Friday, January 4, 2013

KARAMAH EMPAT SAHABAT YANG UTAMA

I). Karomah Sayyidina Abu Bakar Shiddiq Ra

Kisah 1

Abdurrahman bin Abu Bakar r.a. menceritakan bahawa ayahnya datang bersama tiga orang tamu hendak pergi makan malam dengan Nabi saw. Kemudian mereka datang setelah lewat malam. Istri Abu Bakar bertanya, “Apa yang boleh kau suguhkan untuk tamumu?” Abu Bakar balik bertanya, “Apa yang kau miliki untuk menjamu makan malam mereka?” Sang istri menjawab, Aku telah bersiap-siap menunggu engkau datang.” Abu Bakar berkata, “Demi Allah, aku tidak akan boleh menjamu mereka selamanya.” Abu Bakar mempersilakan para tamunya makan. Salah seorang tamunya berujar, “Demi Allah, setiap kami mengambil sesuap makanan, makanan itu menjadi bertambah banyak. Kami merasa kenyang, tetapi makanan itu malah menjadi lebih banyak dari sebelumnya.”

Abu Bakar melihat makanan itu tetap seperti semula, bahkan jadi lebih banyak, lalu dia bertanya kepada istrinya, “Hai ukhti Bani Firas, apa yang terjadi?” Sang istri menjawab, “Mataku tidak salah melihat, makanan ini menjadi tiga kali lebih banyak dari sebelumnya.” Abu Bakar menyantap makanan itu, lalu berkata, “Ini pasti ulah syaitan.” Akhirnya Abu Bakar membawa makanan itu kepada Rasulullah saw dan meletakkannya di hadapan beliau. Pada waktu itu, sedang ada pertemuan antara katun muslimin dan satu kaum. Mereka dibagi menjadi 12 kelompok, hanya Allah Yang Maha Tahu berapa jumlah keseluruhan hadirin. Beliau menyuruh mereka menikmati makanan itu dan mereka semua menikmati makanan yang dibawa Abu Bakar. (HR Bukhari dan Muslim)

Kisah 2

Aisyah r.a. bercerita, Ayahku (Abu Bakar Shiddiq) memberiku 20 wasaq kurma (1 wasaq = 60 gantang) dari hasil kebunnya di hutan. Menjelang wafat, beliau berwasiat, “Demi Allah, wahai putriku, tidak ada seorang pun yang lebih aku cintai ketika aku kaya selain engkau dan lebih aku muliakan ketika miskin selain engkau. Aku hanya boleh mewariskan 20 wasaq kurma dan jika lebih, itu menjadi milikmu. Namun, pada hari ini, itu adalah harta warisan untuk dua saudara laki-laki dan dua saudara perempuanmu, maka bagilah sesuai aturan Al-Quran. Lalu aku berkata, “Ayah, demi Allah, beberapapun jumlah harta itu, aku akan memberikannya untuk Asma dan untuk siapa lagi ya? Abu Bakar menjawab, “Untuk anak perempuan yang akan lahir.” (Hadis sahih dari Urwah bin Zubair).

Menurut Al Taj al-Subki, kisah di atas menjelaskan bahawa Abu Bakar r.a. memiliki dua karamah. Pertama, mengetahui hari kematiannya ketika sakit, seperti diungkapkan dalam perkataannya, “Pada hari ini, itu adalah harta warisan.” Kedua, mengetahui bahawa anaknya yang akan lahir adalah perempuan. Abu Bakar mengungkapkan rahsia tersebut untuk meminta kebaikan hari Aisyah r.a. agar memberikan apa yang telah diwariskan kepadanya kepada saudara-saudaranya, memberitahukan kepadanya tentang ketentuan-ketentuan ukuran yang tepat, memberitahukan bahawa harta tersebut adalah harta warisan dan bahawa ia memiliki dua saudara perempuan dan dua saudara laki-laki. 

Indikasi yang menunjukkan bahawa Abu Bakar meminta kebaikan hati Aisyah adalah ucapannya yang menyatakan bahawa tidak ada seorang pun yang ia cintai ketika ia kaya selain Aisyah (putrinya). Adapun ucapannya yang menyatakan bahawa warisan itu untuk dua saudara laki-laki dan dua saudara perempuanmu menunjukkan bahawa mereka bukan orang asing atau kerabat jauh.

