Syekh Abdul Qadir Al-Jailani memberi nasehat: “Barang siapa yang memperlakukan Allah dengan penuh keikhlasan dan ketulusan, berarti ia telah mencampakkan segala sesuatu selain-Nya di pagi dan sore. Wahai manusia, jangan engkau mengaku-aku apa yang tidak engkau miliki. Tauhidkan lah Allah dan jangan sekutukan Dia dengan sesuatu pun! Demi Allah, sesungguhnya panah takdir-Nya hanya membuatmu lecet saja dan tak akan sampai mematikanmu. Dan, siapa pun yang mem-fana-kan diri demi Allah, maka ia akan memperoleh ganti dari-Nya.
Ketahuilah, jika kalian tidak mengakui qadha dan takdir, ia tetap akan mengenaimu. Ia tak akan memilah-milah kalbu sampai ia terpilih dan menjadi seperti anjing yang terus menunggu di depan pintu dan berseru: “Wahai jiwa yang tenang, kembalikah pada Rabbmu dengan keridhaan dan ridha-Nya.”
Ketika itulah kalu akan masuk ke Hadirat Allah dan Dia menjadi Ka’bah dalam thawaf. Allah pun akan menyingkapkan kebesaran Kerajaan-Nya di hadapannya, menempatkannya di kemah kedekatan dan memancangkannya di samping kerajaan. Ia disalami dan disapa selalu, dan mendengar panggilan di Ar-Rafiq al-‘Ala’: “Hamba-Ku dan seluruh hamba-Ku, engkau adalah untuk-Ku dan Aku adalah untukmu.” Jika persandingan bersama Sang Raja berlangsung lama, maka ia pun akan diangkat menjadi tangan kanan Raja (Bithanah Al-Mulk) dan khalifah-Nya dalam mengurusi rakyatnya, juga menyimpan rahasia-rahasianya.
Dia akan mengirimnya ke lautan untuk menyelamatkan orang-orang yang tenggelam, atau mengirim ke daratan untuk membimbing orang-orang yang tersesat. Jika ada mayat yang lewat di hadapannya, maka ia bisa menghidupkannya. Jika ada seorang pemaksiat, maka ia akan mengingatkannya. Jika ada orang yang jauh dari Allah, maka ia akan mendekatkannya. Jika melewati orang yang menderita, maka ia akan membahagiakannya.
Wali adalah ghulam (anak muda) Badal. Badal adalah ghulam Nabi, lalu Nabi adalah ghulam Rasulullah SAW. Permisalan perwalian seperti hulubalang-hulubalang kerajaan dan tangan kanan Raja yang terus mendampinginya, kecuali ia ingin memilih kesendiriannya, maka pengantin mereka pun berlalu. Malam adalah ranjang raja mereka. Siang mengagungkan mereka. Anakku, jangan engkau ceritakan mimpimu kepada saudara-saudaramu!” (Syekh Abdul Qadir Al-Jailani dalam kitab Adab As-Suluk wa At-Tawassul ila Manazil Al-Muluk).
No comments:
Post a Comment