Syekh Ibnu Atha'illah mengatakan: “Ingatlah, jangan sampai engkau ikut mengatur bersama Allah. Org yg ikut mengatur bersama Allah spt org yg diutus majikannya ke suatu daerah utk membuatkan beberapa baju baginya. Si pelayan itu pun pergi ke daerah tersebut dan setibanya di sana ia bertanya: “Di mana aku akan tinggal? Siapa yg akan kunikahi?” Dia sibuk dgn berbagai urusan itu sehingga melupakan mengerja kan tugas yg diamanatkan majikannya.
Ketika dipanggil pulang, balasan yg akan ia dapat dari majikannya adalah pemecatan dan murka sang majikan. Itulah balasan bagi org yg sibuk dgn urusannya sendiri sehingga lalai terhadap hak sang majikan. Wahai mukmin, keadaanmu pun sptiitu. Allah telah mengirimmu ke dunia ini. Dia memerintahkanmu untuk mengabdi kepadaNya. Pada saat yg sama, Dia juga mengatur dan mengurusi semua keperluanmu. Tapi, jika engkau sibuk dgn urusan sendiri sehingga melalaikan hak-hak Tuhan, berarti engkau telah menyimpang dari garis petunjuk dan meniti jalan kebinasaan.
Ketika dipanggil pulang, balasan yg akan ia dapat dari majikannya adalah pemecatan dan murka sang majikan. Itulah balasan bagi org yg sibuk dgn urusannya sendiri sehingga lalai terhadap hak sang majikan. Wahai mukmin, keadaanmu pun sptiitu. Allah telah mengirimmu ke dunia ini. Dia memerintahkanmu untuk mengabdi kepadaNya. Pada saat yg sama, Dia juga mengatur dan mengurusi semua keperluanmu. Tapi, jika engkau sibuk dgn urusan sendiri sehingga melalaikan hak-hak Tuhan, berarti engkau telah menyimpang dari garis petunjuk dan meniti jalan kebinasaan.
Org yang ikut mengatur bersama Allah dan orang yang menyerahkan urusan kepada Allah seperti dua pelayan raja. Pelayan pertama sibuk memenuhi perintah raja. Ia tidak dipalingkan oleh urusan pakaian dan makanan, dan yang ada di benaknya hanyalah bagaimana mengabdi dengan baik kepada sang majikan. Ia tidak sibuk dengan urusan dan kepentingan dirinya sendiri.
Sementara, pelayan kedua banyak disibukkan urusan dan kepentingan dirinya sendiri sehingga setiap kali dibutuhkan oleh sang majikan, ia malah sibuk mencuci pakaiannya, berkendara, atau memperbagus pakaiannya. Tentu saja pelayan pertama lebih berhak mendapat perhatian sang majikan daripada yang kedua. Si majikan tidak membeli pelayan itu kecuali agar ia mengabdi kepadanya.
Sementara, pelayan kedua banyak disibukkan urusan dan kepentingan dirinya sendiri sehingga setiap kali dibutuhkan oleh sang majikan, ia malah sibuk mencuci pakaiannya, berkendara, atau memperbagus pakaiannya. Tentu saja pelayan pertama lebih berhak mendapat perhatian sang majikan daripada yang kedua. Si majikan tidak membeli pelayan itu kecuali agar ia mengabdi kepadanya.
Demikian pula hamba yang cermat dan mendapat taufik. Ia lebih sibuk menunaikan hak-hak Allah dan menjalankan perintahNya ketimbang memperhatikan keinginan dan tuntutan pribadi. Dalam kondisi semacam itu Allah yg akan mengurusi semua kebutuhannya dan akan memberinya berbagai karunia karena ia jujur dan bertawakal.
Ini sesuai dengan firman Allah: 'Siapa yang bertawakal kepada Allah, niscaya Dia mencukupinya.' (QS At-Thalaq 65: 3). Sementara, orang yang lalai tidak seperti itu. Ia akan selalu sibuk mencari dunia dan berbagai hal yang dapat memenuhi keinginan nafsunya”. (Syekh Ibnu Atha'illah di dalam Taj Al-'Arus Al-Hawi li Tahdzib An-Nufus).
No comments:
Post a Comment