Tuesday, January 7, 2014

KHUTBAH AIDIL FITRI: AL-QURAN SEBAGAI PETUNJUK HIDUP

Oleh: H. Edy Mulyadi, Ketua Majelis Tabligh dan Dakwah Korps Muballigh Jakarta (KMJ), Ketua PP Badan Koordinasi Muballigh se-Indonesia (BAKOMUBIN)


الله أكبر الله أكبر الله أكبر و لله الحمد. الله أكبر كبيرا و الحمد لله كثيرا و سبحان الله بكرة و أصيلا. لآإله إلا الله و لا نعبد إلا إياه مخلصين له الدين ولو كره الكافرون
لآإله إلا الله وحده صدق وعده و نصر عبده و أعز جنده و هزم الأحزاب وحده
لآإله إلا الله الله أكبر الله أكبر و لله الحمد
الحمد لله الذي ألف بين قلوبنا فأصبحنا بنعمته إخوانا. الحمد لله الذي أرسل رسوله بالهدى و دين الحق ليظهره على الدين كله ولو كره المشركون. أشهد أن لآإله إلا الله و أشهد أن محمدا رسول الله. اللهم صلي على محمد و على آله و أصحابه و أنصاره و جنوده و من تبعهم بإحسان إلى يوم الدين
فقال الله تعالى في كتابه الكريم: أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيطَانِ الرَّجِيْمِ
شَهۡرُ رَمَضَانَ ٱلَّذِيٓ أُنزِلَ فِيهِ ٱلۡقُرۡءَانُ هُدٗى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنَٰتٖ مِّنَ ٱلۡهُدَىٰ وَٱلۡفُرۡقَانِۚ ١٨٥
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ

الله أكبر الله أكبر الله أكبر و لله الحمد
الله أكبر الله أكبر الله أكبر و لله الحمد

Ma’asyiral muslimin wal muslimat rahimakumullah.

Alhamdulillah, kita panjatkan segala puji dan syukur bagi Allah SWT. Allah satu-satunya Tuhan. Itu artinya, tidak ada tuhan selain Dia. Tidak ada satu pun atau siapa pun yang pantas, yang berhak, yang layak, dan yang wajib kita ibadahi selain Allah. Peribadahan dan penghambaan hanya kita pasrahkan kepada Allah SWT. Allah Sang Pencipta dan Pemilik jagat raya, pemelihara langit cakrawala dan bumi seisinya. Inilah tauhid, inti ajaran para rasul sejak Adam AS hingga Rasulullah Muhammad SAW. Tauhid yang harus kita pegang dengan teguh sampai kapan pun dan apa pun konsekwensinya.

Kasih sayang Allah tak terkira dan tak terhingga. Karunia-Nya ada pada setiap tarikan nafas makhlukNya. Alhamdulillah, kasih sayang Allah pula yang memungkinkan kita pagi ini berkumpul bersama mengikuti shalat Idul Fitri, dengan hanya berharap ridha ilahi. Sungguh berbahagialah segenap insan yang telah menikmati berkah Ramadhan secara hakiki. Semoga kita terpilih di antara hamba-hamba-Nya yang mukmin sejati. Aamiin ya robbal ‘aalamiin.

Semoga puasa kita adalah puasa yang dikabulkan. Shalat kita adalah shalat yang diperkenankan. Zakat, shadaqah, dan infaq kita adalah zakat, shadaqah, dan infaq yang diabadikan. Tadarrus Al-Quran kita adalah tadarrus yang berbalas ganjaran. Serta seluruh rangkaian ibadah sepanjang hari-hari Ramadhan adalah ibadah yang tercatat dalam timbangan kebaikan. Agar dengan demikian kita layak memperoleh ridhaNya yang amat berharga. Aamiin, yaa robbal ‘aalamiin.

