“Barang siapa mengetahui rahasia para hamba, namun tidak meniru sifat kasih sayang Tuhan, maka pengetahuannya menjadi ujian baginya dan sebab datangnya bencana.” (Syekh Ibnu Atha’illah dalam kitab Al-Hikam).
Syekh Abdullah Asy-Syarqawi menjelaskan bahwa barang siapa mengetahui rahasia para hamba, tetapi tidak meniru sifat rahmat Allah, seperti menutupi aib orang-orang yang berdosa, bersabar atas orang-orang yang zalim, memaafkan orang-orang yang bodoh, berbuat baik kepada orang yang berlaku buruk, dan menyayangi para hamba Allah, maka pengetahuannya tentang rahasia hamba itu akan menjadi fitnah dan ujian baginya.
Sebab, hal tersebut dapat mendorongnya melihat dirinya sendiri dan mengagungkan keadaannya, sombong dengan amalnya, dan congkak di hadapan orang lain. Ini adalah cobaan yang paling besar bagi dirinya. Bahkan, dapat menjadi sebab datangnya bencana kepadanya, karena ia telah mengaku-aku memiliki sifat Allah dan menandingi-Nya dalam kesombongan dan keagungan. Inilah bencana paling besar, kehinaan dan peringatan yang paling keras.
Diriwayatkan bahwa ketika Allah memperlihatkan kerajaan langit dan bumi kepada Nabi Ibrahim a.s., beliau mendatangi seorang lelaki yang sedang melakukan maksiat terhadap Allah. Nabi Ibrahim pun mendoakan agar orang itu celaka hingga orang itu pun akhirnya binasa. Ibrahim lalu mendoakan orang lain yang berbuat sama dengannya, maka semuanya pun binasa.
Allah lalu berfirman kepada Nabi Ibrahim, “Wahai Ibrahim, engkau adalah orang yang doanya selalu dikabulkan. Jangan kau doakan celaka hamba-hamba-Ku karena diri-Ku, mereka akan terbagi ke dalam tiga keadaan: seorang hamba dari mereka bertobat kepada-Ku dan Aku pun menerima tobatnya; Kukeluarkan darinya nyawa yang bertasbih kepada-Ku; atau Kubangkitkan dia dan Kuhadapkan kepada-Ku. Jika Aku mau, Aku akan memberinya ampunan. Jika Aku berkehendak, Aku akan menghukumnya.”
Ada yang mengatakan bahwa inilah sebab mengapa Allah memerintahkan Ibrahim untuk menyembelih anaknya, yaitu karena Allah begitu menyayangi hamba-hamba-Nya, seperti Ibrahim menyayangi anaknya. Kesimpulannya, mukasyafah itu adalah nikmat Allah SWT atas seorang murid. Cara mensyukurinya adalah dengan menutupi aib hamba atau memaafkannya.” (Syekh Ibnu Atha’illah dalam kitab Al-Hikam, dengan syarah oleh Syekh Abdullah Asy-Syarqawi).
No comments:
Post a Comment