Qiro’ah Sab’ah atau Qiro’ah tujuh adalah macam cara membaca Al-Qur’an yang berbeda. Disebut Qiro’ah tujuh karena ada tujuh imam Qiro’ah yang terkenal masyhur yang masing-masing memiliki langgam bacaan tersendiri. Tiap imam Qiro’ah memiliki dua orang murid yang bertindak sebagai perawi dan tiap perawi tersebut juga memiliki perbedaan dalam cara membaca Al-Qur’an, sehingga ada empat belas cara membaca Al-Qur’an yang masyhur.
Perbedaan cara membaca itu sama sekali bukan dibuat-buat, baik dibuat oleh imam Qiro’ah maupun oleh perawinya. Cara membaca tersebut merupakan ajaran Rasulullah dan memang seperti itulah Al-Qur’an diturunkan. Adapun landasannya terdapat pada dua hadits berikut :Jibril membacakan (Al-Qur’an) kepadaku dengan satu huruf. Kemudian berulang kali aku meminta agar huruf itu ditambah, dan ia pun menambahnya kepadaku sampai dengan tujuh huruf. (HR Bukhari – Muslim)
Dari Umar bin Khathab, ia berkata, “Aku mendengar Hisyam bin Hakim membaca surat Al-Furqon di masa hidup Rasulullah. Aku perhatikan bacaannya. tiba-tiba ia membaca dengan banyak huruf yang belum pernah dibacakan Rasulullah kepadaku, sehingga hampir saja aku melabraknya di saat ia shalat, tetapi aku urungkan.
Maka, aku menunggunya sampai salam. Begitu selesai, aku tarik pakaiannya dan aku katakan kepadanya, ‘siapakah yang mengajarkan bacaan surat itu kepadamu?’ ia menjawab, ‘Rasulullah yang membacakannya kepadaku. lalu aku katakan kepadanya, ‘kamu dusta! demi Allah, Rasulullah telah membacakan juga kepadaku surat yang sama, tetapi tidak seperti bacaanmu. kemudian aku bawa dia menghadap Rasulullah, dan aku ceritakan kepadanya bahwa aku telah mendengar orang ini membaca surat Al-Furqon dengan huruf-huruf (bacaan) yang tidak pernah engkau bacakan kepadaku, padahal engkau sendiri telah membacakan surat Al-Furqon kepadaku.
Maka Rasulullah berkata, ‘lepaskanlah dia, hai Umar. bacalah surat tadi wahai Hisyam!’ Hisyam pun kemudian membacanya dengan bacaan seperti kudengar tadi. Maka kata Rasulullah, ‘begitulah surat itu diturunkan.’ ia berkata lagi, ‘bacalah, wahai Umar!’ lalu aku membacanya dengan bacaan sebagaimana diajarkan Rasulullah kepadaku. Maka kata Rasulullah, ‘begitulah surat itu diturunkan. Sesungguhnya Al-Qur’an itu diturunkan dengan tujuh huruf, maka bacalah dengan huruf yang mudah bagimu di antaranya.’” (HR Bukhari, Muslim, Abu Dawud, An-Nasa’i, At-Tirmidzi, Ahmad, dan Ibnu Jarir)
Mengenai makna dari ‘tujuh huruf’ tersebut dua pendapat yang kuat. Pertama adalah tujuh macam bahasa dari bahasa-bahasa arab mengenai satu makna: Quraisy, Hudzail, Saqif, Hawazin, Kinanah, Tamim, dan Yaman. Kedua adalah tujuh macam perbedaan: perbedaan isim, perbedaan fi`il, perbedaan i`rab, perbedaan taqdim dan ta’khir, perbedaan naqis dan ziyadah, perbedaan ibdal, dan perbedaan lahjah (tafkhim – tarqiq, fathah – imalah, idzhar – idgham, hamzah – tashil, mad – qashr, isymam).
Hikmah diturunkannya Al-Qur’an dengan tujuh huruf antara lain: Memudahkan bacaan dan hafalan bagi bangsa ummi. Bukti kemukjizatan Al-Qur’an dari sisi kebahasaan orang arab, dan kemukjizatan dalam aspek makna dan hukum (ketujuh huruf tersebut memberikan deskripsi hukum yang dikandung Al-Qur’an dengan lebih komprehensif dan universal).