الله أكبر الله أكبر الله أكبر و لله الحمد

Ma’asyiral muslimin wal muslimat rahimakumullah

Ramadhan yang baru saja berlalu disebut juga Syahrul Quran. Hal ini disebabkan karena al Quran memang untuk pertama kalinya diturunkan di bulan Ramadhan. Firman Allah SWT:

شَهۡرُ رَمَضَانَ ٱلَّذِيٓ أُنزِلَ فِيهِ ٱلۡقُرۡءَانُ هُدٗى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنَٰتٖ مِّنَ ٱلۡهُدَىٰ وَٱلۡفُرۡقَانِۚ ١٨٥

Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). (QS Al Baqoroh : 185)

Penggalan ayat ini dengan amat benderang menjelaskan kepada kita, bahwa al Quran Allah turunkan dengan maksud untuk menjadi petunjuk bagi manusia. Maka pertanyaan besarnya adalah, bagaimana kita menyikapi al Quran yang merupakan hadiah yang sangat agung dari Allah buat kita? Sudahkah kita menjadikan al Quran sebagai petunjuk hidup kita?

Hari ini memang bisa dikatakan ada al Quran di setiap rumah muslim. Tapi pertanyaannya, bagaimana peran al Quran di masing-masing rumah itu? Di mana kita meletakkan al Quran? Di tumpukan koran dan majalah bekas? Di antara barang-barang tak terpakai di gudang-gudang yang kotor dan berdebu?

Baiklah, mungkin al Quran itu ada di rak-rak buku kita. Berjajar rapi. Tapi, kapankah terakhir kita menyentuhnya? Atau jangan-jangan itu terjadi dulu sekali. Jangan-jangan al Quran kita itu masih sangat mulus dan bagus. Tidak ada selembar halaman pun yang terlipat? Tidak ada sehelai pun coretan pulpen atau stabilo sebagai tanda kita mengyimak dan membuat catatan-catatan kecil? Begitukah cara kita memperlakukan al Quran?

Kapankah kita terakhir kali membaca al Quran? Bagaimana mungkin al Quran akan menjadi petunjuk hidup, bila kita tidak pernah membacanya? Petunjuk seperti apa yang kita harapkan dari al Quran yang tidak pernah kita baca? Bagaimana al Quran bisa memberi kita petunjuk, bila kita tidak pernah bercengkrama dengannya?

Mengapa kita tidak kunjung membacanya?

‘Aidzin wal ‘aidzat yang dirahmati Allah

Kalau kita membeli mobil, maka selain menerima mobil, STNK, BKPB, dan perlangkapan lainnya, kita juga dapat buku petunjuk atau manual guide-nya. Dari buku itu kita tahu hal-ihwal mobil yang kita beli. Termasuk tata cara mengemudikan, merawat dan memperbaiki jika rusak. Buku itu kita baca, kita pelajari, dan kita praktikkan. Semua itu kita lakukan karena kita percaya, buku berisi petunjuk itu benar isinya karena diterbitkan oleh perusahaan pembuat mobil yang kita beli.

Kalau kita sakit, maka kita akan datang ke dokter untuk berobat. Untuk itu kita harus membayar jasa dokter. Setelah melakukan pemeriksaan dan diagnosis, dokter memberikan resep. Selanjutnya kita ke apotik untuk menebus resep obat. Sekali lagi, kita harus membayar. Semua itu kita lakukan karena kita percaya dokter, kita percaya obat yang diresepkan akan membuat sembuh.

Anehnya, kalau untuk buku petunjuk mobil kita percaya, kita pelajari, dan kita terapkan kenapa untuk al Quran tidak? Kalau kepada dokter kita percaya dan mematuhi petunjuk resepnya, kenapa untuk al Quran tidak? Padahal, baik pabrik mobil maupun dokter bisa saja salah, bahkan sangat mungkin keliru. Tapi kok kita percaya bulat-bulat? Kenapa kepada al Quran kita justru ragu? Kita jarang membacanya. Kita jarang mempelajari dan mehaminya. Kita nyaris tidak pernah mempraktikkannya. Kenapa?

Bukankah Allah adalah Zat Yang Maha Benar? Allah adalah Zat Yang Maha Suci dari segala kesalahan dan kekurangan. Allah juga Maha Rahman dan Maha Rahim. Allah telah memberi kita begitu banyak nikmat dan karunia yang terus-menerus dan tidak berkesudahan.

Apa yang terjadi dengan kita? Mengapa kita begitu mengabaikan al Quran? Apakah kita ragu akan kebenaran al Quran? Apakah kita berpendapat al Quran hanya cocok dan pas untuk masa silam dan tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman?