Ketika menafsirkan surah Al-Kahfi, Imam Fakhrurrazi sedikit mengungkapkan karamah para sahabat, di antaranya karamah Abu Bakar r.a. Ketika jenazah Abu Abu Bakar dibawa menuju pintu makam Nabi saw, jenazahnya mengucapkan “Assalamu alaika ya Rasulullah, Ini aku Abu Bakar telah sampai di pintumu.” Mendadak pintu makam Nabi terbuka dan terdengar suara tanpa rupa dari makam, “Masuklah wahai kekasihku.”

II. Karomah Sayyidina Umar bin Khattab Ra

Kisah 1

Ibnu Abi Dunya meriwayatkan bahawa ketika Umar bin Khattab r.a. melewati pemakaman Baqi, ia mengucapkan salam, “Semoga keselamatan dilimpahkan padamu, hai para penghuni kubur. Ku khabarkan bahawa istri kalian sudah menikah lagi, rumah kalian sudah ditempati, kekayaan kalian sudah dibagi.” Kemudian ada suara tanpa rupa menyahut, “Hai Umar bin Khattab, ku khabarkan juga bahawa kami telah mendapatkan balasan atas kewajiban yang telah kami lakukan, keuntungan atas harta yang yang telah kami dermakan dan penyesalan atas kebaikan yang kami tinggalkan.” (Dikemukakan dalam bab tentang kubur).

Yahya bin Ayyub al-Khazai menceritakan bahawa Umar bin Khattab mendatangi makam seorang pemuda lalu memanggilnya, “Hai Fulan! Dan orang yang takut akan saat menghadap Tuhannya, akan mendapat dua syurga (QS Al-Ralunan 55: 46). Dari liang kubur pemuda itu, terdengar jawaban, “Hai Umar, Tuhanku telah memberikan dua syurga itu kepadaku dua kali di dalam syurga.” (Riwayat Ibnu Asakir)

Kisah 2
Al Taj al-Subki mengemukakan bahawa salah satu karamah Khalifah Umar al-Faruq r.a. dikemukakan dalam sabda Nabi yang berbunyi, “Di antara umat-umat sebelum kalian, ada orang-orang yang menjadi legenda. Jika orang seperti itu ada di antara umatku, dialah Umar.”

Kisah 3

Diceritakan bahawa Umar bin Khattab r.a. mengangkat Sariyah bin Zanim al-Khalji sebagai pemimpin salah satu angkatan perang kaum muslimin untuk menycrang Parsi. Di Gerbang Nihawan, Sariyah dan pasukannya terdesak kerana jumlah pasukan musuh yang sangat banyak, sehingga pasukan muslim hampir kalah. Sementara di Madinah, Umar naik ke atas mimbar dan berkhutbah.

Di tengah-tengah khutbahnya, Umar berseru dengan suara lantang, “Hai Sariyah, berlindunglah ke gunung. Barangsiapa menyuruh serigala untuk menggembalakan kambing, maka ia telah berlaku zalim!” Allah membuat Sariyah dan seluruh pasukannya yang ada di Gerbang Nihawan dapat mendengar suara Umar di Madinah. Maka pasukan muslimin berlindung ke gunung dan berkata, “Itu suara Khalifah Umar.” Akhirnya mereka selamat dan memperoleh kemenangan.

Al Taj al-Subki menjelaskan bahawa ayahnya (Taqiyuddin al-Subki) menambahkan cerita di atas. Pada saat itu, Ali menghadiri khutbah Umar lalu ia ditanya, “Apa maksud perkataan Khalifah Umar barusan dan di mana Sariyah sekarang?” Ali menjawab, “Doakan saja Sariyah. Setiap masalah pasti ada jalan keluarnya.” Dan setelah kejadian yang dialami Sariyah dan pasukannya diketahui umat muslimin di Madinah, maksud perkataan Umar di tengah-tengah khutbahnya tersebut menjadi jelas.

