Manusia selalu mengakui diri atas setiap apa yang di milikinya itu adalah miliknya dengan penuh ke akuan diri, begitu sombongnya jiwa-jiwa manusia terhadap Tuhannya. Allah yang telah menciptakan alam semesta dan seluruh isi penghuni makhluk-makhluknya yang hidup di langit dan bumi Dunia ini. Allah yang menghidupkan dan mematikan setiap makhluk-makhluknya yang dia ciptakan," tetapi mengapa ? manusia mengakui diri setiap kelebihan yang dimiliki dikehidupan ini selalu merasa hebat itu semua adalah kepunyaan hak miliknya dan selalu saja menyombongkannya.
Wahai jiwa-jiwa yang bodoh Allah yang telah menjadikan manusia menjadi kaya dan miskin, mulia dan hina maka pandanglah Allah yang maha Agung agar tidak diazab oleh murka Allah tetapi di muliakan Allah sesungguhnya manusia tidak punya hak untuk menyombongkan setiap hal apapun yang dia miliki didalam kehidupan ini. Jauhilah segala sifat kesombongan diri karena sifat kesombongan diri adalah sifat IBLIS LAKNATULLAH yang telah di kutuk oleh Allah dari surga karena kesombongan dirinya yang menentang kepada Allah dan Allah telah mentakdirkan IBLIS dan keturunannya para SETAN-SETAN menjadi penghuni neraka yang kekal abadi didalam api neraka jahanam.
Jadikanlah setiap ruang isi hati penuh kerendahan diri terhadap Allah dan penuh kerendahan hati terhadap sesama manusia. Sebab pada hakikatnya setiap makhluk manusia semua sama akan mati kembali ke sisi Allah, hanya saja satu hal yang akan membedakannya itu pada syariatnya yaitu tingkat kedudukan derajat ibadah dan akhlaknya, mulia atau hina di sisi Tuhannya.
2). JIKA DIRIMU ADALAH DIRIMU SESUNGGUHNYA BUKAN SELAIN DIRIMU
Apabila engkau menyadari telah menemukan jati dirimu sendiri maka engkau akan malu terhadap Tuhan mu sebab sesungguhnya engkau belumlah taat kepada Allah. Jika dirimu bukanlah dirimu sesungguhnya lantas siapakah yang menjadi teman akrabmu dirimu yang selalu lalai terhadap perintah Allah. Ketahuilah setiap apa yang melekat pada dirimu di kehidupan ini semua kepunyaan Allah maka ikutilah cahaya Allah maka engkau akan menyadari siapakah dirimu itu di Alam kerohanian bersama Allah. Wahai jiwa-jiwa manusia yang masih memiliki diri sadarilah dirimu dengan hati dan akal mu jadikanlah engkau sesungguhnya yang selalu beriman dan bertakwa dengan begitu mencintai Tuhan mu ( ALLAH )
Tinggalkanlah rasa ke sombongkan jiwa yang melekat didalam diri karena Allah tidaklah bersifat sombong melainkan IBLIS yang berjiwa begitu sombong kepada Allah sebagaimana manusia yang melekatkan jiwa kesombongan didalam diri kepada Allah serta kepada makhluk sesamanya di muka bumi dunia ini. Pahamilah isi hati didalam diri dengan memperbanyak BERDZIKRULLAH untuk berzikir selalu mengingat Allah maka segala isi hatimu penuh kelembutan atas karunia Allah maka jangan ada DIHATIMU tersimpan selain daripada Allah.
3). NILAI KEBAIKAN UNIVERSAL DAN TAUHID
Allah SWT berfirman, "Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani, dan orang Sabi'in, siapa saja (di antara mereka) yang beriman kepada Allah dan hari akhir, serta melakukan kebaikan, mereka mendapat pahala dari Tuhannya, tidak ada rasa takut pada mereka, dan mereka tidak bersedih." (QS Al-Baqarah 2: 62).
Menurut Syekh Abdul Qadir Al-Jailani dalam Tafsir Al-Jailani, sesungguhnya orang-orang yang beriman kepada agama Sayidina Muhammad SAW, orang-orang Yahudi yang mengikuti agama Musa a.s., orang-orang Nasrani yang mengimani agama Isa a.s., orang-orang Sabi'in yang memeluk agama Nuh a.s., siapa saja yang benar-benar beriman kepada Allah dan Hari Akhirat, meyakini Tauhid Allah, mengakui ketuhanan-Nya, mengakui bahwa tidak ada yang menciptakan kecuali Allah yang Mahatunggal dan Esa, juga membenarkan dan mengakui adanya Hari Pembalasan, berbuat baik sesuai perintah, serta ikhlas mengharap ridha Allah dalam beramal, maka mereka akan menerima pahala dari Rabb mereka, yang menuntun mereka ke arah tauhid.