Bukankah Allah SWT telah berfirman:

ذَٰلِكَ ٱلۡكِتَٰبُ لَا رَيۡبَۛ فِيهِۛ هُدٗى لِّلۡمُتَّقِينَ ٢

Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa. (QS Al Baqoroh:2).

Juga di ayat yang lain, Allah SWT bahkan menantang siapa saja yang masih meragukan kebenaran al Quran:

وَإِن كُنتُمۡ فِي رَيۡبٖ مِّمَّا نَزَّلۡنَا عَلَىٰ عَبۡدِنَا فَأۡتُواْ بِسُورَةٖ مِّن مِّثۡلِهِۦ وَٱدۡعُواْ شُهَدَآءَكُم مِّن دُونِ ٱللَّهِ إِن كُنتُمۡ صَٰدِقِينَ ٢٣ فَإِن لَّمۡ تَفۡعَلُواْ وَلَن تَفۡعَلُواْ فَٱتَّقُواْ ٱلنَّارَ ٱلَّتِي وَقُودُهَا ٱلنَّاسُ وَٱلۡحِجَارَةُۖ أُعِدَّتۡ لِلۡكَٰفِرِينَ ٢٤

Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang Al Quran yang Kami wahyukan kepada hamba Kami (Muhammad), buatlah satu surat (saja) yang semisal Al Quran itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar. Maka jika kamu tidak dapat membuat(nya) — dan pasti kamu tidak akan dapat membuat(nya), peliharalah dirimu dari neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu, yang disediakan bagi orang-orang kafir. (QS Al Baqoroh:23-24).

الله أكبر الله أكبر الله أكبر و لله الحمد

Kaum muslimin dan muslimat yang berbahagia

Untuk bisa menjadi petunjuk hidup, tidak bisa tidak, al Quran haruslah DIBACA. Begitu sayangnya Allah kepada kita, bahkan ‘hanya’ dengan membaca al Quran, kita dilimpahi pahala.

Dari Abdullah bin Mas`ud, dia berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa yang membaca satu huruf dari Kitabullah (Al-Qur`an) maka baginya satu kebaikan. Dan satu kebaikan akan dilipatgandakan dengan sepuluh kali lipat. Saya tidak mengatakan Alif lam mim itu satu huruf, tetapi Alif itu satu huruf, Lam itu satu huruf, dan Mim itu satu huruf.” (HR At Tirmidzi dan berkata, “Hadits hasan shahih).

“Orang yang mahir membaca Al-Qur’an, dia berada bersama para malaikat yang terhormat dan orang yang terbata-bata di dalam membaca Al-Qur’an serta mengalami kesulitan, maka baginya dua pahala…” (HR Muslim, dari hadits Aisyah RA no. 244-(898), kitab Al-Musafirin wa Qashruha, bab. 38]

Dua pahala bagi muslim yang bacaannya terbata-bata adalah imbuan agar setiap muslim terus rajin membaca walaupun masih terbata-bata. Dua pahala di sini maksudnya adalah pahala membaca dan pahala susah payahnya. Allah tidak akan menyia-nyiakan kesulitan upayanya dalam membaca.

Sayangnya, al Quran tidak akan bisa menjadi petunjuk, kalau kita tidak mengerti yang kita baca. Pahala memang, in sya Allah, akan terus mengalir bagi setiap muslim yang membacanya. Tapi, al Quran harus dimengerti agar bisa menjadi petunjuk. Bagaimana mungkin kita bisa menjadikannya petunjuk jika kita tidak mengerti yang kita baca?

Syukurlah, sekarang sudah amat banyak al Quran yang dicetak disertai terjemahannya. Ini sangat menolong kita, terutama yang tidak mahir bahasa Arab. Dengan membaca ayat-ayatnya, lalu kita baca terjemahnya, maka kita jadi mengerti. Saat membaca alhamdulillahi robbil ‘alamin, kita mengerti artinya adalah segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam. 

