Sebelum abad ke empat masehi, para pemimpin Gereja disibukkan dengan bagaimana memformulasikan hubungan yang tepat antara Allah dan Yesus. Hubungan tersebut berkisar pada kedudukan Tuhan sebagai Bapak dan Yesus sebagai Anak Tuhan atau hubungan antara Allah sebagai Tuhan yang Mulia, Baka dan Sempurna dengan Logos dari Allah sebagai perantara Tuhan dan manusia.
Oleh karena itu sampai dengan awal abad ke empat masehi, para pemimpin Gereja umumnya masih berpendirian bahawa Tuhan Allah adalah satu-satunya Tuhan yang wajib disembah. Kalau pun Yesus sudah mulai dikultuskan, masih dalam koridor Anak Allah atau Logos dan bukan Tuhan. Arius misalnya, hanya mengakui Bapa (Allah) sebagai satu-satunya Tuhan dan menganggap Yesus sebagai makhluk.
Keadaan berubah secara drastis ketika Kaisar Romawi, Constantine, menyatakan masuk Kristen tahun 312 M. Masuknya Kaisar ini disambut dengan semangat yang berapi-api oleh umat Kristen saat itu. Kaisar menetapkan Kristen sebagai agama Kerajaan. Walaupun hal ini disambut dengan gembira, beberapa kalangan saat itu mengkhawatirkannya.
Jalan menuju Ketuhanan Yesus tidaklah mulus, malah penuh dengan pertumpahan darah. Namun ajaran Trinitas dari agama Mesir dan Babilonia, yang kemudian diidealkan oleh Plato, yang kemudian dianut oleh para pemimpin Gereja, menyebabkan lahirnya bibit-bibit pendukung Trinitas dalam Gereja Kristen. Mereka inilah yang berjuang mati-matian memasukkan ajaran Trinitas kedalam Kristen yang dimulai dengan upaya mempertahankan Yesus. Salah seorang tokohnya adalah Athanasius.
Ketika Constantine menjadi Kaisar Romawi, secara terbuka dia menyatakan diri sebagai pendukung Athanasius yang dianggapnya sesuai dengan latar belakang filsafat Yunani yang dia anut. Untuk menghabisi paham tauhid Arianisme, Kaisar menyarankan istilah "homoousios" yang pengertiannya adalah "Yesus satu zat dengan Allah".
Athanasius dibesarkan di Mesir, daerah yang sangat subur ajaran Trinitasnya. Di Mesir penduduk menyembah tiga Tuhan dalam satu, Osiris, Isis dan Horus. Disamping itu, ajaran Filsafat Platonis dan Stoa juga berkembang pesat di Alexandria, dimana Athanasius tinggal mengidealkan Trinitas agama Mesir. Bagi Athanasius yang sudah terbiasa di alam tiga Tuhan, ajaran tauhid para pengikut Kristen saat itu dirasakannya sangat mengganggu. Oleh karena itu arus masuknya para penyembah berhala ke dalam Kristen serta didukung Kaisar Romawi untuk mengahwinkan ajaran Kristen dengan ajaran penyembah berhala di kerajaan, dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh Athanasius untuk menghabisi ajaran tauhid yang masih bercokol di kalangan Kristen.
Menurut filsafat Yunani, walaupun Tuhan sangat ingin menyelamatkan manusia, namun tidak mungkin langsung dapat melakukannya. Untuk menyelamatkan manusia, Tuhan menggunakan perantara yakni Logos. Karena pemimpin Gereja menginginkan Yesus sebagai Logos, sehingga Yesus selanjutnya harus menduduki posisi Logos. Inilah yang diperjuangkan oleh Athanasius agar Yesus menduduki posisi baru sebagai Logos penyembah berhala yang akan menjalankan fungsi Anak Tuhan dan Juru Selamat.
