Tuhan mentajallikan Cahaya-Nya. Cahaya Tuhan itu bernama Nur. Jadi, Nur itu Cahaya Tuhan. Itulah Rahsia Tuhan. Rahsia Tuhan itulah juga dinamakan Muhammad yang awal dan Nur Muhammad itu juga dinamani titik Nur yang awal. Nur Muhammad sudah “lahir”, baru bersuara. Inilah suara Allah langsung pada Muhammad.
Dari mana awal suara dari mulut dan lidah kita ini? Tentulah dari hati.
Dari mana awal suara dari hati ini? Tentulah dari sirr.
Dari mana awal suara dari sirr hati ini? Tentulah dari Zat.
Dari mana awal suara dari Zat ini? Tentulah dari Allah.
Dari Allah ⇒ Zat [Rahsia Allah] ⇒ sirr ⇒ hati ⇒ lisan
Renungkanlah perjalanan suara ini. Dengan sirr ini kita dapat membezakan mana suara dari syaitan, mana suara dari Allah.
Tuhan menjadikan kita punya zahir dan punya batin. Yang batin itu ruh dan yang zahir itu tubuh. Ruh ini Zat; tubuh ini sifat. Kelakuan zahir ini kelakuan dari mana? Dari batin. Kelakuan batin itu kelakuan siapa? Kelakuan Zat. Siapa yang berkelakuan pada Zat itu? Tentulah Zat-nya Zat, itulah Tuhan maka ilham Allah pada Ruh yang musyahadah pastinya benar,,,,namun bukan zat Allah bersatu dalam ruh kerna Ruh adalah makhlok sedangkan Allah adalah Qadim laisa kamislihi syaik; Maka ketika orang tauhid sudah mengetahui jalan ini, dirasakannya semua dari Allah: minAllah. Kalau sudah dirasakan oleh batinnya semua dari Allah, berarti batinnya sudah karam musyahadahnya pada Allah dan ketika melihat zahirnya itu, dirasakannya rasa isbat saja.
Pengetahuan ushul ini penting diketahui dan dipahami kerana ushul itu kesempurnaan. Kalau tidak ada ushul, bagaimana kita akan mendapatkan kesempurnaan? Jadi, belajar itu hendaklah sampai pada pemahaman yang tidak dimakan oleh ushul. [tidak tertolak atau bertentangan dengan ushul]
Ketahuilah bahwa Zat itu Diri Makrifat. Diri Makrifat itu menghimpunkan semua Af`al, semua Asma, semua Sifat, dan semua Diri. Sederhananya, Diri Makrifat itu menghimpunkan semua tubuh-hati-nyawa-rahsia.
Diri Makrifat itulah yang menggerakkan Zat-Sifat-Asma-Af`al. Diri Makrifat ini Rahsia Tuhan yang ada pada Adam (kita). Kalau sudah paham ini, bagaimana lagi kita mau menyangkal bahwa tiada perbuatan baharu lagi? “Jika bukan kerana engkau Muhammad, tiada Ku-ciptakan alam ini.” Apa hikmah perkataan [hadis qudsy] ini dari sisi hakiki? Kalau tidak ada engkau Diri Makrifat, tidak akan ada pergerakan jasad. Inilah isyarat dua kalimah syahadat. Jadi Diri Makrifat itu Sifat Tuhan juga Rahsia Tuhan. Jadi diri Makrifat itu jadi apa pada kita ini? Jadi ruh. Cahaya Diri Makrifat inilah yang menjadi firasatan, sedangkan Nur Muhammad itu menjadi peringatan.
Mengapa Nabi Khidr a.s. boleh mengetahui semuanya dan perbuatannya bertentangan dengan syara? Kerana Nabi Khidr mengetahui Diri Makrifat itu firasatan. Sedangkan Diri Makrifat itu mustahil berbohong. Maka orang tauhid hakiki tidak bingung dengan kelakuan Nabi Khidr a.s. sebagaimana kisah dalam Q.S. al-Kahfi kerana orang tauhid hakiki tahu soal firasatan dan peringatan ini. Dari sini diketahui bahwa Nabi Khidr itu Allah kurniai firasatan yang tinggi [ilmu hikmah]. Sebenarnya ilmu firasatan ini menggunakan bahasa Cahaya: Cahaya Ilahi. Timbulnya ingatan itu dari firasatan. Timbulnya firasatan itu dari Tuhan. Ciri bahasa Cahaya Ilahi itu: laa raiba fiihi hudan lil muttaqiin [Q.S. Al-Baqarah:2] alias tidak ada keraguan satu zarah pun!
Nabi Khidr a.s. itu ahli bahasa Cahaya ini. Jadi, tidak usah heran kalau para wali Allah itu banyak mengetahui hal-hal yang tidak diketahui orang awam kerana para wali Allah itu belajar dan menguasai ilmu firasatan alias bahasa Cahaya Ilahi ini dari Nabi Khidr a.s. Sang Murabbi.
Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang Dia kehendaki [Q.S. Nur:35] "Siapa yang memusuhi wali-Ku, maka Aku umumkan perang kepadanya, dan hamba-Ku tidak boleh mendekatkan diri kepada-Ku dengan sesuatu yang lebih Aku cintai daripada yang telah Aku wajibkan mengenal Aku, jika hamba-Ku terus menerus mendekatkan diri kepadaKu dengan amalan kebaikan, maka Aku mencintai dia, jika Aku sudah mencintainya, maka Akulah pendengarannya yang ia jadikan untuk mendengar, dan pandangannya yang ia jadikan untuk memandang, dan tangannya yang ia jadikan untuk memukul, dan kakinya yang dijadikannya untuk berjalan, jikalau ia meminta-Ku, pasti Kuberi, dan jika meminta perlindungan kepada-Ku, pasti Ku-lindungi. Dan Aku tidak ragu untuk melakukan sesuatu yang Aku menjadi pelakunya sendiri sebagaimana keragu-raguan-Ku untuk mencabut nyawa seorang mukmin yang ia (khawatir) terhadap kematian itu, dan Aku sendiri khawatir ia merasakan kepedihan sakitnya.” (H.R. Bukhari 6021). Susah mencari guru yang menguasai bahasa firasatan ini. Kalau yang pakai bahasa nujum, banyak.
No comments:
Post a Comment