NAMUN demikian, cukupkah kita berharap al Quran bisa menjadi petunjuk setelah kita mengerti artinya? Ternyata tidak cukup. Karena selain mengerti terjemahannya, kita juga harus MEMAHAMI makna yang terkandung di dalamnya. Ada perbedaan mendasar antara mengerti dan memahami.
Kita memang mengerti, bahwa alhamdulillahi robbil ‘alamin artinya segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam. Namun sudahkah kita memahami, bahwa dengan “segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam” berarti bahwa semua dan seluruh pujian HANYA bagi Allah SWT? Maknanya, tidak ada lagi pujian yang tersisa.

Kalimat ini semakna dengan contoh; Di atas meja ada 10 butir jeruk. Kalau saya ambil SEMUA jeruk itu. Maka tidak ada lagi jeruk yang tersisa di atas meja. Juga sama maknanya dengan di atas meja ada 10 butir jeruk. Kalau saya ambil SELURUH jeruk itu. Maka tidak ada lagi jeruk yang tersisa di atas meja.

Begitu juga dengan alhamdulillahi robbil ‘alamin yang artinya segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam. Segala, seluruh, dan semua pujian hanya bagi Allah, yang lainnya tidak kebagian lagi karena sudah habis.

Konsekwensi lebih lanjut dari pemahaman ini, akan berakibat siapa pun selain Allah tidak berhak, tidak layak, tidak pantas, dan tentu saja, tidak wajib dipuji. Saya, orang tua saya, bos saya, lurah, camat, bupati/walikota, gubernur, menteri, presiden… semuanya tidak berhak, tidak layak, tidak pantas, dan tentu saja, tidak wajib dipuji. Oleh karena itu, siapa pun juga tidak boleh merasa berhak dan pantas dipuji apalagi sampai menuntut pujian.

Mengapa hanya Allah yang pantas, layak, berhak, dan wajib dipuji? Karena Allah telah membuktikan berkinerja dan berprestasi dengan sangat luar biasa. Allah telah menciptakan alam semesta raya. Allah menciptakan langit, bumi, bintang, bulan, matahari, ratusan miliar galaksi, dan yang lainnya.

Allah telah menciptakan alam semesta raya tidak kurang dari 19 miliar tahun yang lalu. Dan selama itu pula Allah juga mengurus, memelihara, dan menjaga semua ciptaannya secara terus-menerus tanpa sedikit pun merasa kerepotan. Bisakah kita membayangkan betapa dahsyatnya Allah? Bukankah dengan ini saja Allah memang benar-benar berhak, layak, pantas, dan wajib dipuji? Adakah selain Allah yang mampu melakukannya?

Bagaimana dengan kita, manusia? Prestasi seperti apakah yang layak kita banggakan, sehingga dengan itu kita merasa pantas memperoleh pujian? Mungkin saja kita cantik, tampan, pandai, kaya raya, gagah perkasa, dan berkuasa. Tapi, cobalah berhenti sejenak. Dari manakah semua itu? Bukankah semua itu adalah anugrah dari Allah Yang Maha Rahman dan Rahim?

Bahkan seandainya pun kita adalah seoarang ‘alim, ahli ibadah, yang selalu ruku dan sujud kepada Allah. Ketika kita bangun malam untuk ke kamar mandi dan mengambil wudhu untuk bermunajat kepadaNya, kaki dari siapakah yang kita gunakan melangkah? Tubuh dan anggota badan pemberian siapakah yang kita bersihkan? Air karunia siapakah yang kita gunakan untuk membasuh?

Ketika kita berdiri menghadap kiblat, tangan terangkat untuk bertakbir, tangan dari manakah itu? Lidah pemberian siapakah yang kita gunakan saat melafalkan “Allahu akbar” dan bacaan-bacaan lain? Suara pemberian siapakah yang terdengar saat kita melantun ayat-ayat suci al Quran?
Bukankah semua tadi pada akhirnya berasal dari Allah? Bukankah kesalehan kita pun pada hakekatnya menggunakan fasilitas dan sarana yang Allah pinjamkan? Kalau begitu, masih adakah yang layak kita banggakan sebagai sebuah prestasi? Dengan demikian, masihkah kita merasa layak, pantas, berhak, bahkan wajib menerima pujian? Itulah sebabnya setiap pujian yang datang, kita harus segera kembalikan kepada Allah. Kita ucapkan alhamdulillahi robbil ‘alamiin.