Tidak ada kekhawatiran pada mereka dari hukuman dan azab dan tidak pula mereka bersedih hati disebabkan buruknya tempat kembali di hari kemudian. (Syekh Abdul Qadir Jailani dalam Tafsir Al-Jailani, (Markaz Al-Jailani Asia Tenggara-Salima Publika: 2013)
4). MABUK CINTA KEPADA ALLAH
"Makhluk yang paling bahagia di akhirat dalah mereka yang paling kokoh kecintaannya kepada Allah, karena akhirat berarti datang menghadap Allah SWT dan meraih kebahagiaan berjumpa dengan-Nya. Alangkah nikmatnya sang pecinta saat ia datang menemui kekasih yang sudah begitu lama dirindukannya. Alangkah bahagianya menatap Dia selamanya, tanpa orang lain, tanpa ada yang mengganggu, dan tanpa rasa cemas tatapannya akan terputus.
Meskipun begitu, kualitas kenikmatan ini tetap merujuk pada seberapa kuat perasaan cinta itu. Semakin meningkat perasaan cintanya, maka semakin bertambah kenikmatan yang dirasakannya.
Cinta kepada Allah hanya mungkin diperoleh manusia sepanjang dia masih hidup di dunia. Ia berakar di hati orang-orang Mukmin, tapi tak terpisahkan dari makrifat. Hanya saja kadar kekuatannya berbeda antara Mukmin satu dengan yang lain. Cinta yang kokoh dan menguasai hati hingga lupa keadaan diri dan tidak dimiliki manusia kebanyakan. Inilah yang disebut dengan nama isyq (mabuk)”. (Imam Al-Ghazali dalam kitab Al-Mahabbah wa Asy-Syauq wa al-Uns al-Ridha, Ihya Ulumuddin).
5). “Ya Allah, dekatkanlah aku kepada-Mu dengan rahmat-Mu agar aku segera sampai kepada-Mu. Tariklah aku dengan karunia-Mu sehingga aku menghadap kepada-Mu”. (Doa Syekh Ibnu Atha’illah). Syekh Abdullah Asy-Syarqawi menjelaskan: “Ya Allah, tariklah aku agar dekat dengan-Mu, dengan rahmat dan kebaikan-Mu, supaya aku cepat sampai (wushul) kepada-Mu, kecuali dengan rahmat-Mu, bukan dengan amalan-amalku yang tidak tulus.
Sebuah permintaan, jika datang dari pihak yang lebih tinggi, misalnya seorang raja, biasanya tidak ada kesulitan untuk melaksanakannya. Sebaliknya, jika permintaan itu datang dari yang lebih rendah, sulit bagi yang diminta untuk melaksanakannya. Karena itu, Syekh Ibnu Atha'illah memohon kepad Allah agar memintanya dekat dengan-Nya supaya ia tidak kesulitan untuk mewujudkan permintaannya. Tariklah aku dengan karunia dan kebaikan-Mu sehingga aku tidak bisa menolak untuk mendatangi-Mu.
Syekh Ibnu Atha'illah juga berdoa, " Ya Allah...harapanku tak pernah putus pada-Mu meskipun aku telah berbuat dosa dan maksiat. Demikian pula rasa takutku kepada-Mu, tidak hilang meski aku telah berbuat ketaatan kepada-Mu”. Harapanku kepada-Mu tak akan terputus karena aku tahu bahwa Kaulah yang mengawali semua kebaikan. Siapa yang demikian kondisinya, maka semua kebaikannya akan selalu diharapkan, meski disertai maksiat dan pembangkangan kepadanya. Rasa takutku kepada-Mu tak akan hilang dariku meski aku telah taat kepada-Mu, sebab aku tahu bahwa Kau Maha Mengerjakan apa yang Kauinginkan. Ketaatan tak akan mengangkat murka-Mu dan menghilangkan hukuman-Mu.
Sumber keseimbangan antara rasa takut dan harap pada diri orang arif timbul dari buah penyaksian mereka tentang sifat-sifat-Nya yang menakutkan dan diharapkan, karena sifat-sifat Allah itu tidak berbeda-beda, demikian pula penyaksian terhadapnya. Jika mereka melihat ada perbedaan, berarti syuhudny kurang sempurna. Maka, bagi mereka, kesempurnaan rasa takut bisa timbul saat melakukan ketaatan dan besarnya harapan bisa terjadi saat maksiat. (Syekh Ibnu Atha'illah dalam kitab Al-Hikam dengan syarah Syekh Abdullah Asy-Syarawi).
No comments:
Post a Comment