Sayyidina Ali r.a. mengatakan, "Barangsiapa mengumpulkan enam perkara, berarti ia telah berusaha meraih surga dan menjauh neraka, yakni:
1. Mengetahui Allah, lalu metaati-Nya.
2. Mengetahui setan, lalu mendurhakainya.
3. Mengetahui kebahagiaan akhirat, lalu berusaha mecarinya.
4. Mengetahui dunia, lalu meninggalkannya (kecuali sebatas untuk bekal kembali ke akhirat).
5. Mengetahui kebenaran, lalu mengikutinya.
6. Mengetahui yang bathil, lalu menjauhinya.
(Nashaihul Ibad, Imam Nawawi Al-Bantani).
ZIKIR DAN RASA SYUKUR KEPADA ALLAH
Zikir merupakan inti dari sikap dan rasa syukur. Tidaklah dikatakan bersyukur pada Allah SWT orang yang tak pernah mau berzikir. Allah akan mengingat mereka yang sering berzikir dan menjanjikan akan menambah nikmatnya jika kita mau mensyukuri semua anugerah-Nya. Rasulullah SAW bersabda pada Mu’adz,
« يَا مُعَاذُ وَاللَّهِ إِنِّى لأُحِبُّكَ وَاللَّهِ إِنِّى لأُحِبُّكَ ». فَقَالَ « أُوصِيكَ يَا مُعَاذُ لاَ تَدَعَنَّ فِى دُبُرِ كُلِّ صَلاَةٍ تَقُولُ اللَّهُمَّ أَعِنِّى عَلَى ذِكْرِكَ وَشُكْرِكَ وَحُسْنِ عِبَادَتِكَ »
“Wahai Mu’adz, demi Allah, sungguh aku mencintaimu. Demi Allah, aku mencintaimu.” Lantas Nabi SAW bersabda, “Aku menasehatkan kepadamu –wahai Mu’adz-, janganlah engkau tinggalkan di setiap akhir shalat bacaan ‘Allahumma a’inni ‘ala dzikrika wa syukrika wa husni ‘ibadatik’ (Ya Allah tolonglah aku untuk berzikir dan bersyukur serta beribadah yang baik pada-Mu).” (HR Abu Dawud dan Ahmad).
Allah SWT berfirman,
فَاذْكُرُونِي أَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوا لِي وَلَا تَكْفُرُونِ
“Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku.” (QS. Al Baqarah: 152).
AKU INGIN BELAJAR MENCINTAIMU
Rasulullah SAW bersabda, “Jika Allah mencintai seorang hamba, maka Dia akan memberinya cobaan. Jika ia bersabar, maka Dia akan memilihnya. Dan, jika ia rela (menerima cobaan itu), maka Dia akan menyucikannya.” (HR Ad-Dailami melalui jalur Ali bin Abi Thalib) Menurut Imam Al-Ghazali, indikasi paling penting tentang kecintaan Allah kepada seorang hamba adalah kecintaan hamba itu sendiri kepada Allah. Hal tersebut sekaligus merupakan bukti kecintaan Allah kepada hamba itu.
Sedangkan perbuatan yang menunjukkan bahwa seorang hamba dicintai Allah adalah bahwa Dia membimbing langsung semua urusannya, baik lahir maupun batin, baik secara terang-terangan ataupun rahasia. Dialah yang memberi petunjuk kepadanya, menghiasi akhlaknya, yang menggerakkan seluruh organ tubuhnya, serta meluruskan lahir dan batinnya.
Dialah yang akan memfokuskan cita-citanya pada satu tujuan (yakni Allah SWT), menutup hatinya dari dunia, dan merasa tidak berkepentingan terhadap selain Dia. Dialah yang menjadikan hamba tersebut merasa puas menikmati munajat dalam khalwat (kesendiriannya), juga menyingkap tabir antara Dia dan makrifat. (Imam Al-Ghazali dalam Kitab Al-Mahabbah wa al-Syawq wa al-Uns wa al-Ridha).
HAKIKAT AMALAN HATI DAN BADAN
Harist Al-Muhasibi rahimahullah mengatakan: “Di antara sebaik-baik ibadah adalah hati yang diisi dengan rasa cinta kepada ketaatan. Jika hatimu telah dilimpahi oleh perasaan seperti itu maka anggota badan akan beramal sesuai dengan apa yang ia lihat dalam hati. Sebab, boleh jadi anggota badan sedang sibuk beribadah, sedangkan hati diam menganggur.”
“Lalu bagaimanakah bentuk ibadah hati di luar anggota badan? Bagaimana ibadah yang dilakukan hati akan mengalir menuju anggota badan?” Beliau menjawab, “Yakni ketika hati menjadi wadah/tempat bagi kerisauan dan kesedihan, rasa papa dan sangat membutuhkan, penyesalan, tawadu’, dan keterdesakan menuju Allah, sikap tulus kepada-Nya dan cinta pada apa yang Allah cintai, serta benci kepada apa yang Allah benci.
Jika ia menyikapi Allah dengan keadaan hati semacam ini, maka anggota badan akan mengikuti gerak dan bangkit untuk melakukan ketaatan. Keadaan ini akan terwujud jika relung-relung hati telah diisi dengan zikir kepada Allah dan ingatan terhadap hari Akhirat.Di sisi lain, hendaknya hati juga diisi dengan mengenali nikmat-nikmat Allah, gembira bersama-Nya, senang beribadah kepada-Nya, rindu kepada-Nya, selalu senang bersyukur kepada-Nya, serta berharap kepada ampunan-Nya.
Jika hati menyikapi Allah dengan keadaan hati seperti ini, maka anggota badannya pun akan melakukan ibadah dan amal kebaikan. Anggota badan akan beramal disertai rasa senang, gembira dan nikmat.” (Harist Al-Muhasibi dalam Adab An-Nufus).
GERAK MAKRIFAT DAN GERAK BADAN
Imam Nawawi Al-Bantani menjelaskan:
حَرَكَةُ الطَّاعَةِ دَلِيْلُ الْمَعْرِفَةِ كَمَا أَنَّ حَرَكَةَ الْجِسْمِ دَلِيْلُ الْحَيَاةِ
Gerak ketaatan merupakan tanda makrifat (mengenal Allah), sebagaimana gerak badan merupakan tanda kehidupan. Maksudnya, seorang hamba yang menjalani ketaatan pada Allah merupakan bukti bahwa dia mengenal Allah (bermakrifat) dengan baik. Semakin sering orang melaksanakan ketaatan, semakin tinggi tingkat makrifatnya terhadap Allah SWT. Sebaliknya, jika seseorang sedikit menjalankan ketaatan, sedikit pula pengetahuannya terhadap Allah SWT. Itu karena, kondisi lahir seseorang adalah cermin dari batinnya”. (Nasha’ihul-‘Ibad karya Imam Nawawi Al-Bantani).
No comments:
Post a Comment