Perumpamaan makrifat itu seperti sumbu pada lampu, dan lampu itu disangkut pada tiang rumah. Selama lampu itu berada di rumah, selama itulah rumah itu akan bercahaya. Barangkali pintu rumah dibuka pula, maka cahaya itu akan menerobos keluar menerangi yang di luar juga. Bicara ahli makrifat itu, memancar cahayanya pada hati hati orang dari kumpulan hati yang bercahaya.
Dengan sebab itu kamu lihat mata mereka selalu mengenang air mata, dan lisan mereka sentiasa suka mengingatkan manusia. Firman Allah swt: “Dan apabila mereka mendengar apa yang diwahyukan kepada Rasul, engkau lihat mata mata mereka berlinang air mata dari apa yang mereka tahu dari hal kebenaran, mereka lalu mengatakan: Tuhan kami! Kami beriman, maka tuliskanlah kami tergolong org2 yg menjadi saksi kebenaran”. [ Al Maidah:83]
Dengan sebab itu kamu lihat mata mereka selalu mengenang air mata, dan lisan mereka sentiasa suka mengingatkan manusia. Firman Allah swt: “Dan apabila mereka mendengar apa yang diwahyukan kepada Rasul, engkau lihat mata mata mereka berlinang air mata dari apa yang mereka tahu dari hal kebenaran, mereka lalu mengatakan: Tuhan kami! Kami beriman, maka tuliskanlah kami tergolong org2 yg menjadi saksi kebenaran”. [ Al Maidah:83]
Jadi, perumpamaan diri si Arif itu laksana rumah, dan perumpamaan hatinya seperti lampu. Minyaknya dari keyakinan, airnya dari kebenaran, sumbunya dari keikhlasan, kacanya dari kesucian dan keredhaan, dan pergantungannya dari akal fikiran. Maka ketakutan itu adalah api di dalam cahaya, dan harapan pula adalah cahaya di dalam api, sedangkan makrifat adalah cahaya di dalam cahaya.
Tegasnya, lampu itu digantung di tiang rumah, yakni jika si Arif itu membuka mulutnya dengan menabur hikmat (kebijaksanaan) yang tersimpan di dalam hatinya, maka bergeloralah dari dalam mulutnya itu cahaya dari cahaya yang terpendam di dalam hatinya tadi, maka memancarlah sinar cahaya itu ke dalam hati hati org2 yang ahli untuk menerima cahaya itu, maka akan bersambunglah cahaya si Arif itu kepada yang ada di dalam hati pendengarnya itu. Ketahuilah, setengah setengah bicara itu mempunyai cahaya yang lebih terang dpd cahaya matahari, dan setengah setengah bicara lagi yang gelapnya lebih gelap dari kegelapan malam.
Tegasnya, lampu itu digantung di tiang rumah, yakni jika si Arif itu membuka mulutnya dengan menabur hikmat (kebijaksanaan) yang tersimpan di dalam hatinya, maka bergeloralah dari dalam mulutnya itu cahaya dari cahaya yang terpendam di dalam hatinya tadi, maka memancarlah sinar cahaya itu ke dalam hati hati org2 yang ahli untuk menerima cahaya itu, maka akan bersambunglah cahaya si Arif itu kepada yang ada di dalam hati pendengarnya itu. Ketahuilah, setengah setengah bicara itu mempunyai cahaya yang lebih terang dpd cahaya matahari, dan setengah setengah bicara lagi yang gelapnya lebih gelap dari kegelapan malam.
Dan bicara si Arif itu adalah bersumber daripada perbendaharaan Allah taala yang disimpankannya di dalam hati ahli makrifat itu. Allah taala telah memerintahkan para Arif itu untuk memberikannya kepada orang orang yang ahli untuk menerimanya. Allah berfirman: “Serulah (orang) ke jalan Tuhanmu dengan kebijaksanaan dan nasihat nasihat yang baik, dan berdebatlah dengan mereka dengan cara cara yang baik! Sesungguhnya Tuhanmu itu lebih mengetahui siapa yang sesat daripada jalanNya dan Dia juga lebih mengetahui mengenai orang orang yang mendapat pimpinan” [An Nahl:125].
Pernah ditanya kepada setengah setengah ahli Arif:
'Adakah sesuatu cahaya yang lebih terang daripada cahaya matahari?'
'Ya, iaitu cahaya makrifat!', jawabnya.
'Adakah sesuatu yang lebih berfaedah daripada air?' Orang itu bertanya lagi.
'Ada!' jawabnya. 'Iaitu bicara ahli makrifat.'
'Apa bendanya yang lebih wangi dari minyak wangi?'
'Diri orang Arif itu.' Jawabnya.
'Kenapa?'
'Kerana kerja orang Arif itu ialah merenungkan ciptaan Tuhan dan tanda2 kelembutan kudratNya.' Jawabnya lagi. (Abu Bakar Al Wasithi rah.)
No comments:
Post a Comment