Sampai bahasan di sini menjadi jelas bahwa yang dimaksud dengan ‘tujuh huruf’ bukanlah ‘Qiro’ah Tujuh’. Oleh karena itu, anggapan bahwa ‘tujuh huruf’ menjelaskan huruf pertama adalah Qiro’ah imam Nafi’, huruf kedua adalah Qiro’ah imam ‘Ashim, dan seterusnya yang mengasosiasikan ‘tujuh huruf’ dengan tujuh imam Qiro’ah adalah pendapat yang keliru.
Definisi dari Qiro’ah adalah Ilmu yang membahas tentang tata cara pengucapan Al-Qur’an berikut cara penyampaiannya, baik yang disepakati (ulama ahli Al-Qur’an) maupun yang terjadi perbedaan pendapat, dengan menisbatkan setiap wajah bacaannya kepada seorang imam Qiro’ah. hal ini sama sekali berbeda dengan Qiro’ah yang berarti cara melagukan bacaan Al-Qur’an.
Syarat sah suatu Qiro’ah agar dapat diterima adalah: Sanad yang mutawatir, cocok dengan Rasm Utsmani, serta cocok dengan kaidah bahasa arab. Tingkatan sanad Qiro’ah antara lain:
Mutawattir (sanad shahih, perawi banyak dan bersambung sampai Rasulullah),
Masyhur (perawi tidak sebanyak mutawattir),
Ahad (sanad shahih, tidak cocok dengan Rasm Utsmani dan kaidah bahasa arab),
Syadz (sanad tidak shahih),
Mudraj (sisipan),
Maudhu` (buatan).
Qiro’ah yang aman dan boleh untuk diamalkan adalah Qiro’ah yang mutawattir dan masyhur.
Urgensi Qiro’ah adalah menjaga kelestarian Al-Qur’an sebagaimana ia diturunkan. Ulama menentukan hukum mempelajari, mengajarkan, dan mengamalkan Qiro’ah yaitu fardhu kifayah. Terkait hal ini, Majelis Ulama Indonesia pernah mengeluarkan fatwa pada tahun 1983 yang berisi: Qiro’ah tujuh adalah sebagian dari ulumul Al-Qur’an yang wajib dikembangkan dan dipertahankan eksistensinya; Pembacaan Qiro’ah tujuh dilakukan pada tempat-tempat yang wajar oleh pembaca yang berijazah.
Hikmah Qiro’ah tujuh antara lain: Menunjukkan terpeliharanya Al-Qur’an dari perubahan dan penyimpangan, meringankan dan memudahkan umat Islam untuk membaca Al-Qur’an, bukti kemukjizatan Al-Qur’an dari segi kepadatan makna (ijaz), saling menjelaskan perkara yang global di antara Qiro’ah. Oleh karena itu, salah satu kaidah penafsiran adalah dengan mengkaji ilmu Qiro’ah untuk memperoleh makna dari suatu ayat.
Sudah disebutkan bahwa ada tujuh imam Qiro’ah dan empat belas perawi dengan sanad mutawattir yang bacaannya masyhur. Mereka dipilih karena ketinggian ilmu, sifat amanah, dan lamanya mendalami Qiro’ah. Ketujuh imam (bersama perawinya) adalah:
Abu `Amru bin Al-Ala’ (perawinya adalah Ad-Duri dan As-Susi)
Ibnu Katsir (perawinya adalah Al-Bazzi dan Qumbul)
Nafi` Al-Madani (perawinya adalah Qalun dan Warsy)
Ibnu Amir Asy-Syami (perawinya adalah Hisyam dan Ibnu Dzakwan)
`Ashim Al-Kufi (perawinya adalah Syu`bah dan Hafsh). Qiro’ah imam ashim riwayat hafsh inilah yang biasa kita baca.
Hamzah Al-Kufi (perawinya adalah Khalaf dan Khalad)
Al-Kisa’i Al-Kufi (perawinya adalah Abul Harits dan Ad-Duri)
Dalam Qiro’ah juga dikenal apa yang disebut tariqah. Tariqah berarti jalan pengambilan ilmu Qiro’ah. Ada beberapa ulama yang mengumpulkan dan mengkaji ilmu Qiro’ah, diantaranya: Asy-Syatibi dengan kitabnya ‘Hirzul Amani wa Wajhut Tahani’ (disebut Tariqah Syatibiyah), dan Al-Jazari dengan kitabnya ‘Al-Misbah’ dan ‘Al-Kamil’ (disebut Tariqah Jazariyah)
No comments:
Post a Comment