Yang dimaksud zikir di dalam tarekat adalah bacaan "Allah" atau bacaan "Laa ilaaha illallah". Zikir dengan bacaan 'Allah'; yang biasanya dilakukan didalam hati, disebut dengan Zikir Sirri atau Zikir Khofi atau Zikir Ismuz-Dzat, yang silsilahnya sampai kepada Rasulullah SAW melalui Sayyidina Abu Bakar Ash-Shiddiq RA. Sedang zikir dengan bacaan 'Laa ilaaha illallah' yang biasanya dilakukan secara lisan, disebut Zikir jahri atau Zikir Nafi Itsbat, yang silsilahnya sampai kepada Rasulullah SAW melalui Sayyidina Ali bin Abi Tholib r.a. Kedua jenis zikir dari kedua sahabat inilah yang menjadi sumber utama pengamalan tarekat, yang terus menerus bersambung sampai sekarang, kepada kita semua.
Di dalam tarekat ada yang disebut Talqinuz Zikr, yakni pendiktean kalimat zikir "Laa ilaaha illallah" dengan lisan (diucapkan) dan atau pendiktean Ismudz-Dzat lafadh Allah secara bathiniyah dari seorang Guru Mursyid kepada muridnya. Dalam pelaksanaan zikir tarekat, seseorang harus mempunyai sanad (ikatan) yang muttasil (bersambung) dari guru mursyidnya yang terus bersambung sampai kepada Rasulullah SAW (Silsilah/Mata Rantai). Penisbatan (pengakuan adanya hubungan) seorang murid dengan guru mursyidnya hanya bisa terjadi melalui talqin/Ba'iat dan ta’lim (belajar) dari seorang guru yang telah memperoleh izin untuk memberikan ijazah yang sah yang bersandar sampai kepada Guru Mursyid Shohibut Thariqoh, yang terus bersambung sampai kepada Rasulullah SAW.
Karena zikir tidak akan memberikan faedah yang sempurna, kecuali melalui talqin dan izin dari seorang guru mursyid. Bahkan mayoritas ulama thariqoh menjadikan talqin zikir ini sebagai salah satu syarat dalam berthariqoh. Karena sirr(rahasia) dalam thariqoh sesungguhnya adalah keterikatan antara satu hati dengan hati yang lainnya sampai kepada Rasulullah SAW, yang bersambung sampai ke hadirat Yang Maha Haqq, Allah A.w.j.
Dan seseorang yang telah memperoleh talqin zikir yang juga lazim disebut dengan bai'at dari seorang guru mursyid, berarti dia telah masuk silsilahnya para kekasih Allah yang agung. Jadi jika seseorang berbai'at Thariqoh berarti dia telah berusaha untuk turut menjalankan perkara yang telah dijalankan oleh mereka.
Perumpamaan orang yang berzikir yang telah ditalqin/dibai'at oleh guru mursyid itu seperti lingkaran rantai yang saling bergandengan hingga induknya, yaitu Rasulullah SAW. Jadi kalau induknya ditarik maka semua lingkaran yang terangkai akan ikut tertarik kemanapun arah tarikannya itu. Dan silsilah para wali sampai kepada Rasulullah SAW itu bagaikan sebuah rangkaian lingkaran-lingkaran anak rantai yang saling berhubungan.
Berbeda dengan orang yang berzikir yang belum bertalqin/berbai'at kepada seorang guru mursyid, ibarat anak rantai yang terlepas dari rangkaiannya. Seumpama induk rantai itu ditarik, maka ia tidak akan ikut tertarik. Maka kita semua perlu bersyukur karena telah diberi ghirah (semangat) dan kemauan untuk berbai'at kepada seorang guru mursyid. Tinggal kewajiban kita untuk beristiqomah menjalaninya serta senantiasa menjaga dan menjalankan syari'at dengan sungguh-sungguh. Dan hendaknya juga dapat istiqomah didalam murabithah (merekatkan hubungan) dengan guru mursyid kita masing-masing.
Di dalam mentalqin zikir, seorang guru mursyid dapat melakukannya kepada jama'ah (banyak orang) atau kepada perorangan. Hal ini didasarkan pada riwayat Imam Ahmad dan Imam Thabrani yang menerangkan bahwa Rasulullah SAW telah mentalqin para sahabatnya, baik secara berjama'ah maupun perorangan.