Saya sengaja berhenti di sini dengan uraian agak panjang lebar, untuk berbicara tentang keharusan kita MEMAHAMI al Quran. Jadi, untuk menjadi petunjuk al Quran tidak bisa tidak memang harus dibaca, dimengerti, dan dipahami.

Selanjutnya, masih ada satu lagi tahapan yang harus kita lakukan agar al Quran benar-benar bisa menjadi petunjuk. Yaitu, MENGAMALKAN. Membaca, mengerti, dan memahami al Quran akan sama sekali sia-sia bila tidak kita amalkan. Justru hal ini akan megundang kemurkaan Allah, bila kita tidak mampu menyatukan perkataan dan perbuatan.

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لِمَ تَقُولُونَ مَا لَا تَفۡعَلُونَ ٢ كَبُرَ مَقۡتًا عِندَ ٱللَّهِ أَن تَقُولُواْ مَا لَا تَفۡعَلُونَ ٣

Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan. Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan. (QS Ash Shaf:2-3).

الله أكبر الله أكبر الله أكبر و لله الحمد

Bapak-bapak, Ibu-ibu dan Saudara-saudara yang saya hormati.

Kembali ke pertanyaan besar tadi, sudahkah kita menjadikan al Quran sebagai petunjuk? 

Bagaimana al Quran bagi istri-istri kita? Apa artinya al Quran bagi anak-anak kita? Dan, bagaimana al Quran bagi kita, para suami dan para bapak?

Ayatnya sangat gamblang, terang-benderang, menjelaskan bahwa al Quran diturunkan sebagai petunjuk bagi manusia. Bahkan, informasi ini sudah ada sejak halaman-halaman awal al Quran.

ذَٰلِكَ ٱلۡكِتَٰبُ لَا رَيۡبَۛ فِيهِۛ هُدٗى لِّلۡمُتَّقِينَ ٢

Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa. (QS. Al Baqoroh:2).

Di bagian ini Allah dengan sangat jelas menyebutkan, bahwa al Quran adalah petunjuk bagi orang-orang bertaqwa. Tidak perlu menjadi cerdas dan berpendidikan tinggi untuk memahaminya, bahwa untuk menjadi taqwa harus menjadikan al Quran sebagai petunjuk. Omong kosong bisa menjadi taqwa dengan mengabaikan al Quran. Bohong besar bisa menjadi taqwa tanpa menjadikan al Quran sebagai petunjuk.

Lagi pula, bukankah kita selalu meminta petunjuk jalan yang lurus kepada Allah? Sadarkah kita, bahwa sedikitnya 17 kali sehari kita memohon petunjuk jalan yang lurus kepada Allah? Bukankah dalam setiap rakaat shalat-shalat kita membaca:

Tunjukilah kami jalan yang lurus. (yaitu) Jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat. (QS. Al fatihah:6-7)

Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang memberikan jalan yang lurus seperti yang kita minta. Kita juga diminta mematuhi jalan lurus itu. Pada saat yang sama, Allah melarang kita, jangan sampai mengikuti jalan-jalan lain yang justru akan menceraiberaikan kita dari jalanNya yang lurus.

Dan inilah jalanKu yang lurus. Maka ikutilah Dia. Janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu akan menceraiberaikan kamu dari jalanNya. Yang demikian itu Allah perintahkan agar kamu bertakwa. (QS Al An’am:153).

Satu hal yang harus kita pahami dengan baik, bahwa al Quran diturunkan untuk menjadi petunjuk hidup. Ini artinya, al Quran dan al Islam menjadi pedoman kita dalam seluruh aktivitas kehidupan kita. 24 jam penuh!

Dalam 24 jam itu ada shalat, zakat, puasa, haji, infaq, sedekah, shalat dhuha, shalat malam, dan lainnya. Semuanya berdasarkan petunjuk ajaran Islam. Tapi selain itu, dalam 24 jam juga ada urusan meja makan, kamar mandi, urusan tempat tidur, urusan memotong kuku, mencukur kumis, memelihara jenggot, dan lainnya. Semuanya itu harus berdasarkan petunjuk al Quran, petunjuk ajaran Islam.

