Allah berfirman: mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat, dan menafkahkan sebahagian rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka QS 2:3) Yang ghaib ialah yang tak dapat ditangkap oleh pancaindera. Percaya kepada yang ghjaib yaitu, mengi'tikadkan adanya sesuatu yang maujud yang tidak dapat ditangkap oleh pancaindera, karena ada dalil yang menunjukkan kepada adanya, seperti: adanya Allah, Malaikat-Malaikat, Hari akhirat dan sebagainya. Demikian menurut catatan yang termuat dalam terjemah al Quran yang dikeluarkan oleh Depag RI.
Quraish Shihab mengatakan dalam tafsirnya al Mishbah: Banyak hal yang ghaib bagi manusia dan beragam pula tingkat keghaibannya. Yang dimaksudkan oleh ayat ini adalah hal ghaib yang diinformasikan oleh al Quran dan Sunnah. Selanjutnya dari kedua sumber ajaran Islam itu (al Quran dan Hadits) diketahui ada yang ghaib mutlak (yang tidak dapat terungkap sama sekali) dan ada yang ghaib relatif (suatu saat akan terungkap, bisa karena perkembangan pengetahuan atau hal lainnya -red).
Jika sesuatu telah dapat anda lihat, raba atau anda ketahui hakikatnya, maka sesuatu itu bukan lagi ghaib, sebaliknya jika anda tidak tahu hakikatnya, tidak dapat melihat atau merabanya, dan ia diinformasikan oleh al Quran dan atau Hadits, maka ia ghaib dan menjadi objek iman. Jadi, apa yang diimani pastilah sesuatu yang bersifat abstrak, tidak terlihat atau terjangkau. Puncaknya adalah percaya kepada wujud dan keesaan Allah, serta informasi-informasi dari-Nya.
Beberapa pakar mengatakan: Anda harus percaya (iman) bukan karena anda tahu, tetapi justru karena anda tidak tahu. Kita percaya saja kepada analisis seorang dokter terhadap sakit yg kita derita, karena kita tidak mengetahui tentang ilmu kedokteran.
Aam Amiruddin dalam bukunya “Menelanjangi Strategi Jin” menjelaskan sifat keghaiban, yaitu:
1. Ghaib Nisbi (Relatif) Keghaiban yang bisa dibuka tabirnya dengan riset, penelitian dan keahlian. Misalnya seorang dokter spesialis kandungan bisa memprediksi kelahiran bayi. Seorang pengamat cuaca bisa memprediksi hujan berdasarkan data yang diterimanya lewat satelit. Keghaiban relatif banyak ditemukan dalam dunia ilmiah-empiris. Karena itu, salah satu tugas ilmu adalah membuat prediksi atau ramalan ilmiah. Jadi, dunia ilmu sesungguhnya berada dalam teritorial keghaiban nisbi. Oleh karena itu, hasil penemuan ilmiah bersifat nisbi atau relatif
2. Ghaib Mutlak (Absolut) Keghaiban yang bisa dibuka tabirnya berdasarkan informasi dari al Quran ataupun berdasarkan informasi dari Nabi SAW, misalnya tentang kehidupan di alam barzah, tentang keberadaan ruh, tentang terjadinya peristiwa penghisaban, dll. Seluruh pertanyaan seperti itu hanya bisa di jawab dengan wahyu karena termasuk kategori ghaib mutlak atau absolut
Berkaitan dengan hal yang ghaib, Allah menerangkan ada lima hal ghaib yang hanya diketahui olehNya sendiri (keghaiban mutlak) yaitu: Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang Hari Kiamat; dan Dia-lah Yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal (QS 31:34) dan ini dipertegas oleh hadits Rasulullah SAW: "kunci-kunci gaib ada lima dan tidak ada yang mengetahuinya selain Allah:
1. Tdk ada yg mengetahui apa yang ada dalam rahim, kecuali Allah
2. Tidak ada yang mengetahui apa yang akan terjadi besok, kecuali Allah ;
3. Tak seorang pun tahu kapan hujan akan turun, kecuali Allah
4. Tidak ada yang mengetahui di mana ia akan mati, kecuali Allah
5. dan tidak ada yang tahu kapan kiamat terjadi, selain Allah.(HR Bukhari)
Muncul pertanyaan, bagaimana dengan pengungkapan-pengungkapan apa yang dikatakan ghaib selama ini? Yang disebut dengan ghaib adalah segala sesuatu yang tidak tampak atau belum diciptakan, kita mengatakan Jin dan malaikat adalah makhluk ghaib karena kita tidak bisa melihat dan tidak diberi kemampuan melihat. Adapun sesudah diciptakan maka hal itu tidak lagi disebut ilmu ghaib, karena setelah diciptakan berarti menjadi pengetahuan riil (dapat disaksikan).
Bila yang semula kita katakan ghaib, kemudian dapat diungkapkan berdasarkan sunatullah (riset, penelitian dan keahlian) maka hal itu dikatakan ghaib nisbi, jenis kelamin janin dimasa Rasulullah termasuk hal yang ghaib, tetapi dimasa sekarang sudah tidak ghaib lagi. Bertentangankah dengan ayat tadi? Bahwa hanya Allah saja yang memiliki pengetahuan tentang hal yang ghaib? Menurut hemat saya tidak, karena yang digunakan oleh dokter adalah sunatullah, yaitu ketentuan-ketentuan Allah. Penggunaan suara, cahaya dll sebagai alat pencitraan adalah berasal dari Allah, bukankah Allah yang menciptakan suara dan cahaya?
