“Apabila perut membutuhkan makan, ruh juga membutuhkan dan merindukan cinta Allah,” demikian kata seorang Sufi. Maka, orang yang ingin bertobat, hatinya akan berkata, “Aku begitu haus terhadap ridha Allah dan harus kembali kepada-Nya.”
Suatu ketika Rasulullah SAW berbicara dengan para sahabat. Beliau diam sebentar. Dan, para sahabat mendengar beliau membaca astagfirullâh wa atûbu ilaih … astagfirullâh wa atûbu ilaih. Sesudah itu beliau berbicara sedikit dan kembali terdiam untuk meminta ampunan kepada Allah untuk kedua kalinya. Seorang Nabi, yang telah dijamin akan masuk surga dan perbuatannya selalu dijaga, tetap selalu meminta tobat kepada Allah. Lalu, apa lagi kita mestinya, lebih dari beliau dalam memohon ampun?
Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Abû Mûsa r.a., beliau bersabda, “Allah membentangkan tangan-Nya di waktu malam untuk menerima tobat orang yang melakukan maksiat di siang hari. Dan Dia membentangkan tangan-Nya di waktu siang untuk menerima tobat orang yang melakukan maksiat di malam hari. Hal itu terus berlangsung hingga matahari terbit dari tempat terbenamnya.”(HR Muslim)
Siapa yang membentangkan tangan? Tentu saja pihak yang membutuhkan. Lalu siapa yang membutuhkan? Tentulah hamba. Hanya saja, karena kemurahan-Nya, Allah yang membentangkan tangan untuk hamba. Perhatikan sabda Nabi lainnya, “Tuhan Yang Mahamulia turun ke langit dunia pada sepertiga malam terakhir. Dia menyeru, ‘Adakah yang ingin bertobat? Niscaya, Aku terima tobatnya. Adakah yang ingin meminta ampunan? Akan Aku berikan ampunan padanya.’” Allah yang menawarkan tobat kepada kita setiap hari, tiga jam setengah sebelum fajar kira-kira.
Bayangkan Rasul saw. memberitahukan kepada kita betapa Allah sangat gembira dengan tobat hamba-Nya. Bayangkan dirimu bermaksiat kepada-Nya selama bertahun-tahun dan engkau melakukan banyak dosa. Namun, ketika pada suatu hari kau berucap, “Wahai Tuhan, aku bertobat dan tidak akan kembali kepada dosa,” maka Allah pasti akan sangat gembira dengan tobatmu itu.
No comments:
Post a Comment