Friday, March 18, 2016

PESAN SYEIKH ABDUL QADIR JAILANI TENTANG CINTA

“Aduhai engkau yang mengaku mencintai Allah ‘Azza wa Jalla, namun masih juga mencintai lainnya! Dia-lah yang jernih dan selainnya adalah keruh. Apabila engkau mengeruhkan kejernihan itu dengan mencintaiselain-Nya, maka Dia akan membuatmu sedih. Allah Ta’alla akan melakukan seperti yang dilakukan kepada Nabi Ibrahim dan Nabi Yakub a.s. Ketika keduanya cenderung kepada anak mereka masing-masing, Dia lantas menguji dengan anak yang mereka cintai itu.

Demikian pula terhadap nabi kita, Muhammad saw. Ketika beliau cenderung kepada kedua cucunya, Hasan dan Husein, kemudian Jibril datang dan bertanya kepada beliau, “Apakah engkau mencintai mereka?” Maka beliau menjawab, “Ya!” Lalu, Malaikat Jibril berkata, “Salah seorang dari mereka akan diracuni. Dan yang lainnya akan dibunuh.”

Maka saat itu, beliau mengeluarkan Hasan dan Husein dari hatinya dan mengosongkannya hanya untuk Allah ‘Azza wa Jalla. Kegembiraan dengan keduanya berubah menjadi kesedihan terhadap mereka. Allah SWT itu cemburu terhadap hati para nabi, wali, dan hamba-hamba-Nya yang saleh. Wahai orang-orang yang mencari dunia dengan kemunafikan! Bukalah tanganmu!Engkau tidak akan melihat apa-apa di sana. Celaka engkau! Engkau tidak mau bekerja, engkau hanya makan harta orang lain dengan menjual agamamu. Bekerja adalah perbuatan semua nabi. Tak seorang pun dari mereka yang tidak bekerja, dan pada akhirnya mereka mengambil imbalan dari makhluk dengan izin Tuhan mereka.

Wahai orang yang mabuk dengan arak dunia, syahwat, dan kepandiran, sebentar lagi kalian akan sadar ketika berada di liang kubur”. (Ceramah Syekh Abdul Qadir Al-Jailani pada 18 Rajab 545 H. Dikutip dari kitab Fath Ar-Rabani wa Al-Faidh Ar-Rahmani). 

2). KUATKAN PERHATIANMU HANYA KEPADA ALLAH

Syekh Ibnu Atha’ilah mengatakan, “Maqam-maqam keyakinan dan cahayanya yang menyatukannya sama seperti pagar dan benteng yang mengelilingi sebuah negeri. Cahaya itu adalah pagar, sedangkan maqam-maqam keyakinan adalah benteng yang mengelilingi kota hati. Sesungguhnya, orang yang mampu memagari kalbunya dengan keyakinan yang sangat kuat dan menegakkan maqam-maqam keyakinannya laksana benteng, maka dia tak akan mampu disentuh oleh setan. Tak akan ada setan apa pun yang mampu mengganggunya. Sebab, tak ada jalan masuk bagi setan untuk mengganggunya sama sekali. Karena itu, Allah SWT berfirman, “Engkau tidak memiliki kekuasaan apa pun atas hamba-Ku.” (QS Al-Hijr [15]: 42)

Bagaimana mungkin orang seperti itu dapat diganggu setan? Bagaimana mungkin orang yang telah kokoh imannya dan menegakkan pengabdian kepada Allah, fokus dan hanya tertuju kepada Allah bisa terganggu oleh makhluk lain?

Orang yang keyakinannya telah sempurna, memiliki pengabdian yang besar kepada Allah, bertawakal dan menyerahkan semua urusannya kepada Allah, tak akan terganggu oleh hal-hal lain selain Allah. Baginya, tak ada sesuatu apa pun yang dapat mengalihkan perhatian dirinya dari Tuhan. Lalu, Allah juga pasti menjaga, memelihara, membantu dan melindunginya setiap saat. Orang-orang seperti ini adalah hamba-hamba yang telah mengarahkan perhatiannya hanya kepada Allah, sehingga Dia mencukupi mereka dari selain-Nya. (Disarikan dari Tanwir fi Isqath al-Tadbir karya Syekh Ibnu Atha’illah). 

3). BELAJAR SIFAT WARA’ DARI NABI & SAHABATNYA

Syekh Abdul Qadir Al-Jailani memberi nasehat: “Engkau harus memiliki sifat wara’. Jika tidak kebinasaan dan kehancuran akan berada di dalam kerah bajumu. Sangat dekat. Melekat terus dalam dirimu, dan engkau tak akan selamat darinya. Kecuali, Allah SWT mengucuri dirimu dengan rahmat-Nya. Hal ini telah jelas disebutkan dalam hadis Rasulullah SAW, “Tiang atau sendi agama adalah wara.’” (HR Ad-Dailami dan Al-Qudha’i).

Adapun kehancuran agama itu adalah karena sikap rakus. Dan, sesungguhnya orang yang berada di tepi jurang itu hampir saja akan jatuh ke dalamnya. Seperti seekor hewan yang digembala, berada di dekat sebuah tanaman, maka dia hampir mendekatkan mulutnya ke tanaman tersebut, sehingga tanaman itu nyaris tidak selamat dari ancaman.

Abu Bakar Ash-Shiddiq menuturkan, “Sesungguhnya aku meninggalkan 70 pintu kemubahan (hal-hal yang dibolehkan), karena khawatir dan takut apabila aku jatuh ke dalam dosa.” Umar bin Khattab juga mengatakan, “Sesungguhnya aku meninggalkan sembilan bagian dari sepuluh kehalalan, karena khawatir dan takut kalau-kalau aku jatuh ke dalam keharaman.” Mereka semua melakukan hal tersebut karena berusaha untuk berlaku wara’ dan berusaha untuk tidak mendekati sesuatu yang haram. 

Semua itu mereka lakukan karena meneladani akhlak Rasulullah SAW dalam sabdanya, “Semua raja itu mempunyai batas. Sesungguhnya batas Allah SWT adalah semua yang telah diharamkan-Nya. Maka barangsiapa yang berdiri di dekat batas tersebut, dikhawatirkan dia akan terperosok di dalamnya.” (HR Bukhari dan Muslim). (Syekh Abdul Qadir Al-Jailani dalam kitab Fatuhul Ghayb).

No comments:

Post a Comment