risalah al-Qusayriah disebutkan bahwa nama lengkap Ibrahim bin Adham adalah Abu Ishaq Ibrahim bin Mansyur, putra sang raja dari negeri Balkhan. Pada suatu hari ia berburu ke hutan. Di sana ia mengejar seekor musang atau kelinci yang menjadi buruannya. Saat mengejar buruannya tersebut ia tiba-tiba mendengar suara tanpa rupa berkata: “Hai Ibrahim, apakah engkau diciptakan untuk berburu? Apakah engkau diperintahkan untuk berburu?
Tidak lama kemudian suara tanpa rupa itu berseru kembali saat ia telah bertengger di atas pelana kudanya: “Demi Allah, bukan untuk ini engkau diciptakan dan bukan untuk melakukan ini engkau diperintahkan.” Setelah ia turun dari kudanya, tanpa sengaja ia bertemu dengan seorang penggembala ternak mililk ayahnya. Ia menukar kuda tunggangannya berikut semua perbekalannya dengan baju penggembala itu. Selanjutnya ia masuk ke daerah pedalaman dan terus berjalan kaki hingga sampai Mekah.
Di Mekah, Ibrahim bin Adham menuntut ilmu dari Sufyan at-Tsauri dan Fudhail bin ‘Iyadh. Dari Mekah ia melanjutkan perjalanannya ke Syiria. Ia makan dan minum dengan hasil keringatnya sendiri, seperti menerima upah dari mengetam, menerima upah dari memelihara kebun milik orang lain dan pekerjaan lainnya. Beliau meninggal di Syiria. (Dikutip dari kitab Nashaihul Ibad, Imam Nawawi Al-Bantani).
No comments:
Post a Comment