اذْهَبَا إِلَى فِرْعَوْنَ إِنَّهُ طَغَى فَقُولَا لَهُ قَوْلًا لَيِّنًا لَعَلَّهُ يَتَذَكَّرُ أَوْ يَخْشَى
"Pergilah kamu berdua (Musa dan Harun) kepada Firaun, Sesungguhnya Dia telah melampaui batas. Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut" (QS Thaha 43-44)
Sungguh sangat menyedihkan menyaksikan diskusi di wall-wall Facebook antara mereka yang sudah sama-sama memahami ketinggian akhlak dan adab Islam.
Tetapi kenyataannya, kata-kata song*#@, tol*&^, bang*#@, dan bahkan vonis mur*#@, Kaf***, dengan mudahnya terlepas dari para aktivis Islam ini. Seakan-akan ayat-ayat ini sudah mansuh (dihapus):
"Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka" (QS Al Fath 29)
"Hai orang-orang yang beriman, barang siapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan mereka pun mencintaiNya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir"(QS Al MAidah 54)
Padahal kita tidak sesoleh dan sezuhud Harun atau sebersih tauhidnya Musa alaihi salaam, dan teman diskusi kita tidak sejahat, sesombong dan seingkar Firaun.
Amirul Mukminin Umar bin Khattab (r.a) setiap berbeza pendapat dengan seseorang, beliau selalu berkata:
ما حاججت أحداً إلا وتمنيت أن يكون الحق على لسانه
"Tidaklah aku menyampaikan hujahku kepada seseorang kecuali aku berharap agar kebenaran ada pada lisannya (hujahnya)”
Beginilah tawadhunya seseorang yang Rasulullah berkata tentangnya: "Sesungguhnya Allah telah meletakkan kebenaran (al Haq) pada lisan Umar dan hatinya" (Hadits shahih)
Seorang Ulama berkata:
لم أر غروراً أشد من غرور المتدين الذي يعتبر نفسه يتكلم بإسم الشرع بينما الامام الشافعي يقول: ما جادلت أحدا إلا وتمنيت أن يكون الحق على لسانه
"Aku tidak pernah melihat kesembronoan melebihi sembrononya seorang yang mengaku memegang teguh agama nya yang merasa hanya dirinya saja yang berpegang teguh dan berbicara atas nama Syari’ah Islam.”
Sedangkan Imam Syafi’i berkata:
ما جادلت أحداً إلا تمنّيت أن يظهِر الله الحق على لسانه دوني
"Tidaklah aku mendebat seseorang kecuali aku berharap agar Allah menunjukkan kebenaran (Al Haq) di atas lisannya, bukan lisanku.”
Diriwayatkan bahwa sahabat Zaid bin Tsabit (penulis wahyu Rasulullah) - suatu hari hendak menaiki untanya, melihat hal tersebut, sahabat Abdullah bin Abbas bin Abdul Mutalib (saudara sepupu Rasulullah s.a.w)- segera bergegas mendekati beliau dan memegangi kekang unta beliau.
Zaid bin Tsabit sangat terkejut seraya berkata: "Lepaskan tanganmu dan biarkan aku melakukannya sendiri wahai anak paman Nabi"
Spontan Abdullah bin Abbas menjawab: "Demikianlah kami diajari Nabi (s.a.w) untuk menghormati ahli ilmu (Ulama) kami” (seperti tak mau kalah) Zaid bin Tsabit pun menjawab: "Hulurkan tanganmu, perlihatkan padaku” Abdullah bin Abbas segera menghulurkan tangannya ke arah Zaid bin Tsabit. Seketika Zaid bin Tsabit menarik tangan Abdullah bin Abbas dan menciumnya seraya berkata: ”Demikian kami diajari Nabi (s.a.w) untuk menghormati Ahlul Bait (Keluarga) Nabi kami.”
No comments:
Post a Comment