Sikap zuhud adalah amalan hati, sangat samar, dalam dan memerlukan kekuatan besar untuk menumbuh kannya. Nabi Muhammad saw bersabda: “Zuhud itu di sini! Takwa itu di sini! Ketulusan (ikhlas) itu di sini!” seraya menunjuk tangan ke dadanya. Orang yang mampu menumbuhkan prinsip2 zuhud dalam kalbunya telah meneguhkan bangunan tauhid yang kokoh.
Hanya Allahlah yang dia tuju, akhirat adalah negeri tujuan hidupnya, serta tak mudah terpikat oleh rayuan dan gemerlap dunia. Dia tidak mengejar2 hal-hal duniawi, tapi dunia justru mengejarnya. Rasulullah saw juga bersabda, “Barangsiapa yang keinginannya adalah negeri akhirat, maka Allah akan mengumpulkan kekuatannya, menjadikan hatinya kaya dan dunia akan mendatanginya dalam keadaan hina.
Hanya Allahlah yang dia tuju, akhirat adalah negeri tujuan hidupnya, serta tak mudah terpikat oleh rayuan dan gemerlap dunia. Dia tidak mengejar2 hal-hal duniawi, tapi dunia justru mengejarnya. Rasulullah saw juga bersabda, “Barangsiapa yang keinginannya adalah negeri akhirat, maka Allah akan mengumpulkan kekuatannya, menjadikan hatinya kaya dan dunia akan mendatanginya dalam keadaan hina.
Namun barangsiapa yang niatnya mencari dunia, Allah akan mencerai-beraikan urusan dunianya, menjadikan kefakiran di pelupuk matanya, dan dunia yang berhasil diraih hanyalah apa yang telah ditetapkan baginya.” (HR Ahmad dan Ibn Hibban). Jadi, memilih hidup zuhud bukan bererti melalaikan tugas, kewajiban dan tanggungjawab sbg manusia. Bukan meninggalkan kewajiban untuk mencari nafkah untuk keluarga. Bukan pula berlari dan bersembunyi di goa.
Bukan pula meminta kepada Allah untuk segera meninggalkan dunia ini. Namun, zuhud adalah kesedaran jiwa yang selalu kokoh dalam memegang tujuan penciptaan, yakni untuk beribadah dan jadi hamba yang faqir. Zuhud adalah kesedaran jiwa bahawa yang selalu mengisi kalbunya hanya Allah, bukan selain-Nya. Kerana itu, Syekh Abdul Qadir Al-Jailani mengingatkan, genggamlah dunia di tangan, jangan di dalam hati!
Bukan pula meminta kepada Allah untuk segera meninggalkan dunia ini. Namun, zuhud adalah kesedaran jiwa yang selalu kokoh dalam memegang tujuan penciptaan, yakni untuk beribadah dan jadi hamba yang faqir. Zuhud adalah kesedaran jiwa bahawa yang selalu mengisi kalbunya hanya Allah, bukan selain-Nya. Kerana itu, Syekh Abdul Qadir Al-Jailani mengingatkan, genggamlah dunia di tangan, jangan di dalam hati!
Imam Hasan Al-Basri pernah berkata, “Aku telah menjumpai suatu kaum dan berteman dengan mereka. Tidaklah mereka itu merasa gembira kerana sesuatu yang mereka dapatkan dari perkara dunia, juga tidak bersedih dengan hilangnya sesuatu itu. Dunia di mata mereka lebih hina daripada tanah. Salah seorang di antara mereka hidup satu atau dua tahun dengan baju yang tidak pernah terlipat, tidak pernah meletakkan periuk di atas dapur, tidak pernah meletakkan sesuatu antara badan mereka dengan tanah (beralas) dan tidak pernah memerintahkan orang lain membuatkan makanan untuk mereka.
Bila malam tiba, mereka berdiri di atas kaki mereka, meletakkan wajah2 mereka dalam sujud dengan air mata bercucuran di pipi2 mereka dan bermunajat kepada Allah agar melepaskan diri mereka dari perhambaan dunia. Ketika beramal kebaikan, mereka bersungguh2 dengan memohon kepada Allah untuk menerimanya. Apabila berbuat keburukan, mereka bersedih dan bersegera meminta ampunan kepada Allah. Mereka sentiasa dalam keadaan demikian. Demi Allah, tidaklah mereka itu selamat dari dosa kecuali dengan ampunan Allah. Semoga Allah melimpahkan rahmat dan ridha-Nya kepada mereka.”
Orang yang zuhud adalah orang yang selalu bersikap sabar dalam penderitaan, selalu bersikap qanaah (merasa cukup) dengan seluruh pemberian Allah, bertawakal dan bertakwa, serta yaqin dengan keyakinan penuh akan jaminan Allah. Sehingga ia akan mantap dalam beribadah, mempunyai tujuan hakiki dalam hidupnya, serta menjadikan dunia dan usahanya sebagai media untuk persiapan kehidupan abadi di akhirat. Zuhud adalah dunia dan perhiasannya tidak mampu mempengaruhi dan memberi bekas dihatinya dan melalaikannya dari Allah.
Bila orang tak mampu menumbuhkan sikap zuhud dalam hatinya, maka selamanya akan selalu dalam kekhuatiran, kebimbangan dan kegelisahan dalam urusan dunianya. Kegagalan dalam kehidupan materialnya akan selalu menghantui sehingga melupakan tujuan hakikinya untuk menyembah kepada Allah. Dia akan selalu rakus dan tamak utk mengejar harta benda, kedudukan dan urusan duniawinya. Rasulullah SAW bersabda, “Sekiranya anak Adam memiliki harta sebanyak dua bukit, nescaya ia akan mengharapkan untuk mendapatkan bukit yg ketiga, dan tidaklah perut anak Adam itu dipenuhi melainkan dengan tanah, dan Allah menerima taubat siapa saja yg bertaubat.” (HR Bukhari dan Muslim). Semoga bermanafaat. (Yang Berbahagia Ust Iqbal).
No comments:
Post a Comment