Keadaan berubah secara drastis ketika Kaisar Romawi, Constantine, menyatakan masuk Kristen tahun 312 M. Masuknya Kaisar ini disambut dengan semangat yang berapi-api oleh umat Kristen saat itu. Kaisar menetapkan Kristen sebagai agama Kerajaan. Walaupun hal ini disambut dengan gembira, beberapa kalangan saat itu mengkhawatirkannya.
Jalan menuju Ketuhanan Yesus tidaklah mulus, malah penuh dengan pertumpahan darah. Namun ajaran Trinitas dari agama Mesir dan Babilonia, yang kemudian diidealkan oleh Plato, yang kemudian dianut oleh para pemimpin Gereja, menyebabkan lahirnya bibit-bibit pendukung Trinitas dalam Gereja Kristen. Mereka inilah yang berjuang mati-matian memasukkan ajaran Trinitas kedalam Kristen yang dimulai dengan upaya mempertahankan Yesus. Salah seorang tokohnya adalah Athanasius.
Ketika Constantine menjadi Kaisar Romawi, secara terbuka dia menyatakan diri sebagai pendukung Athanasius yang dianggapnya sesuai dengan latar belakang filsafat Yunani yang dia anut. Untuk menghabisi paham tauhid Arianisme, Kaisar menyarankan istilah "homoousios" yang pengertiannya adalah "Yesus satu zat dengan Allah".
Athanasius dibesarkan di Mesir, daerah yang sangat subur ajaran Trinitasnya. Di Mesir penduduk menyembah tiga Tuhan dalam satu, Osiris, Isis dan Horus. Disamping itu, ajaran Filsafat Platonis dan Stoa juga berkembang pesat di Alexandria, dimana Athanasius tinggal mengidealkan Trinitas agama Mesir. Bagi Athanasius yang sudah terbiasa di alam tiga Tuhan, ajaran tauhid para pengikut Kristen saat itu dirasakannya sangat mengganggu. Oleh karena itu arus masuknya para penyembah berhala ke dalam Kristen serta didukung Kaisar Romawi untuk mengahwinkan ajaran Kristen dengan ajaran penyembah berhala di kerajaan, dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh Athanasius untuk menghabisi ajaran tauhid yang masih bercokol di kalangan Kristen.
Menurut filsafat Yunani, walaupun Tuhan sangat ingin menyelamatkan manusia, namun tidak mungkin langsung dapat melakukannya. Untuk menyelamatkan manusia, Tuhan menggunakan perantara yakni Logos. Karena pemimpin Gereja menginginkan Yesus sebagai Logos, sehingga Yesus selanjutnya harus menduduki posisi Logos. Inilah yang diperjuangkan oleh Athanasius agar Yesus menduduki posisi baru sebagai Logos penyembah berhala yang akan menjalankan fungsi Anak Tuhan dan Juru Selamat.
NOTA: KITA MEMANG BENCI ORANG KAFIR TAPI YANG KITA BENCI ADALAH KEKAFIRANNYA. ORANGNYA TETAP KITA 'SAYANGI' DAN RISAUKAN. YANG PERLU KITA USAHAKAN ADALAH BAGAIMANA KEKAFIRANNYA ITU BISA HILANG AGAR SELAMAT DUNIA AKHIRAT, BUKAN BAGAIMANA MEREKA CEPAT MATI. KEMENANGAN ORANG ISLAM ATAS ORANG2 KAFIR ADALAH SEBANYAK MANA ORG2 KAFIR YANG BERHASIL MEREKA SADARKAN BUKAN SEBANYAK MANA ORANG KAFIR YG BISA MEREKA BUNUH. MEMBUNUH ORANG KAFIR TANPA MENDAKWAHINYA SAMA SAJA DENGAN MEMPERCEPAT MEREKA MASUK NERAKA DAN INI ADALAH PERBUATAN ORANG2 ZHALIM ! HIDAYAH YA ALLAH !
No comments:
Post a Comment