Dalam 24 jam itu juga ada urusan berkeluarga, bertetangga, dan bermasyarakat. Semuanya itu harus berdasarkan petunjuk Islam. Dan…, dalam 24 jam itu juga ada urusan bernegara. Dimulai bagaimana memilih pemimpin, mengelola sumber daya manusia (SDM), mengatur birokrasi, memanfaatkan sumber daya alam (SDA), dan lainnya. Semua itu pun, seharusnya berdasarkan petunjuk al Quran, berdasarkan ajaran Islam.

Inilah Islam. Karena Islam bukan hanya ajaran yang mengatur bagaimana hubungan kita dengan Allah semata. Islam adalah agama yang lengkap dan sempurna.

ٱلۡيَوۡمَ أَكۡمَلۡتُ لَكُمۡ دِينَكُمۡ وَأَتۡمَمۡتُ عَلَيۡكُمۡ نِعۡمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ ٱلۡإِسۡلَٰمَ دِينٗاۚ٣

…Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Aku cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu… (QS al Maaidah:3)

Begitu sempurnanya Islam, sehingga Allah memerintahkan kita untuk memeluk dan mengamalkannya dengan kaaffah, dengan total, keseluruhan.

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱدۡخُلُواْ فِي ٱلسِّلۡمِ كَآفَّةٗ وَلَا تَتَّبِعُواْ خُطُوَٰتِ ٱلشَّيۡطَٰنِۚ إِنَّهُۥ لَكُمۡ عَدُوّٞ مُّبِينٞ ٢٠٨

Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu. (QS al Baqoroh:208).

Sayang sekali, selama ini kita hanya mengambil ajaran Islam untuk keperluan seputar masjid, mushola, atau surau-surau belaka. Islam dalam pemahaman kita cuma sebatas soal-soal shalat, zakat, puasa, dan haji. Kalau pun harus melintasi masjid, mushola, atau surau-surau, Islam hanya sampai di kantor-kantor urusan agama (KUA), yaitu seputar nikah, talak, cerai, dan rujuk. Kalau pun melintasi KUA, maka hanya bermuara di taman-taman pemakaman umum (TPU).

Selebihnya, syariat Islam tidak boleh kita bawa untuk soal-soal di luar tersebut. Jangan pernah bawa Islam untuk berkegiatan ekonomi karena kita memakai sistem kapitalisme dan liberalisme. Jangan bawa Islam dalam kehidupan bermasyarakat, karena kita menerapkan sistem sosialisme. Jangan bawa sistem Islam dalam bernegara, karena kita memakai demokrasi. Islam, silakan kembalikan ke masjid-masjid, mushola-mushola, dan surau-surau saja. Islam hanya untuk urusan-urusan privat, hubungan individu dengan Tuhannya belaka.

Padahal, bukankah Allah sudah memerintahkan kita untuk mengkuti jalanNya yang lurus (al Islam)? Lalu, pada satu tarikan nafas berikutnya, Allah melarang kita mengambil jalan-jalan lain selain Islam. Karena jalan-jalan lain selain Islam itu akan mencerai-beraikan dari jalan yang lurus seperti dalam firmanNya di QS Al An’am : 153 tadi?

Sebagai penutup, saya ingin mengingatkan, bahwa Rasululllah Muhammad SAW sudah pernah berwasiat, agar kita berpegang teguh kepada al Quran dan As Sunnah agar tidak tersesat untuk selama-lamanya? Selama berpegang teguh pada kedua pusaka Islam itu, niscaya kita tidak akan tersesat. Sebaliknya, mencoba melepaskan diri dari al Quran dan As Sunnah, dipastikan kita akan tersesat.

تركت فيكم أمرين لن تضلوا ما تمسكتم بهما: كتاب الله، وسنة نبيه

Kutinggalkan kepada kalian dua pusaka, yang apabila kalian berpegang teguh kepada kedua, maka kalian tidak akan tersesat untuk selama-lamanya. Kitabullah dan sunnahku. (HR Malik).

Akhirnya, mari kita berdoa, semoga Allah mengampuni segala dosa dan kesalahan kita.

No comments:

Post a Comment