Friday, March 18, 2016

NIAT IKHLAS KARENA ALLAH

Dari Amir al-Mukminin, Abu Hafs Umar bin Khattab r.a bin Nufail bin Abd al-Uzza bin Riyah bin Abdullah bin Qurt bin Riyah bin Adi Ka’ab bin luay bin Ghalib al-Quraiys al-Adawi berkata, ”Aku pernah mendengar Rasulullah saw bersabda: “Sesungguhnya sahnya amal itu tergantung dengan niat. Setiap orang akan memperoleh dari apa yang diniatkannya. Jika seseorang itu hijrah untuk Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya tersebut diterima oleh Allah dan Rasul. Namun, jika hijrahnya itu untuk dunia yang akan diperolehnya atau wanita yang akan dinikahinya, maka hijrahnya tersebut sesuai dengan apa yang diniatkannya tersebut” (HR. Bukhari dan Muslim)

Perbuatan-perbuatan baik tidak dipandang baik oleh Allah, jika tidak disertai dengan niat yang ikhlas. Dan, niat yang ikhlas itu adalah ketetapan hati mencari keridhaan Allah dalam melakukan segala kebaikan. 

Sebagaimana sabda Rasulullah saw yang berbunyi:

وَاِنمَا لِكُلِ امْرِئٍ مَا نَوَى

Artinya: “Dan tiap-tiap orang akan mendapatkan apa yang dia niatkan”.

Dzu Nun al-Mishri menjelaskan bahwa ada tiga tanda-tanda ikhlas, yaitu:

ثَلَاثٌ مِنْ عَلَامَةِ اْلاِخْلَاصُ اِسْتَوَا اْلمَدْحَ والذم من العامة ونسيان رؤية اْلعَمَلِ فِى اْلاَعْمَالِ راقْتِضَاءُ ثَوَابِ اْلاَعْمَالِ فِى اْلاَخِرَةِ[3]

“Tanda ikhlas ada tiga: 1) pujian dan cercaan dari manusia sama saja baginya; 2) melupakan amal yang telah dilakukannya, dan 3) hanya mengharapkan ganjaran amalnya di akhirat”.

HILANGKAN KESEDIHAN DAN KEGALAUAN DENGAN DOA

Sahabat Abu Musa al-Asy'ari r.a. meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa tertimpa kesusahan atau kesedihan, maka hendaklah dia membaca doa ini: “Ya Allah, sesungguhnya aku adalah hamba-Mu, anak dari hamba-Mu. Ubun-ubunku berada dalam genggaman ‘kekuasaan’-Mu. keputusan-Mu telah berlaku atas diriku dan setiap ketentuan-Mu adil atasku.

Ya Allah, aku memohon kepada-Mu dengan segenap nama yang menjadi milik-Mu, yang mana Engkau telah menamakan diri-Mu dengannya, atau nama yang Engkau ajarkan kepada salah seorang dari makhluk-Mu,atau yang Engkau turunkan dalam kitab suci-Mu, atau yang Engkau simpan dalam pembendaharan gaib di sisi-Mu. Jadikanlah Al-Quran yang agung sebagai penuntun hatiku dan cahaya penglihatanku, penghilang kesedihan dan kesusahanku.’” (HR Ahmad).

اَللَّهُمَّ إنِّيْ عَبْدُكَ اِبْنُ عَبْدِكَ اِبْنُ أَمَتِكَ ، نَاصِيَتِيْ بِيَدِكَ ، مَاضٍ فِيَّ حُكْمُكَ ، عَدْلٌ فِيَّ فَضَاؤُكَ ، أَسْأَلُكَ اَللَّهُمَّ بِكُلِّ اسْمٍ هُوَلَكَ ، سَمَّيْتَ بِهِ نَفْسَكَ ، أَوْ عَلَّمْتَهُ أَحَدًا مِنْ خَلْقِكَ ، أَوْ أَنْزَلْتَهُ فِيْ كِتَابِكَ ، أوِاسْتَأْثَرْتَ بِهِ فِيْ عِلْمِ الْغَيْبِ عِنْدَكَ ، أَنْ تَجْعَلَ الْقُرْآنَ الْعَظِيْمَ رَبِيْعَ قَلْبِيْ ، وَنُوْرَ بَصَرِيْ ، وَجَلاَءَ حُزْنِىْ ، وَذِهَابَ هَمِّيْ .