Ibnu Katsir rah berkata dalam menafsirkan ayat dalam surat Luqman tersebut, “Begitu juga tidak diketahui orang lain di dalam rahim, apa yang akan diciptakan-Nya, tetapi jika telah ditetapkan penciptaaannya, laki-laki atau perempuan, bahagia atau sengsara, hal itu diketahui oleh malaikat yang diutus oleh Allah untuk meniupkannya dan orang-orang tertentu yang dikehendaki-Nya.
Nah, bila dokter menggunakan USG dapat melihat jenis kelamin janin, bukan berarti ia melihat hal yang ghaib, karena jenis kelamin telah diciptakan baru ia melihatnya, seperti halnya juga kita mengatakan tadi hujan pukul 09:34:21 bukan berarti kita mengetahui hal yg ghaib karena kita tahu setelah terjadi.
Ada lima perkara gaib, yang berkaitan dengan janin, yaitu lamanya dalam perut ibunya, kehidupannya, pekerjaan, rizkinya, kesengsaraannya, kebahagiaannya, dan jenis kelaminnya; laki-laki atau perempuan, sebelum diciptakan.
Demikian juga halnya dengan prediksi hujan, prediksi hari kelahiran, memprediksi kematian bagi pengidap kanker, dll yang mereka ungkapkan bukanlah hari, tanggal, jam akan terjadinya peristiwa itu, tetapi yang mereka ungkapkan adalah kemungkinan terjadinya berdasarkan ciri-ciri yang telah disampaikan Allah melalui sunatullah, hujan diprediksi berdasarkan kemungkinan berkumpulnya awan-awan yang memuat butiran air.
Dan apakah mereka tidak memperhatikan, bahwasanya Kami menghalau (awan yang mengandung) air ke bumi yang tandus, lalu Kami tumbuhkan dengan air hujan itu tanaman yang daripadanya makan hewan ternak mereka dan mereka sendiri. Maka apakah mereka tidak memperhatikan? (QS 32:27) Keghaiban dalam hujan adalah kapan waktu sebenarnya terjadi, dimana akan turun hujan secara tepat hanya Allah yang tahu, dan hanya Allah yang berkehendak kemana awan akan berarak. Tidakkah kita sering menyaksikan hujan buatan yang tidak pernah terjadi hujan? disini manusia hanya berusaha (mengumpulkan awan) tetapi yg menentukan hujan tetap Allah.
Demikian juga dengan kiamat, tak ada satupun orang yang mengetahui kepastian terjadinya, tidak juga Rasulullah maupun Jibril a.s., tetapi yang diketahui mereka adalah ciri-ciri akan terjadinya. Jibril berkata lagi: ”Beritahukanlah kepadaku tentang hari kiamat.” (Beliau) mejawab: “Orang yang ditanya tidak lebih tahu daripada yang bertanya.” Jibril selanjutnya berkata: ”Beritahukanlah kepadaku tanda-tandanya.” (Muttafaq alaih)
Sedangkan ramalan apa yang akan terjadi besok, bila itu dilakukan tidak berdasarkan sunatullah, seperti yg dilakukan oleh peramal melalui perbintangan, tarot, dll maka itulah yang disebut dengan kemusyrikan. Tetapi bila kita berkata besok insya Allah kamu akan sempuh, tidaklah termasuk ke dalam mengetahui hari esok, apa yang kita ungkapkan berdasarkan kumpulan-kumpulan fakta dan ciri-ciri yang telah menjadi sunatullah, misalnya seseorang yang sakit dikatakan sembuh bila dokter melihat faktor pencetus penyakitnya (virus misalnya) telah berkurang, atau kita mengatakan kamu akan masuk surga, bila kita melihat keshalihan yang dilakukannya, kita tidak termasuk mengungkap yg ghaib, tetapi menyampaikan fakta berdasarkan apa yg telah diterangkan Allah.
Kesimpulan: Bila sesuatu yang ghaib, memiliki potensi dapat diungkap dengan menggunakan sunatullah (berdasarkan riset, penelitian dan keahlian) maka ia akan masuk ke dalam ghaib nisbi, yang suatu saat dapat diprediksi terlihat/terjadi, tetapi terlihatnya atau terjadinya setelah diciptakan oleh Allah.
Sedangkan bila keghaiban itu tidak memiliki potensi untuk diungkapkan oleh sunatullah, kecuali hanya dengan keterangan Quran dan atau hadits, atau telah terjadi maka ia akan masuk ke dalam ghaib absolut, dan tidak ada faidahnya sama sekali kita berusaha keras untuk mengungkapkannya. Demikian apa yang bisa saya sampaikan, bila itu menjadi sebuah kebenaran, maka tidak ada secuilpun peranan saya di dalamnya, semuanya kehendak Allah, sedangkan bila ini menjadi sebuah kekhilafan, maka tidak ada secuilpun itu perbuatan Allah, itu semata-mata adalah kedhaifan saya.
No comments:
Post a Comment