Menurut al Taj al-Subki, Umar r.a. tidak bermaksud menunjukkan karamahnya ini, Allah-lah yang menampakkan karamahnya, sehingga pasukan muslimin di Nihawan dapat melihatnya dengan mata telanjang, seolah-olah Umar menampakkan diri secara nyata di hadapan mereka dan meninggalkan majelisnya di Madinah sementara seluruh panca indranya merasakan bahaya yang menimpa pasukan muslimin di Nihawan. Sariyah berbicara dengan Umar seperti dengan orang yang ada bersamanya, baik Umar benar-benar bersamanya secara nyata atau seolah-olah bersamanya. Para wali Allah terkadang mengetahui hal-hal luar biasa yang dikeluarkan oleh Allah melalui lisan mereka dan terkadang tidak mengetahuinya. Kedua hal tersebut adalah karamah.

Kisah 4

Dalam kitab al-Syamil, Imain al-Haramain menceritakan Karamah Umar yang tampak ketika terjadi gempa bumi pada masa pemerintahannya. Ketika itu, Umar malah mengucapkan pujian dan sanjungan kepada Allah, padahal bumi bergoncang begitu menakutkan. Kemudian Umar memukul bumi dengan kantong tempat susu sambil berkata, “Tenanglah kau bumi, bukankah aku telah berlaku adil kepadamu.” Bumi kembali tenang saat itu juga. Menurut Imam al-Haramain, pada hakikatnya Umar r.a. adalah amirul mukminin secara lahir dan batin juga sebagai khalifah Allah bagi bumi-Nya dan bagi penduduk bumi-Nya, sehingga Umar mampu memerintahkan dan menghentikan gerakan bumi, sebagaimana ia menegur kesalahan-kesalahan penduduk bumi.

Kisah 5

Imam al-Haramain juga mengemukakan kisah tentang sungai Nil dalam kaitannya dengan karamah Umar. Pada masa jahiliyah, sungai Nil tidak mengalir sehingga setiap tahun dilemparlah tumbal berupa seorang perawan ke dalam sungai tersebut. Ketika Islam datang, sungai Nil yang seharusnya sudah mengalir, tenyata tidak mengalir. Penduduk Mesir kemudian mendatangi Amr bin Ash dan melaporkan bahawa sungai Nil kering sehingga diberi tumbal dengan melempar seorang perawan yang dilengkapi dengan perhiasan dan pakaian terbaiknya. Kemudian Amr bin Ash r.a. berkata kepada mereka, “Sesungguhnya hal ini tidak boleh dilakukan kerana Islam telah menghapus tradisi tersebut.” Maka penduduk Mesir bertahan selama tiga bulan dengan tidak mengalirnya Sungai Nil, sehingga mereka benar-benar menderita.

Amr menulis surat kepada Khalifah Umar bin Khattab untuk menceritakan peristiwa tersebut. Dalam surat jawaban untuk Amr bin Ash, Umar menyatakan, “Engkau benar bahawa Islam telah menghapus tradisi tersebut. Aku mengirim secarik kertas untukmu, lemparkanlah kertas itu ke sungai Nil!” Kemudian Amr membuka kertas tersebut sebelum melemparnya ke sungai Nil. Ternyata kertas tersebut berisi tulisan Khalifah Umar untuk sungai Nil di Mesir yang menyatakan, “Jika kamu mengalir kerana dirimu sendiri, maka jangan mengalir. Namun jika Allah Yang Maha Esa dan Maha Perkasa yang mengalirkanmu, maka kami mohon kepada Allah Yang Maha Esa dan Maha Perkasa untuk membuatmu mengalir.” Kemudian Amr melempar kertas tersebut ke sungai Nil sebelum kekeringan benar-bcnar terjadi. Sementara itu penduduk Mesir telah bersiap-siap untuk pindah meninggalkan Mesir. Pagi harinya, ternyata Allah Swt telah mengalirkan sungai Nil enam belas hasta dalam satu malam.

Kisah 6

Imam al-Haramain menceritakan karamah Umar lainnya. Umar pernah memimpin suatu pasukan ke Syam. Kemudian ada sekelompok orang menghalanginya, sehingga Umar berpaling darinya. Lalu sekelompok orang tadi menghalanginya lagi, Umar pun berpaling darinya lagi. Sekelompok orang tadi menghalangi Umar untuk ketiga kalinya dan Umar berpaling lagi darinya. Pada akhirnya, diketahui bahawa di dalam sekelompok orang tersebut terdapat pembunuh Utsman dan Ali r.a.

