Saya mempunyai seorang sahabat yang setiap hari mengamalkan bacaan shalawat. Dan, bila hari Jumat, dia semakin memperbanyak bacaan shalawatnya hingga puluhan ribu. Saya sangat kagum dengan sikap istiqamahnya dalam membaca shalawat. Lalu, saya beranikan diri untuk bertanya tentang pengalamannya.
"Apa yang membuatmu memilih shalawat Nabi sebagai wirid harian?"
"Sebab itu adalah perintah Allah," jawabnya ringan.
"Apa ada pengalaman lain?"
“Ah.. itu pengalaman pribadi, tidak perlu diceritakan."
"Sejak kapan kau mengamalkannya?"
"Puluhan tahun."
"Pernah mimpi bermimpi bertemu Rasul?" tanyaku mendesak.
"Sudahlah...Tak perlu bertanya itu," jawabnya mengelak.
"Kenapa? Ceritalah...Ceritakan saja pengalamanmu sobat."
"Iya...Pernah. Tapi, sudahlah, kita diskusi yang lain saja," jawabnya.
Sahabatku ini, seperti tak mau bercerita. Padahal, saya pikir, orang seperti dia pasti punya pengalaman batin yang luar biasa.
"Ceritakanlah sobat. Saya pikir ceritamu itu bisa dijadikan inspirasi dan gairah ibadah bagi yang lain," desakku. "Menurut saya, cerita pengalaman batin dengan Rasulullah itu adalah masalah yang sangat pribadi," tuturnya. "Ceritalah, sedikit saja! Mengapa dirimu istiqamah mengamalkan bacaan shalawat Nabi? Apa ada salah satu pemicunya?” "Begini... Sejak beberapa tahun lalu, saya mengamalkan shalawat Nabi. Saya merasa gelisah jika sehari tidak bershalawat. Suatu hari, saya coba untuk tidak bershalawat, tiba-tiba telinga saya berdengung. Nging...nging...nging," tuturnya. "Hahaha. Apa telingamu sakit? Sudah diperiksa ke dokter THT belum?” "Belum. Telinga saya normal.” "Lalu?"
"Sejak itu, jika sehari saya tidak banyak bershalawat, maka telanga saya langsung berdenging. Anehnya, setiap kali saya baca shalawat, berhenti dengungannya dan hati saya kembali menjadi tenang.” “Subhanallah." "Berkali-kali saya melakukan uji-coba. Jika telinga saya berdengung, lalu saya hentikan dengan shalawat. Dan, saya anggap itu sebagai signal untuk berkomunasi dari Rasulullah khusus buatku. Saya seperti dipanggil oleh Rasul setiap telinga saya berdenging"
Ketika pertama kali mendengar penjelasannya, saya tidak begitu yakin dengan signal shalawat Nabi yang dia maksud. Saya hanya berpikir bahwa mungkin itu salah satu karomah untuk para pecinta Rasulullah. Namun, suatu malam saya merasa penasaran tentang ceritanya ini. Sahabatku ini pun bukan alumnus pesantren yang tahu kitab-kitab tasawuf. Dan, akhirnya saya temukan hadis ini dalam kitab Ihya Ulumuddin, karya Imam Al-Ghazali: Rasulullah SAW bersabda:
إذا طنت أذن أحدكم فليذكرني وليصل علي، وليقل: ذكر الله بخير من ذكرني
“Jika telinga seorang dari kalian berdenging, maka sebutlah aku dan bershalawatlah atasku serta ucapkan, Semoga Allah menyebutkanya dengan kebaikan bagi orang yang menyebutku “. (HR. Ath-Thabrani)
Imam Nawawi juga pernah berkata: "Sesungguhnya telinga itu berdengung Hanya ketika datang berita baik kepada ruh bahwa Rasulullah Saw telah menyebutkan orang ( pemilik telinga yang berdengung ”Nging”) tersebut dengan kebaikan di al-mala’al a’la (majlis tertinggi) di alam ruh. Akhirnya saya bertambah yakin dengan kebenaran hadis yang dianggap dhaif dan palsu oleh Ibnu Jauzi ini. Saya bertambah yakin dengan kebenaran cerita karomah sahabatku ini, apalagi ketika menjumpai sebuah artikel yang menyebut Ibnu Khuzaimah mengatakan bahwa hadis ini hasan. Sejak saat itu, saya tidak perduli lagi dengan para pengkritik hadis-hadis tentang Ihya Ulumuddin.
Bagi saya, seluruh hadis yang terdapat dalam kitab-kitab Imam Al-Ghazali, Syekh Abdul Qadir Al-Jailani, Ibnu Arabi, Syekh Abu Hasan Asy-Syazali, Syekh Ibnu Atha'illah dan ulama dan guru sufi lainnya adalah benar. Bagi saya, bersikap kritis boleh-boleh saja, namun jika sikap seperti ini dapat mengotori hati, melahirkan adab yang buruk dan membutakan mata hati kita bisa berbahaya. Maka hendaknya, bagi kita yang merasa lemah ilmunya, mengikuti nasihat ulama adalah jalan terbaik. Agar kita tidak terjebak kebutaan ilmu, hati dan adab.
No comments:
Post a Comment