Tuesday, March 15, 2016

UNTUK APA BERDOA?

Dialog Sor Baujaun (di bawah Pohon Trembesi) antara Salik dan Matin siang ini terasa agak panas.
Salik (S): Kamu gak konsisten! Katanya sufi?!
Matin (M): Apa yang tidak konsisten?
S: Bukankah kamu mengajarkan untuk tidak banyak meminta kepada Allah? Tidak perlu banyak doa, banyak mengadu, banyak mengharapkan pahala dan meminta surga?
M: Hmmmm

S: Kenapa diam? Kamu bilang, kalau mengharapkan pahala berarti pamrih. Mengharap kan surga dan ingin hidup bersama bidadari berarti nafsu. Meminta agar tidak masuk neraka berarti hanya takut pada makhluk-Nya. Kamu bilang begitu kan, kemarin?
M: Hmmmm
S: Gua jadi bingung!!!
M: Kalau bingung pegangan!

S: Pegangan apa?
M: Pegang keinginan terdalammu, lalu renungkan!
S: Bagaimana penjelasannya?
M: Mas Bro, doa itu ruhnya ibadah. Rasulullah sebagai manusia tertinggi saja tetap berdoa dan mengajarkan doa-doa untuk umatnya. Kamu salah mengerti dengan maksudku!
S: Apa maksudmu bahwa doa hanya untuk orang awam? Berarti Rasul awam dong, karena beliau berdoa?
M: Tidak begitu maksudnya. Itu tahapan-tahapan spiritual. Seperti pertumbuhan manusia, dari bayi, anak-anak, remaja, dewasa dan matang. Kebutuhannya beragam. Rasulullah justru menjalankan perannya, karena ia sedang memberi contoh. Karena itu, dia tak pernah berdoa untuk dirinya sendiri, beliau selalu berdoa untuk umatnya. Sebab, Rasulullah telah mencapai puncak spiritual, yang tidak menginginkan dan berharap apa-apa, kecuali untuk umat manusia.

S: Lalu, kenapa Rabiah Adawiyah mengatakan, “Jika aku mengharapkan surga maka jauhkanlah. Jika aku menyembah-Mu karena takut neraka, maka masukkanlah aku.” Rabiah hanya mau bertemu dengan Allah.
M: Nah, berarti pemahamanmu masih dangkal. Itu gairah jiwa, pengukuhan niat dan kebulatan tekad bahwa memang pertemuan dengan Allah adalah kenikmatan tertinggi di surga. Rabiah mau menghilangkan semua bentuk selain Allah. Sebab, surga-neraka, siksa-kesenangan di akhirat itu makhluk, karena bukan itu puncak kenikmatan. Tidak semua orang mampu mencapai itu.

S: Berarti sebenarnya, Rabiah juga mau surga?!
M: Ya iya-lah...Please deh. Surga dalam pengertian lebih tinggi. Bagaimana api di neraka bisa membakar Rabiah jika dia menikmati pertemuannya dengan Allah di akhirat? Dia tak akan terbakar. Masih ingat dengan cerita Ibrahim, begitulah gambarannya.

S: Lalu, aku harus bagaimana?
M: Sahabatku, makrifatullah atau bahasa yang lebih mudah adalah “keimanan” memiliki tingkatan masing-masing. Begitu juga dengan surga. Rasulullah adalah contoh yang paling hebat dan dahsyat mengungkapkannya. Rasul sangat menyadari kemampuan masing-masing. Sehingga di setiap hadisnya memuat kode dan rahasia tertentu, yang tak semua orang memahaminya. Kenikmatan memandang wajah Allah di surga pun beragam. Tergantung apa yang sudah dilakukan dan apa yang sudah dicapai saat di dunia. Bagaimana mungkin kita bisa berjumpa dengan Allah, memandang wajah-Nya di surga, bila kau tak dikenal, tak pernah mengetuk pintu-pintu-Nya sama sekali.

S: Jadi, apa aku masih bisa terus berdoa?
M: Lakukan saja! Kamu pun akan menyadarinya kelak. Jadikan ia sebagai media komunikasi, media untuk berdialog dan mendekat dan mendekat kepada-Nya. Tapi, ingat, orang yang berusaha mencapai tingkat spiritual tinggi dia akan meninggalkan keinginan itu. Allah satu-satunya yang dia tuju.

S: Hmmmm. Jadi malu, masih setingkat ini gua!
M: Malu itu saja sudah bagus, Mas Bro. Sudah, nikmati saja!

No comments:

Post a Comment