Kisah 7

Dalam kitab Riyadh al-Salehin, Imam Nawawi mengemukakan bahawa Abdullah bin Umar r.a. berkata, “Setiap kali Umar mengatakan sesuatu yang menurut prasangkaku begini, pasti prasangkanya itu yang benar.”

Saya tidak mengemukakan riwayat dari Ibnu Umar tersebut dalam kitab Hujjatullah ala al-Alamin. Kisah tentang Sariyah dan Sungai Nil yang sangat terkenal juga disebutkan dalam kitab Thabaqat al-Munawi al-Kubra Dalam kitab tersebut juga dikemukakan karamah Umar yang lainnya yaitu ketika ada orang yang bercerita dusta kepadanya, lalu Umar menyuruh orang itu diam. Orang itu bercerita lagi kepada Umar, lalu Umar menyuruhnya diam. Kemudian orang itu berkata, “Setiap kali aku berdusta kepadamu, niscaya engkau menyuruhku diam.”

Kisah 8

Diceritakan bahawa Umar bertanya kepada seorang laki-laki, “Siapa namamu?” Orang itu menjawab, “Jamrah (artinya bara).” Umar bertanya lagi, “Siapa ayahmu?” Ia menjawab, “Syihab (lampu).” Umar bertanya, “Keturunan siapa?” Ia menjawab, “Keturunan Harqah (kebakaran).” Umar bertanya, “Di mana tempat tinggalmu?” Ia menjawab, “Di Al Harrah (panas).” Umar bertanya lagi, “Daerah mana?” Ia menjawab, “Di zatu Lazha (Tempat api).” Kemudian Umar berkata, “Aku melihat keluargamu telah terbakar.” Dan seperti itulah yang terjadi.

Kisah 9

Fakhrurrazi dalam tafsir surah Al-Kahfi menceritakan bahawa salah satu kampung di Madinah dilanda kebakaran. Kemudian Umar menulis di secarik kain, “Hai api, padamlah dengan izin Allah!” Secarik kain itu dilemparkan ke dalam api, maka api itu langsung padam.

Kisah 10

Fakhrurrazi menceritakan bahawa ada utusan Raja Romawi datang menghadap Umar. Utusan itu mencari rumah Umar dan mengira rumah Umar seperti istana para raja. Orang-orang mengatakan, “Umar tidak memiliki istana, ia ada di padang pasir sedang memerah susu."Setelah sampai di padang pasir yang ditunjukkan, utusan itu melihat Umar telah meletakkan kantong tempat susu di bawah kepalanya dan tidur di atas tanah. Terperanjatlah utusan itu melihat Umar, lalu berkata, “Bangsa-bangsa di Timur dan Barat takut kepada manusia ini, padahal ia hanya seperti ini. 

Dalam hati ia berjanji akan membunuh Umar saat sepi seperti itu dan membebaskan ketakutan manusia terhadapnya. Tatkala ia telah mengangkat pedangnya, tiba-tiba Allah mengeluarkan dua harimau dari dalam bumi yang siap memangsanya. Utusan itu menjadi takut sehingga terlepaslah pedang dari tangannya. Umar kemudian terbangun dan ia tidak melihat apa-apa. Umar menanyai utusan itu tentang apa yang terjadi. Ia menuturkan peristiwa tersebut dan akhirnya masuk Islam.

Menurut Fakhrurrazi, kejadian-kejadian luar biasa di atas diriwayatkan secara ahad (dalam salah satu tingkatan sanadnya hanya ada satu periwayat). Adapun yang dikisahkan secara mutawatir adalah kenyataan bahawa meskipun Umar menjauhi kekayaan duniawi dan tidak pernah memaksa atau menakut-nakuti orang lain, ia mampu menguasai daerah Timur dan Barat, serta menaklukkan hati para raja dan pemimpin. Jika anda mengkaji buku-buku sejarah, anda tak akan menemukan pemimpin seperti Umar, sejak zaman Adam sampai sekarang. Bagaimana Umar yang begitu menghindari sikap memaksa boleh menjalankan politiknya dengan gemilang. Tidak diragukan lagi, itu adalah karamahnya yang paling besar.

