Tatanan kehidupan sosial seharusnya harmonis, itulah tujuan Tuhan sang Pengasih menurunkan para Nabi-Nya / Wakil-wakil-Nya ke dunia ini, untuk mengatur tatanan kehidupan ini menjadi seimbang dengan alam semesta raya ini. Aturan / Syariat yang menjadi printah dan larangan-Nya tertuang dalam kitab2 Suci sebagai pedoman tatanan kehidupan dunia yang harmonis selaras dan seimbang dg alam semesta ini.
Tentunya semua karya Tuhan yang ada di alam ini sudahlah pasti sempurna, tak ada sedikitpun kesalahan. Dalam arti semua karya-Nya adalah SUCI / Fitrah, apapun bentuk wujudnya baik itu prilaku, sikap, kata, perbuatan, wujud, zahir, ghaib, semuanya suci bersih, terhampar sebebas bebasnya di plataran jagad raya ini, Manusialah makhluk yg diberi kebebasan sebebas2nya menggunakannya untuk mencari Asal Usulnya, Agar manusia itu selamat menggapai Tujuan Hidupnya di Dunia ini Maka Tuhan memberikan rambu/ tanda/ petunjuk berupa anjuran dan larangan sebagai pedoman perjalanan manusia dalam mengarungi kehidupan fana dunia.
Tidak hanya sampai pada tatanan rambu/petunjuk lantas manusia itu puas, melalui petunjuk Tuhan pada Kitab Suci manusia merobek Rahasia hidupnya menggapai Ridho dan diridhoi Tuhannya. Agama, kitab, alam semesta menjadi Sarana peningkatan Spiritualitas Ruhaninya untuk menembus Dimensi Ketuhanan, cara/metode digunakanpun beragam untuk menembus jalan Rahasia itu. Apakah seseorang yg menapaki / menjalani /mengamalkan jalan2 rahasia itu seutuhnya benar, tidak jarang hampir sebagian besar mereka terlena, semua yg dilihat dalam perjalanannya begitu menggiurkan, Lupa tujuannya.
Pengalaman spiritual, terbukanya hikmah hidup yg didapat oleh pelaku spiritual tidak jarang hanya untuk dijadikan senjata untuk menindas lainnya dg hunusan2 kata mematikan. Coba kita lihat diberbagai medsos teramat banyak pelaku spiritual saling adu Ilmu Pengetahuan dan pengalaman hikmah, mungkin yg dibicarakan memang benar tetapi penghantarnya bukan dengan Ikhlas tetapi Ego, inilah yg harus dihaga.
Tak hanya demikian, berbagai fakta dalam dunia Spiritual telah kita jumpai, Syeikh Siti Jenar yang mengatakan aku adalah tuhan, apakah salah yg dikatakan beliau, tentu tidak karena Fana yg dialaminya, dan ia tahu betul akibat yg akan terjadi, bahwa ia harus kembali pada Tuhannya, jika tidak maka akan banyak terjadi kerusakan di dalam tatanan sosial masyarakat yg masih sangat awam agama saat itu. Oleh karena itu para wali tahu betul langkah apa yg harus diambil untuk menyelamatkan tatanan sosial masyarakat. Mengapa demikian, karena kalimat yg di keluarkan oleh Syeikh Siti Jenar belum pantas didengar oleh masyarakat saat itu, ibarat anak bayi yg diberi Jagung bakar, akan rusak manusia2 saat itu tdk mampu mencerna Besarnya haqikat itu.
Saat ini kita lihat dibeberapa tempat ada orang2 yang dilaporkan ke Penegak hukum karena suatu kalimat tulisan karyanya, yang katanya dalam buku/tulisannya mengandung unsure menghina Agama dan Tuhan, sehingga sipenulisnya harus dikurung dlm jeruji besi dan menjalani berbagai pemeriksaan. Siapa yg dirugikan; Diri sendiri dirugikan, terutama masyarakat luas yg dirugikan, walaupun sejatinya Karyanya adalah Haqikat Hudup, namun karena Salah menaruh/menempatkannya maka Rusaklah tatanan hidup itu.
Setiap Jiwa/Ruhani itu seperti pertumbuhan, setiap perkembangan asupan makanan dan porsinyapun akan berbeda, harus tepat pemberiannya agar terjadi keseimbangan. Begitupun Ilmu Kuliah tdk akan mampu dicerna anak TK, Begitupun Mobil Mercedes jangan digunakan untuk Angkot, Begitupun Baju Jas jangan digunakan untuk renang. Salah menempatkan akan merusak tatanan kehidupan ini, Semoga kita semua selalu diberi kekuatan Tuhan untuk bisa menempatkan segala sesuatu sesuai Porsinya.
No comments:
Post a Comment