“Alam semesta itu seluruhnya gelap gulita. Ia hanya akan diterangi oleh wujud Allah. Barang siapa melihat alam, namun tidak melihat-Nya di sana atau tidak melihat-Nya ketika, sebelum atau sesudah melihat alam ini, berarti dia telah disilaukan oleh cahaya-cahaya lain dan terhalang dari “matahari” makrifat, karena tertutup tebalnya awan dunia”. (Syekh Ibnu Atha’illah dalam kitab Al-Hikam).
Syekh Abdullah Asy-Syarqawi menjelaskan bahwa sesungguhnya di mata para ahli syuhud (orang yang menyaksikan kehadiran Allah dalam segala sesuatu), dunia ini tidaklah berwujud. Hal yang membuat dunia ini tampak hanyalah wujud Allah semata, persis seperti pancaran sinar mentari yang masuk ke dalam sebuah lentera berkaca. Tak ada wujud, kecuali hanya wujud Al-Haqq. Dengan “tampaknya” wujud Allah pada segala sesuatu, semuanya menjadi ada, sesuai tabiatnya masing-masing.
Padahal hakikatnya, mereka itu tidak berwujud dengan sendirinya. Jika demikian (menurut Syekh Syarqawi) barang siapa yang melihat alam semesta ini tanpa merasakan kehadiran Allah di sana, berarti ia telah kehilangan Nur Ilahi (cahaya Ilahi) yang membuatnya dapat musyahadah (menyaksikan-Nya). Bahkan, dia juga tidak mungkin akan mendapat makrifat, karena dia telah tersilaukan oleh alam (dunia) ini.
Padahal hakikatnya, mereka itu tidak berwujud dengan sendirinya. Jika demikian (menurut Syekh Syarqawi) barang siapa yang melihat alam semesta ini tanpa merasakan kehadiran Allah di sana, berarti ia telah kehilangan Nur Ilahi (cahaya Ilahi) yang membuatnya dapat musyahadah (menyaksikan-Nya). Bahkan, dia juga tidak mungkin akan mendapat makrifat, karena dia telah tersilaukan oleh alam (dunia) ini.
Dari sinilah sebenarnya Syekh Ibnu Atha’illah menyinggung tentang bermacam-macam tingkatan Ahli Syuhud dalam memandang Allah. Di antara mereka ada yang menyaksikan Al-Haqq terlebih dahulu sebelum menyaksikan ciptaan-Nya. Jika pandangannya jatuh pada suatu benda, dia akan menyaksikan keberadaan Al-Haqq dan bahwa hanya Dia yang menggerakkan dan mendiamkannya.
Itu terjadi sebelum di benaknya terbesit, apakah benda itu manusia ataukah domba, tinggi atau pendek, dan sebagainya. Ada juga yang menyaksikan Al-Haqq setelah tahu bahwa benda yang disaksikannya itu adalah binatang. Ada yang menyaksikan Al-Haqq tepat di saat dia menyaksikan sebuah benda. Ada pula yang menyaksikan Al-Haqq pada benda itu.
Itu terjadi sebelum di benaknya terbesit, apakah benda itu manusia ataukah domba, tinggi atau pendek, dan sebagainya. Ada juga yang menyaksikan Al-Haqq setelah tahu bahwa benda yang disaksikannya itu adalah binatang. Ada yang menyaksikan Al-Haqq tepat di saat dia menyaksikan sebuah benda. Ada pula yang menyaksikan Al-Haqq pada benda itu.
Hikmah ini teramat sulit untuk dijelaska, karena semua pengalaman di atas tidak bisa diungkapkan melalui ucapan atau lisan, namun hanya bisa dirasakan. Orang yang mengalami syuhud akan kehilangan kata-kata untuk menjelaskannya.” (Syekh Ibnu Atha’illah dalam kitab Al-Hikam, dengan syarah oleh Syekh Abdullah Asy-Syarqawi).
No comments:
Post a Comment