(Maulana Said Ahmad Khan rah.a). Saudaraku yang terhormat, Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Para sahabat r.a. yang memeluk Islam di tangan Nabi saw yang berkah, otomatis menjadi da’i. Mereka bercita-cita untuk menyebarkan Islam ke seluruh dunia karena keimanan mereka. Teman-teman dekat mereka, semuanya diajak untuk memeluk Islam sehingga iman mereka selalu meningkat dan bertambah kuat. Kemudian, perintah Allah yang diwahyukan, yang dahulunya bertentangan dengan hawa nafsu mereka, seperti puasa pada bulan Ramadhan, membayar zakat, meninggalkan khamr dan riba, dan sebagainya; semuanya mereka sambut dan mereka amalkan dengan gembira. Inilah hasil dari dakwah kepada iman.
Ketika usaha dakwah kepada iman dipegang teguh oleh seluruh umat Islam, Islam tersebar dengan cepat ke seluruh dunia sehingga ajaran Islam terwujud dalam kehidupan orang banyak. Dalam melakukan ibadah, muasyarah, dan muamalah, pendek kata dalam setiap aspek kehidupan, nilai-nilai Islam terwujud dalam diri mereka. Hasilnya, cara hidup mereka sama sekali berbeda dengan cara hidup orang-orang kafir. Berbondong-bondong orang masuk Islam karena mereka menyaksikan para sahabat yang jujur, amanah, dan sifat-sifat mulia lainnya. Ikatan cinta dan kasih sayang, mendahulukan kepentingan orang lain, ikut merasakan penderitaan orang lain, benar-benar terwujud dalam diri mereka sehingga Allah swt memuji mereka dalam mafhum ayat: “Dan mereka mengutamakan (orang lain) atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan.” (Al-Hasyr: 9).
Dan berkat usaha dakwah ini sebuah umat yang dihimpit kemiskinan dan kehinaan, sebuah umat yang hidup dengan biadab di tengah-tengah umat-umat yang maju secara materi, yang dikelilingi oleh Kisra di Timur, Kaisar di Utara, Muqauqis di Barat, dan Negus (Najasyi) di Selatan, Allah swt. telah mengubah umat ini menjadi pemimpin umat-umat lain. Salah satu pelajaran terbesar yang diajarkan Al-Qur’an kepada mereka adalah bahwa mereka jangan berpecah belah dan berpegang teguh kepada tali Allah swt. Apabila mereka tidak mengindahkan itu semua, maka mereka akan menjadi pengecut sehingga kemuliaan dan kehebatan mereka akan sirna.
Kenyataan menunjukkan bahwa mereka sangat ditakuti orang-orang kafir, dan mereka meraih kemenangan demi kemenangan karena hati mereka diikat dengan cinta dan kasih sayang. Namun keadaan menjadi berubah ketika perasaan cinta dan kasih sayang telah menghilang, orang-orang muslim lambat laun menjadi takut kepada orang-orang kafir sampai-sampai ketakutan itu melanda sebagian besar kaum muslimin. Persatuan berubah menjadi perpecahan sedangkan umat menjadi korban tipu daya kekuatan batil. Tidak ada cara untuk menyelamatkan umat dari jeratan ini kecuali dengan dakwah.
Untuk itu, kita harus senantiasa menanamkan pelajaran ini dalam-dalam di hati dan pikiran kita. Dakwah merupakan tolak ukur kemajuan maupun kemunduran umat. Oleh karena itu, orang-orang yang terjun di jalan dakwah harus selalu menjauhkan diri dari perpecahan dan bahu membahu dengan cinta dan kasih sayang. Kalau ini dilakukan, maka tidak ada yang dapat menghalangi tersebarnya dakwah ke seluruh dunia.
Apabila kita hanya meminta pertolongan kepada Allah swt. dan yang kita tuju hanya Allah swt, maka kesalahan-kesalahan kita dan perbuatan kita yang tidak tertib tidak akan sangat membahayakan.
Apabila kita menghiasi diri kita dengan dua sifat, yakni cinta dan keikhlasan, disertai dengan istighfar dalam segala hal, dan kita letakkan diri kita dalam musyawarah dan taat kepada amir, insya Allah kita akan mudah melangkah di jalan yang lurus dan pertolongan Allah swt. akan diturunkan kepada kita. Apabila seseorang melakukan kesalahan atau melanggar tertib ia diharuskan untuk merenungkan dengan sungguh-sungguh perbuatannya karena dengan cara ini akan meningkatkan ruhaninya sekaligus akan memperbaiki kesalahannya. Ketika menyampaikan bayan, setiap orang harus memperhatikan apakah ia menyampaikan bayan dengan tertib atau tidak. Demikian pula, tertib dakwah harus dipegang dengan sungguh-sungguh ketika berjaulah dan taklim, dan ketika mengerjakan wirid harian. Berpegang pada tertib dakwah sangat penting terutama ketika sedang keluar di jalan Allah.