III. Karomah Sayyidina Utsman Bin Affan Ra

Kisah 1

Dalam kitab Al-Thabaqat, Taj al-Subki menceritakan bahawa ada seorang laki-laki bertamu kepada Utsman. Laki-laki tersebut baru saja bertemu dengan seorang perempuan di tengah jalan, lalu ia menghayalkannya. Utsman berkata kepada laki-laki itu, “Aku melihat ada bekas zina di matamu.” Laki-laki itu bertanya, “Apakah wahyu masih diturunkan sctelah Rasulullah saw wafat?” Utsman menjawab, “Tidak, ini adalah firasat seorang mukmin.” Utsman r.a. mengatakan hal tersebut untuk mendidik dan menegur laki-laki itu agar tidak mengulangi apa yang telah dilakukannya.

Selanjutnya Taj al-Subki menjelaskan bahawa bila seseorang hatinya jernih, maka ia akan melihat dengan nur Allah, sehingga ia boleh mengetahui apakah yang dilihatnya itu kotor atau bersih. Maqam orang-orang seperti itu berbeda-beda. Ada yang mengetahui bahawa yang dilihatnya itu kotor tetapi ia tidak mengetahui sebabnya. Ada yang maqamnya lebih tinggi kerana mengetahui sebab kotornya, seperti Utsman r.a. Ketika ada seorang laki-laki datang kepadanya, Utsman dapat melihat bahawa hati orang itu kotor dan mengetahui sebabnya yakni kerana menghayalkan seorang perempuan.

Artinya, setiap maksiat itu kotor dan menimbulkan noda hitam di hati sesuai kadar kemaksiatannya sehingga membuatnya kotor, sebagaimana dinyatakan dalam firman Allah, “Sekali-kali tidak demikian, sesungguhnya apa yang mereka kerjakan itu mengotori hati mereka.” (QS Al-Muthaffifin [83]: 14).

Semakin lama, kemaksiatan yang dilakukan membuat hati semakin kotor dan ternoda, sehingga membuat hati menjadi gelap dan menutup pintu-pintu cahaya, lalu hati menjadi mati dan tidak ada jalan lagi untuk bertobat, seperti dinyatakan dalam firman Nya, “Dan hati mereka telah dikunci mati, sehingga mereka tidak mengetahui kebahagiaan beriman dan berjihad.” (QS Al Taubah [9]: 87)

Sekecil apa pun kemaksiatan akan membuat hati kotor sesuai kadar kemaksiatan itu. Kotoran itu boleh dibersihkan dengan memohon ampun (istighfar) atau perbuatan-perbuatan lain yang dapat menghilangkannya. 

Hal tersebut hanya diketahui oleh orang yang memiliki mata batin yang tajam seperti Utsman bin Affan, sehingga ia boleh mengetahui kotoran hati meskipun kecil, kerana menghayalkan seorang perempuan merupakan dosa yang paling ringan, Utsman dapat melihat kotoran hati itu dan mengetahui sebabnya. Ini adalah maqam paling tinggi di antara maqam-maqam lainnya. Apabila dosa kecil ditambah dosa kecil lainnya, maka akan bertambah pula kekotoran hatinya dan apabila dosa itu semakin banyak maka akan membuat hatinya gelap. Orang yang memiliki mata hati akan mampu melihat hal ini. 

Apabila kita bertemu dengan orang yang penuh dosa sampai gelap hatinya, tetapi kita tidak mampu mengetahui hal tersebut, berarti dalam hati kita masih ada penghalang yang membuat kita tidak mampu melihat hal tersebut, kerana orang yang mata hatinya jernih dan tajam pasti akan mampu melihat dosa-dosa orang tersebut.