`allahumma `inni ‘abduka `ibnu `abdika `ibnu `ammatika, nashiyati biyadika, madhin fiyya hukmuka, ‘adlun fiyya qada`uka, `as`aluk`allahumma bikullismin huwa laka, sammaita bihi nafsaka, `aw 'allamtahû ahadan min khalqika, `aw `anzaltahû fi kitabika, `awista`tsarta bihi fi ‘ilmil ghaibi ‘indaka, `an taj'alal qur`anal ‘adzima rabi'a qalbi, wanûra bashari, wajala`a huzni, wadzahaba hammi

MARI BERSIHKAN CERMIN HATI KITA

"Kalbu yang mengenal Allah seperti cermin milik pengantin wanita yang cantik. Setiap hari ia bersihkan cermin tersebut dan ia pakai sehingga tetap bening dan mengkilat”. (Syekh Ibnu Atha'illah, Al-Hikam). Sahabatku, bagaimana mungkin hati ini dapat menampung cahaya Ilahi, jika hati yang kita diselubungi debu? Kita harus terus membersihkan cermin jiwa setiap saat dan berkaca pada diri sendiri. Dengan begitu, hati akan tetap terjaga dari noda dan dosa, serta siap menerima pancaran cahaya Ilahi. Mari bercermin setiap saat, agar kita tahu baik-buruk, indah-jelek, jauh-dekat, sesuai-tak sesuai diri kita.

“Wahai Tuhan, bersihkanlah dariku seluruh kesalahanku dengan air dari salju dan hujan, sucikan kesalahan-kesalahan dari hatiku sebagaimana Engkau menyucikan kotoran dari kain putih, dan bebaskanlah aku dari kesalahan-kesalahan sebagaimana Engkau telah menghilangkan timur dan barat.” (H.R.Bukhari).

PENTINGNYA MEMPUNYAI ILMU TERLEBIH DAHULU SEBELUM BERAMAL

Sebelum mengamalkan lebih baik diawali dengan wawasan ilmu terlebih dahulu karena amalan yang banyak tanpa ilmu maka amalan itu akan Riya dan sia-sia. Karena amalan ibadah yang bersifat Riya itu bukan tertuju karena Allah dan amalannya tidak akan diterima di hadapan Allah Azza wa Jalla. 

Ilmu adalah sesuatu petunjuk arah Sedangkan amal adalah tindakan dalam melakukan suatu ibadah, jika memakai ilmu dan amal lalu mampu melakukannya dengan benar maka ilmu dan amal menjadi Hasil suatu keikhlasan yang di kerjakan dan setiap amal ibadah yang bersifat ikhlas ditujukan karena Allah maka amalan ibadah itu Akan diterima dihadapan Allah Azza wa Jalla.

Imam Al-Ghazali berkata :
Ilmu tanpa amal = GILA
Amal tanpa ilmu = SIA-SIA 

Para sahabat bertanya. “Wahai Rasulullah amal-amal apakah yang lebih utama? Rasulullah SAW bersabda; Ilmu tentang Allah Azza wa Jalla”. Lalu di tanyakan, “Ilmu apakah yang engkau kehendaki?” Beliau bersabda “Ilmu tentang Allah Azza wa Jalla”. Lalu dikatakan kepadanya, “Kami bertanya mengenai amal sedangkan engkau menjawab mengenai ilmu”. Maka beliau bersabda, “Sesungguhnya amal sedikit disertai ilmu tentang Allah itu berguna dan banyaknya amal serta bodoh mengenai Allah itu tidak berguna”. (HR. Ibnu Abdil bar)

No comments:

Post a Comment