Menurut Imam Al-Ghazali, tobat adalah ungkapan penyesalan yang mendalam, yang menimbulkan tekad kuat dan tujuan untuk memperbaiki. Sedangkan penyesalan lahir dari adanya pengetahuan dan kesadaran (ilm) bahwa segala kemaksiatan itu adalah dinding penghalang antara seseorang dan Sang Kekasih.
Agar kesadaran, penyesalan dan tekad itu berjalan dengan baik, maka diperlukan kelestarian dan kesempurnaan. Sesungguhnya kesadaran adalah pendorong utama untuk bertobat bagi seseorang. Sementara penyesalan adalah rasa perih di hati akibat hilangnya Sang Kekasih dari dirinya. Tanda-tandanya adalah dengan kesedihan, duka, tetes air mata, sering merenung dan melamun.
Semakin besar rasa pedih akibat penyesalan, makan besar pula harapan untuk menebus dosa-dosanya di masa lalu. Dan, di antara tanda-tanda penyesalan yang paling tampak adalah hati yang menjadi sangat lembut dan mata yang mudah meneteskan air mata. Seorang alim berkata, “Bergaullah dengan orang-orang yang suka bertobat, karena sesungguhnya mereka itu sangat lembut hatinya.” Termasuk ciri penyesalan adalah bercokolnya rasa pahit karena dosa di dalam hati, bukan rasa manis. Sehingga muncul kecenderungan untuk membenci dosa dan menghindari darinya.
Menurut Imam Al-Ghazali, dalam sebuah riwayat israiliyat, Allah pernah berfirman, “Demi kemuliaan dan kebesaran-Ku, jika seluruh penghuni langit dan bumi memohon syafaat untuknya, Aku tetap tidak menerima tobatnya, karena manisnya perbuatan dosa yang ia lakukan masih tersisa di hatinya.” Mungkin engkau akan berkata bahwa secara naluriah, perbuatan dosa itu umumnya sangat disukai, maka bagaimana mungkin ia merasakan pahitnya?
Imam Al-Ghazali memberi analogi yang menarik: “Ada seseorang minum madu yangmengandung racun, tapi ia tidak apa-apa saat itu, bahkan sebaliknya malah merasan lezat. Tetapi, belakangan hari, ia tiba-tiba jatuh sakit yang cukup lama akibat efek racun tersebut, sampai semua rambutnya rontok dan anggota tubuhnya lumpuh.
Dalam kondisi demikian, apabila dihidangkan jenis madu yang sama, mungkin ia akan menolak, meski sudah dijelaskan bahwa sudah tidak ada racun di dalam madu tersebut. Orang itu akan berasalan bahwa ia sama-sama madu. Begitulah perumpamaan orang yang bertobat dari dosa-dosanya, Ia merasakan betapa pahitnya dosa itu, apalagi jika ia sadar bahwa setiap perbuatan dosa rasanya seperti madu, tapi efeknya adalah racun yang sangat berbahaya.
Maka, tobat belumlah dikatakan tulus dan benar jika tidak berdasarkan keyakinan semacam ini. Sungguh jarang orang yang punya keyakinan seperti ini. Karena itu, engkau pasti sering melihat orang yang berpaling dari Allah, menganggap sepele dosa dan keras kepala untuk terus menerus melakukannya.” (Imam Al-Ghazali dalam Kitab At-Tawbah, Ihya ‘Ulumuddin).
No comments:
Post a Comment