Kisah 2

Ibnu Umar r.a. menceritakan bahawa Jahjah al-Ghifari mendekati Utsman r.a. yang sedang berada di atas mimbar. Jahjah merebut tongkat Utsman, lalu mematahkannya. Belum lewat setahun, Allah menimpakan penyakit yang menggerogoti tangan Jahjah, hingga merenggut kematiannya. (Riwayat Al-Barudi dan Ibnu Sakan)

Dalam riwayat lain dikisahkan bahawa Jahjah al-Ghifari mendekati Utsman yang sedang berkhutbah, merebut tongkat dari tangan Utsman dan meletakkan di atas lututnya, lalu mematahkannya. Orang-orang menjerit. Allah lalu menimpakan penyakit pada lutut Jahjah dan tidak sampai setahun ia meninggal. (Riwayat Ibnu Sakan dari Falih bin Sulaiman yang saya kemukakan dalam kitab Hujjatullah ala al-Alamin)

Kisah 3

Diceritakan bahawa Abdullah bin Salam mendatangi Utsman r.a. yang sedang dikurung dalam tahanan untuk mengucapkan salam kepadanya. Utsman bercerita, “Selamat datang saudaraku. Aku melihat Rasulullah saw dalam ruang kecil ini. Rasulullah bertanya, “Utsman, apakah mereka mengurungmu?” Aku menjawab, “Ya.” Lalu beliau memberikan sebekas air kepadaku dan aku meminumnya sampai puas. Rasulullah berkata lagi, “Kalau kau mau bebas niscaya engkau akan bebas dan kalau kau mau makan bersama kami mari ikut kami. Kemudian aku memilih makan bersama mereka.” Pada hari itu juga, Utsman terbunuh.

Menurut Jalaluddin al-Suyuthi, kisah ini adalah kisah masyhur yang diriwayatkan dalam kitab-kitab hadis dengan beberapa sanad berbeda, termasuk jalur sanad Harits bin Abi Usamah. Menurut Ibnu Bathis, apa yang dialami Utsman adalah mimpi pada saat terjaga sehingga boleh dianggap karamah. Kerana semua orang boleh bermimpi ketika tidur, maka mimpi ketika tidur tidak termasuk kejadian luar biasa yang boleh dianggap sebagai karamah. Hal ini disepakati oleh orang yang mengingkari karamah para wali. (Dikutip dalam Tabaqat al-Munawi dari kitab Itsbat al-Karamah karya Ibnu Bathis).

IV. Karomah Sayyidina Ali bin Abi Thalib r.a

Kisah 1

Said bin Musayyab menceritakan bahawa ia dan para sahabat menziarahi makam-makam di Madinah bersama Ali. Ali lalu berseru, “Wahai para penghuni kubur, semoga dan rahmat dari Allah sentiasa tercurah kepada kalian, beritahukanlah keadaan kalian kepada kami atau kami akan memberitahukan keadaan kami kepada kalian.” Lalu terdengar jawaban, “Semoga keselamatan, rahmat dan berkah dari Allah sentiasa tercurah untukmu, wahai amirul mukminin. Kabarkan kepada kami tentang hal-hal yang terjadi setelah kami.” 

Ali berkata, “Istri-istri kalian sudah menikah lagi, kekayaan kalian sudah dibagi, anak-anak kalian berkumpul dalam kelompok anak-anak yatim, bangunan-bangunan yang kalian dirikan sudah ditempati musuh-musuh kalian. Inilah kabar dari kami, lalu bagaimana kabar kalian?” Salah satu mayat menjawab, “Kain kafan telah koyak, rambut telah rontok, kulit mengelupas, biji mata terlepas di atas pipi, hidung mengalirkan darah dan nanah. Kami mendapatkan pahala atas kebaikan yang kami lakukan dan mendapatkan kerugian atas kewajiban yang yang kami tinggalkan. Kami bertanggung jawab atas perbuatan kami.” (Riwayat Al-Baihagi)

Kisah 2

Dalam kitab Al-Tabaqat, Taj al-Subki meriwayatkan bahawa pada suatu malam, Ali dan kedua anaknya, Hasan dan Husein r.a. mendengar seseorang bersyair:

Hai Zat yang mengabulkan doa orang yang terhimpit kezaliman
Wahai Zat yang menghilangkan penderitaan, bencana dan sakit
Utusan-Mu tertidur di rumah Rasulullah sedang orang-orang kafir mengepungnya
Dan Engkau Yang Maha Hidup lagi Maha Tegak tidak pernah tidur
Dengan kemurahan-Mu, ampunilah dosa-dosaku
Wahai Zat tempat berharap makhluk di Masjidil Haram
Kalau ampunan-Mu tidak boleh diharapkan oleh orang yang bersalah
Siapa yang akan menganugerahi nikmat kepada orang-orang yang durhaka.

