Monday, March 21, 2016

TETAPLAH SEMANGAT DI JALAN ALLAH

Syekh Ibnu Atha’illah mengirim surat kepada sahabatnya: “Kendaraan semangat terus berjalan tiada henti sampai berlabuh di hadirat Ilahi, di atas hamparan kesenangan, tepat kelapangan, berhadapan dengan-Nya, bercakap-cakap dan menyaksikan-Nya, dan bersimpuh di tempat belajar ilmu-Nya sehingga hadirat Ilahi itu menjadi sarang kalbu mereka. Ke sana mereka akan kembali dan di sana pula mereka akan tinggal.”

Kendaraan tekadnya terus berjalan dan tidak berhenti karena ada yang menghalanginya. Biasanya, yang menghalangi kendaraan tekad itu adalah sikap bergantung kepada selain Allah, misalnya terhadap dunia, atau berupa hal-hal yang menghambat perjalanan salik untuk sampai keada Allah, seperti karamah, mukasyafah, ahwal, dan maqam-maqam. Semua itulah yang sering menghentikan kendaraan tekad seseorang yang berakal untuk berbuat. Perjalanan itu terus berlanjut hingga tertambat di hadirat Allah dan hamparan kesenangan. Hadirat Allah digambarkan dengan pelataran milik raja besar agung, tempat para utusan Allah datang bersitirahat saat bertandang ke tempatnya.

Syekh Ibnu Atha’illah menjelaskan bahwa sifat hadirat Allah itu dengan tempat kelapangan, berhadap-hadapan dengan Allah, bercengkrama dan bercakap-cakap tentang rahasia-Nya, menyaksikan Allah secara batin setelah orang itu hilang kesadarannya, serta tempat ia mendapatkan ilmu kegaiban.

Jika seseorang masuk ke singgasana raja dunia yang agung, ia akan merasa lapang karena raja itu menyambutnya dengan baik. Raja itu juga akan menemuinya langsung, lalu duduk di hadapannya dan bercakap-cakap bersamanya. Semua itu adalah buah dari pertemuan. Rasa senang dan lapang ini dirasakan karena ia mendapatkan kehormatan untuk dapat melihat raja langsung. Padahal, sebagai seorang penguasa, raja itu enggan menghadap orang biasa sepertinya. Demikian pula seorang salik, jika ia telah sampai ke hadirat Allah, Dia menyambutnya dengan keterbukaan dan keramahan serta memberinya ilmu dan Makrifat rabbani yang tidak diketahui hakikatnya, kecuali oleh orang yang telah sampai kesana dan merasakan apa yang dirasa oleh orang-orang dekat dengan Tuhannya. Semoga Allah SWT menjadikan kita semua termasuk di antara mereka.

Hadirat Tuhan itu menjadi penenang hati mereka atau menjadi tempat bagi hati mereka merasakan ketenangan dan kedamaian, seperti halnya sarang burung yang menjadi tempat tinggal dan tempat berteduh bagi mereka”. (Syekh Ibnu Atha’illah dalam kitab Al-Hikam, dengan syarah oleh Syekh Abdullah Asy-Syarqawi).

No comments:

Post a Comment