Sunday, March 20, 2016

BELAJAR ZUHUD DARI PARA ULAMA SUFI

Imam Al-kattani menegaskan, “Berbagai persoalan yang tidak pernah diperselisihkan oleh ulama Kufah, Madinah, Irak, dan Syam adalah zuhud, kemurahan hati dan memberikan nasihat kepada orang lain. Yakni, tidak satu pun dari ulama yang berpendapat bahwa persoalan-persoalan ini merupakan perilaku yang tidak terpuji". Suatu ketika Yahya bin Muadz ditanya oleh seseorang, “Kapan aku dapat memasuki pesanggrahan tawakal, memakai selendang zuhud, dan duduk bersama-sama orang yang zuhud?”

Beliau menjawab, “Jika engkau telah mampu melatih jiwamu, secara samar-samar dalam batas-batas yang seandainya Allah SWT tidak memberikan rezeki kepadamu selama tiga hari, jiwamu tidak akanmenjadi lemah. Jika engkau tidak sampai pada kedudukan ini, maka dudukmu di permadani orang-orang yang zuhud adalah sia-sia, sehingga engkau mengalami kecacatan.”

Imam Bisyr Al-Hafi pun berpendapat bahwa zuhud ibarat benda milik yang tidak memperoleh tempat kecuali di hati yang suci. Muhammad bin Asy’ats Al-Bikindi berkata, “Barang siapa yang membahas zuhud dan memberikan peringatan, tetapi dia mencintai harta mereka, maka cintanya terhadap akhirat akan dihilangkan oleh Allah SWT dari hatinya.”

Menurut suatu pendapat, jika seorang hamba Allah SWT meninggalkan kehidupan duniawi, maka Allah SWT mengutus malaikat agar dia diberi hikmah di dalam hatinya. Sebagian ulama pernah ditanya, “Untuk apa zuhud?” Beliau menjawab, “Untuk kepentingan diriku.”

Menurut Ahmad bin Hanbal, zuhud terbagi menjadi tiga, pertama meninggalkan hal yang haram, ini zuhud orang yang awam. Kedua, meninggalkan hal yang halal, ini zuhud orang yang istimewa. Ketiga, meninggalkan segala hal yang menyibukkan sehingga jauh dari Allah SWT. Ini zuhud orang yang ma’rifat”.

Ustadz Abu Ali Ad-Daqaq berkata, “sebagaimana ulama pernah ditanya, kenapa engkau zuhud?“ Dia menjawab, “Karena jika aku meninggalkan hal-hal yang banyak maka kecintaanku akan hal-hal yang sedikit akan menjadi hilang.”

Yahya bin Mu’adz mengatakan, “Dunia bagaikan pengantin perempuan. Barang siapa yang menginginkannya, bersikap lemah lembutlah kepada tukang sisir rambutnya. Orang yang zuhud akan menghitamkan muka pengantin, mencukur rambutnya, dan membakar pakaiannya. Sedangkan orang yang ma’rifat akan selalu sibuk mengingat Allah SWT tanpa menoleh kepadanya.”

Imam As-Sariy menuturkan, “Saya telah membiasakan diri terhadap-hal-hal yang berkaitan dengan zuhud. Segala sesuatu yang kuinginkan telah kuperoleh kecuali meninggalkan orang banyak. Karena itu, aku belum sampai dan belum memperolehnya.” (Disarikan dari Risalah Qusyairiah, karya Imam Al-Qusyairi).

No comments:

Post a Comment