Ali lalu menyuruh orang mencari si pelantun syair itu. Pelantun syair itu datang menghadap Ali seraya berkata, “Aku, ya Amirul mukminin!” Laki-laki itu menghadap sambil menyeret sebelah kanan tubuhnya, lalu berhenti di hadapan All. Ali bertanya, “Aku telah mendengar syairmu, apa yang menimpamu?” Laki-laki itu menjawab, “Dulu aku sibuk memainkan alat musik dan melakukan kemaksiatan, padahal ayahku sudah menasihatiku bahawa Allah memiliki kekuasaan dan siksaan yang pasti akan menimpa orang-orang zalim. Kerana ayah terus-menerus menasihati, aku memukulnya. 

Kerananya, ayahku bersumpah akan mendoakan keburukan untukku, lalu ia pergi ke Mekkah untuk memohon pertolongan Allah. Ia berdoa, belum selesai ia berdoa, tubuh sebelah kananku tiba-tiba lumpuh. Aku menyesal atas semua yang telah aku lakukan, maka aku meminta belas kasihan dan ridha ayahku sampal dia berjanji akan mendoakan kebaikan untukku jika Ali mau berdoa untukku. Aku mengendarai untanya, unta betina itu melaju sangat kencang sampai terlempar di antara dua batu besar, lalu mati di sana.”

Ali lalu berkata, “Allah akan meridhaimu, kalau ayahmu meridhaimu.” Laki-laki itu menjawab, “Demi Allah, demikianlah yang terjadi.” Kemudian Ali berdiri, solat beberapa rakaat dan berdoa kepada Allah dengan pelan, kemudian berkata, “Hai orang yang diberkahi, bangkitlah!” Laki-laki itu berdiri, berjalan dan kembali sehat seperti sedia kala. Ali berkata, “Jika engkau tidak bersumpah bahawa ayahmu akan meridhaimu, maka aku tidak akan mendoakan kebaikan untukmu.”

Kisah 3

Fakhrurrazi yang hanya sedikit memasukkan cerita-cerita tentang karamah para sahabat dalam kitabnya, juga meriwayatkan bahawa seorang budak kulit hitam penggemar Ali mencuri. Budak itu diajukan kepada Ali dan ditanya, “Betulkah kau mencuri?” la menjawab, “Ya,” maka Ali memotong tangannya.

Budak itu berlalu dari hadapan Ali, kemudian berjumpa dengan Salman al-Farisi dan Ibnu al-Kawwa. Ibnu al-Kawwa bertanya, “Siapa yang telah memotong tanganmu?” Ia menjawab, “Amirul mukminin, pemimpin besar umat muslim, menantu Rasullah dan suami Fatimah.” Ibnu al-Kawwa bertanya, “la telah memotong tanganmu dan kamu masih juga memujinya?” Budak itu menjawab, “Mengapa aku tidak memujinya? Ia memotong tanganku sesuai dengan kebenaran dan berarti membebaskanku dari neraka.”

Salman mendengarkan penuturan budak itu, lalu menceritakannya kepada All. Selanjutnya Ali memanggil budak hitam itu, lalu meletakkan tangan yang telah dipotong di bawah lengannya dan menutupnya dengan selendang, kemudian Ali memanjatkan doa. Orang-orang yang ada di sana tiba-tiba mendengar seruan dari langit, “Angkat selendang itu dari tangannya!” Ketika selendang itu diangkat, tangan budak hitam itu tersambung kembali dengan izin Allah.

Kisah 4

Dalam kitab Al-Iktibar, Usamah bin Munqiz mengemukakan kisah yang didengarnya dari Syihabuddin Abu al-Fath, pelayan Muizuddaulah bin Buwaihi di Mosul pada tanggal 18 Ramadhan 566 M. Diceritakan bahawa ketika Syihabuddin berada di dalam Masjid Shunduriyah di pinggir kota Anbar daerah Tepi Barat, Khalifah Al-Muqtafi datang berkunjung bersama salah seorang menterinya. AI-Mugtafi memasuki masjid tersebut, yang dikenal dengan sebutan Masjid Amirul Mukminin Ali, dengan memakai baju biasa dan menyandang pedang yang hiasannya dari besi. 