Adapun talqin Nabi SAW kepada para sahabatnya secara jama'ah sebagaimana diriwayatkan dari Syidad bin Aus RA: "Ketika kami (para sahabat) berada di hadapan Nabi SAW, beliau bertanya: "Adakah di antara kalian orang asing?" (maksud beliau adalah ahli kitab), aku menjawab: "Tidak." Maka beliau menyuruh untuk menutup pintu, lalu berkata: "Angkatlah tangan-tangan kalian dan ucapkanlah La ilaaha illallah!" Kemudian beliau melanjutkan: "Alhamdulillah, Ya Allah sesungguhnya Engkau mengutusku dengan kalimat ini (La ilaaha ilallah), Engkau perintahkan aku dengannya dan Engkau janjikan aku surga karenanya. Dan sungguh Engkau tidak akan mengingkari janji." Lalu beliau berkata: "Ingat! Berbahagialah kalian, karena sesungguhnya Allah telah mengampuni kalian."
Sedangkan talqin Beliau kepada sahabatnya secara perorangan adalah sebagaimana diriwayatkan oleh Yusuf Al-Kirwany dengan sanad yang sahih bahwa Sahabat Ali bin Abi Thalib karramallahu wajhah pernah memohon kepada Nabi SAW : "Ya Rasulullah, tunjukkan aku jalan yang paling dekat kepada Allah, yang paling mudah bagi para hambaNya dan yang paling utama di sisiNya!" Maka beliau menjawab: "Sesuatu yang paling utama yang aku ucapkan dan para nabi sebelumku adalah Laa illaaha illallaah. Seandainya tujuh langit dan tujuh bumi berada diatas daun timbangan dan Laa illaaha illallaah diatas daun timbangan satunya, maka akan lebih beratlah ia (Laa illaaha illallaah)," lalu lanjut beliau: "Wahai Ali, kiamat belum akan terjadi selama di muka bumi masih ada orang yang mengucapkan kata Allah."
Kemudian Sahabat Ali berkata: "Ya Rasulullah, bagaimana aku berzikir menyebut Allah?," Beliau pun menjawab: "Pejamkan kedua matamu dan dengarkan dariku tiga kali, lalu tirukan tiga kali dan aku akan mendengarkannya." Kemudian Nabi SAW mengucapkan Laa ilaaha illallah tiga kali dengan memejamkan kedua mata dan mengeraskan suara beliau, lalu Sahabat Ali bergantian mengucapkan Laa illaaha illallaah seperti itu dan Nabi SAW mendengarkannya. Inilah dasar talqin zikir jahri (Laa illaaha illallaah).
Adapun talqin zikir qolbi yakni dengan hati tanpa menggerakkan lisan dengan itsbat tanpa nafi, dengan lafadh Ismudz-Dzat (Allah) yang diperintahkan Nabi SAW dengan sabdanya: "Qul Allah tsumma dzarhum" (Katakan "Allah" lalu biarkan mereka), adalah dinisbatkan kepada Ash-Shiddiq Al-Adhom (Abu Bakar Ash-Shiddiq RA) yang mengambilnya secara batin dari Al-Mushthofa SAW. Inilah zikir yang bergaung mantap di hati Abu Bakar. Nabi SAW bersabda: "Abu Bakar mengungguli kalian bukan dikarenakan banyaknya puasa dan shalat, tetapi karena sesuatu yang bergaung mantap di dalam hatinya." Inilah dasar talqin zikir sirri.
Semua aliran tarekat bercabang dari dua penisbatan ini, yakni nisbat kepada Sayyidina Ali karramallahu wajhah untuk zikir jahri dan nisbat kepada Sayyidina Abu Bakar RA untuk zikir sirri. Maka kedua beliau inilah sumber utama dan melalui keduanya pertolongan Ar-Rahman datang. Nabi SAW mentalqin kalimah thoyyibah ini kepada para sahabat radliallahu 'anhum untuk membersihkan hati mereka clan mensucikan jiwa mereka, serta menghubungkan mereka ke hadirat Ilahiyah (Allah) dan kebahagiaan yang suci murni.
Akan tetapi pembersihan dan pensucian dengan kalimat thoyyibah ini atau Asma-asma Allah lainnya itu, tidak akan berhasil kecuali apabila si pelaku zikir menerima talqin dari syaikhnya yang alim, amil, kamil, fahim terhadap makna Al-Qur'an dan syari’ah, mahir dalam hadits atau sunnah dan cerdas dalam hal 'aqidah dan ilmu kalam, dimana Syeikh tersebut juga telah menerima talqin kalimah thoyyibah tersebut dari syaikhnya yang terus bersambung dari syaikh agung yang satu dari syaikh agung lainnya sampai kepada Rasulullah SAW.
No comments:
Post a Comment