Hadratji (Nawwarallahu Marqadahu) sering berkata, “Perumpamaan orang yang perbuatannya tidak tertib ketika sedang di jalan Allah swt bagaikan sebuah wadah makanan untuk memasak di mana sedikit saja kotoran yang masuk akan menyebabkai kotornya seluruh masakan. Dan perumpamaan orang yang tidak tertib ketika pulang ke rumah bagaikan sebuah wadah makanan yang telah dingin. Dengan kata lain, apabila sedikit kotoran masuk ke dalam masakan yang dingin, maka tidak menyebabkan seluruh masakan menjadi kotor. Hanya bagian yang terkena kotoran saja yang perlu diambil agar makanan lainnya tetap bersih.”
Dosa nafsu yang paling keji dan paling sulit dihilangkan adalah kesombongan dan riya. Apabila seseorang berusaha mencintai kaum muslimin dan memandang setiap muslim dengan pandangan cinta, maka kesombongan dapat dihilangkan. Akan tetapi, dalam menghadapi orang-orang kafir, kesombongan tidaklah dipandang sebagai kejahatan sebagaimana dinyatakan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dujanah r.a. Iri hati berasal dari kesombongan. Kesombongan timbul karena ilmu, kekayaan, ketampanan, pengaruh, profesi atau kedudukan.
Usaha dakwah ini merupakan obat bagi semua penyakit ruhani karena orang-orang dari berbagai kalangan, yang kaya dan yang miskin, pegawai biasa dan pejabat, semuanya melangkah di lapangan dakwah sebagai satu kesatuan. Kita telah mendengar atau menyaksikan banyak peristiwa mengenai keadaan ini. Pada suatu ketika, seorang kepala polisi kota keluar bersama jamaah selama tiga hari. Masyarakat kota yang dikunjungi jamaah ternyata tidak mengetahui jabatannya. Pada waktu itu jamaah menunjuknya untuk menjadi mutakallim pada saat berjaulah. Ketika kepala polisi itu mengundang seorang penjual pinang untuk datang ke masjid, penjual pinang itu memakinya dan mengancamnya. Setelah peristiwa itu, kepala polisi itu berkata, “Seorang penjual sirih telah menghilangkan kesombongan nafsu saya.”
Dengan pengorbanan kita yang sedikit pada saat ini, Allah swt. telah menunjukkan kepada kita tanda-tanda kekuasaan dan keridhaan-Nya, karena kita lemah dan bodoh. Bahkan kita tidak mengenal hakikat usaha dakwah ini. Tidak sebagaimana para pendahulu kita, besarnya usaha ini belum merasuk dalam hati kita. Kita juga belum berusaha dengan sungguh-sungguh agar hakikat dakwah ini masuk dalam diri kita.
Kita keluar di jalan Allah sambil makan dan minum dalam keadaan mudah dan nyaman. Diri kita maupun usaha ini disambut di mana pun tempat yang kita datangi. Hanya Allah swt. sajalah yang bertanggungjawab atas tersebarnya usaha ini. Keluar dijalan Allah dalam keadaan seperti itu tidak dapat dikatakan telah berjuang dalam arti yang sesungguhnya, namun demikian tetap harus dilakukan, karena bagaimanapun, orang yang keluar dijalan Allah harus meninggalkan istri dan anaknya, pekerjaannya, rumah yang nyaman, teman-temannya, dan hidupnya yang teratur.
Dengan demikian, keluar di jalan Allah merupakan prestasi yang luar biasa dan bukan merupakan pekerjaan yang mudah. Itulah sebabnya Allah swt memberikan karunia yang banyak kepada kita. Ikatan cinta dan kasih sayang tercipta, orang-orang Arab dan non-Arab, orang kaya dan orang miskin, rakyat yang lemah dan pejabat, semuanya bersatu sebagai satu tubuh untuk menuju kepada perbaikan iman. Sebuah mafhum hadits menjelaskan tentang hal tersebut: “Kamu tak mungkin masuk surga sebelum beriman. Dan kamu belum dinamakan beriman sebelum saling mencintai di antaramu. Maukah kutunjukkan sesuatu, bila kamu kerjakan akan menumbuhkan saling mencintai di antara kamu? yakni bilamana berjumpa berilah salam di antaramu.” Persatuan merupakan langkah pertama bagi sebuah umat untuk dapat disebut sebagai umat dalam arti yang sesungguhnya.
Pada masa kini, orang-orang Arab yang memiliki nasab yang mulia dan sebagian merupakan keturunan sahabat r.a. mulai dekat kepada orang-orang seperti kita. Hal ini semata-mata merupakan karunia Allah swt juga sebagai mukjizat usaha dakwah ini, yang sesungguhnya merupakan mukjizat Rasulullah saw yang dapat mempersatukan antara Romawi dan Persia dengan Quraisy. Pada hari-hari in kita juga menyaksikan keadaan seperti ini.
Tujuan kita adalah untuk mempersatukan seluruh umat. Mencintai dan memulyakan mereka merupakan modal utama untuk mencapai tujuan ini. Persatuan kita sebagian besar tergantung pada tingkat penghormatan yang kita tunjukkan kepada para pendahulu kita, mencintai orang-orang baru, dan penghormatan kita terhadap ulama. Wassalam. Februari 1986.
No comments:
Post a Comment