Tak seorang pun mengetahui bahawa ia adalah seorang khalifah, kecuali orang-orang yang telah mengenalnya. Pengurus masjid mendoakan sang menteri. Lalu sang menteri berkata, “Celaka, doakanlah khalifah!”

Kemudian Khalifah Al-Mugtafi berkata kepada menterinya, “Tanyakan sesuatu yang bermanfaat pada pengurus masjid itu. Katakan padanya bahawa dulu pada masa pemerintahan Maulana Al-Mustazhhir, aku melihat la menderita sakit di wajahnya. Wajahnya penuh bisul sehingga jika mau makan, bisulnya harus ditutup dengan sapu tangan, agar makanan boleh masuk ke mulutnya.”

Pengurus masjid itu menjelaskan, “Seperti Anda ketahui, aku berulang kali datang ke masjid ini dari Anbar. Suatu hari, ada seseorang menemuiku dan berkata, Kalau engkau berulang kali menemui si Fulan setiap datang dari Anbar, seperti engkau berulang kali datang ke masjid ini, niscaya si Fulan akan memanggilkan tabib untukmu yang boleh menghilangkan penyakit di wajahmu.” 

Perkataan orang itu merasuk ke hatiku dan menghimpit dadaku. Lalu aku tertidur pada malam itu dan bermimpi bertemu amirul mukminin Ali bin Abi Thalib yang tengah berada dalam masjid tersebut seraya bertanya, “Lubang apa ini?” Maksudnya adalah sebuah lubang di tanah. Kemudian aku mengadukan penyakit yang menimpaku tetapi Ali berpaling dariku. Maka aku kembali mengadukan penyakitku dan perkataan yang diucapkan oleh lelaki yang menemuiku di masjid tadi. All berkata, “Engkau termasuk orang yang menginginkan dunia. Kemudian aku terbangun dan tiba-tiba bisul-bisul di wajahku lenyap.”

Khalifah Al-Mugtafi berkata, “Ia benar,” lalu menoleh ke arah Syihabuddin dan berkata, “Bicaralah pada pengurus masjid itu, cari tahu apa yang la minta, tuliskan permintaannya disertai tanda tangannya dan berikan padaku untuk kutandatangani.”

Selanjutnya Syihabuddin berbincang-bincang dengan pengurus masjid itu dan pengurus masjid itu bercerita, “Aku memiliki istri yang sedang menyusui anak dalam keadaan hamil dan beberapa anak perempuan. Setiap bulan, aku memerlukan 3 dinar.” Syihabuddin menuliskan permintaan pengurus masjid Ali itu beserta alamatnya dan Al-Mugtafi menandatanganinya.

Al-Mugtafi kemudian menyuruh Syihabuddin untuk menyampaikan permintaan pengurus masjid itu ke dewan keuangan. Syihabuddin membawa berkas permintaan pengurus masjid itu ke dewan keuangan dan dewan menandatanganinya tanpa membacanya serta mengambil bahagian tulisan khalifah Al-Mugtafi. Ketika sekretaris dewan membuka tulisan itu untuk dipindahkan, ia menemukan tulisan khalifah Al-Mugtafi di bawah tanda tangan pengurus masjid Ali yang berbunyi, “Seandainya ia meminta lebih dari itu, tentu akan diberi.”

Kisah 5

Kisah lainnya menceritakan bahawa Nabi Muhammad Saw menyuruh Abu Zar memanggil Ali. Sesampai di rumah Ali, Abu Zar melihat alat penggiling sedang menggiling gandum padahal tidak ada seorang pun di sana. Kemudian Abu Zar menceritakan hal tersebut kepada Nabi saw. Beliau berkata, “Hai Abu Zar! Tahukah kau bahawa Allah memiliki malaikat-malaikat yang berjalan-jalan di bumi dan mereka diperintahkan untuk membantu keluarga Nabi Muhammad Saw” (Dikemukakan olch Al-Shubban dalam kitab Is`af al-Raghibin dan Al Mala dalam kitab Sirahnya)

No comments:

Post a Comment