Sahabatku, Imam Al-Ghazali memberi nasihat bahwa jika kita telah menyadari kebebalan jiwa kita dan merasa sulit untuk mendisiplinkan diri, kita harus menyertai orang-orang yang terbiasa mempraktikkan muhasabah agar semangat dan kegairahan spiritualnya menulari kita.
Seorang wali biasa berkata, “Jika aku lalai mendisiplinkan diri, aku menatap Muhammad Ibn Wasi hanya dengan memandangnya. Gairah ruhaniku seketika itu bangkit, setidaknya untuk seminggu.” Jika kita tidak bisa menemukan orang yang dapat diteladani, maka pelajarilah kehidupan para wali. Selain itu, kita harus mendorong jiwa agar tetap bersemangat. Lalu, katakan kepada jiwa kita: “Wahai jiwaku, kau anggap dirimu cerdas, dan kau marah jika disebut bodoh. Sebetulnya kau ini siapa? Kau siapkan pakaian untuk menutupi tubuh dari gigitan musim dingin, tetapi tak kausiapkan diri untuk akhirat.”
Katakan juga kepada jiwa: “Sungguh, kau seperti seseorang yang, saat musim dingin berkata, ‘Aku tak akan memakai pakaian hangat. Aku percaya rahmat Tuhan akan melindungiku dari rasa dingin.’ Tapi ia lupa bahwa selain menciptakan dingin, Allah juga menunjukkai manusia cara membuat pakaian untuk melindungi diri darinya dan menyediakan bahan-bahan untuk pakaian itu.”
Katakan juga kepada jiwa: “Ingatlah wahai jiwa! Kau dihukum di akhirat bukan karena Allah murka akibat ketidaktaatanmu; jangan pernah berpikir, ‘Bagaimana mungkin dosa-dosaku mengganggu Allah? Nafsumu sendirilah yang akan menyalakan kobaran neraka dalam dirimu! Tubuhmu sakit karena kau makan makanan yang tidak sehat, bukan karena dokter kesal karena kau melanggar nasihatnya!” (Imam Al-Ghazali dalam Kimiya As-Sa’adah).
2). PESAN ILAHI UNTUK TIAP HAMBA
Imam Al-Gazali dalam kitab Al-Mawaizh Al-Ahadis Al-Qudsiyyah mengungkapkan sebuah Hadis Qudsi, Allah SWT berfirman: “Wahai anak Adam! Kerjakanlah seperti yang Ku-perintahkan dan hindarilah apa yang Ku-larang, niscaya Aku jadikan jejak hidupmu abadi. Aku adalah Zat Yang Mahahidup tak akan pernah mati. Jika Aku berkata pada sesuatu, ‘Jadilah!’ maka ia pasti jadi.
Wahai anak Adam! Jika perkataanmu manis sedangkan perbuatanmu buruk, engkau adalah pimpinan orang-orang munafik. Jika zahirmu baik sedangkan batinmu buruk, maka engkau termasuk golongan orang-orang yang celaka, yang menipu Allah padahal mereka menipu diri mereka sendiri, ‘Mereka hanyalah menipu diri mereka sendiri, tetapi mereka tidak merasa’ (QS Al-Baqarah: 9).
Wahai anak Adam! Tidak akan masuk surga kecuali orang yang merendahkan hatinya karena keagungan-Ku, yang menghabiskan siangnya dengan berzikir pada-Ku, serta menahan hawa nafsunya hanya karena Aku. Aku melindungi orang yang terpinggir, melindungi orang fakir, dan memuliakan anak yatim. Aku seperti seorang ayah yang penyayang baginya dan seperti suami yang setia-kasih dan pelindung para janda. Siapa yang mempunyai sifat-sifat tersebut, Aku akan memberikan balasan kepadanya. Jika ia meminta sesuatu kepada-Ku, niscaya akan Aku kabulkan, dan jika memohon, akan Aku penuhi”. (Dikutip dari kitab Al-Mawaizh Al-Ahadis Al-Qudsiyyah, karya Imam Al-Ghazali).
3). UJIAN BAGI GOLONGAN WALI
Syekh Abdul-Qadir Al-Jailani qaddasallahu sirrahu mengatakan: “Allah swt memberikan ujian kepada sebahagian orang beriman yang dicintai dari golongan para wali agar Allah swt mengembalikan mereka dengan perantaraan ujian tersebut sehingga mereka meminta kepada-Nya dan memohon kepada-Nya, karena Allah swt mencintai dan menyenangi permohonan mereka. Apabila mereka memohon, Allah swt sangat suka untuk mengabulkannya. Allah swt akan memberikan kemurahan dan kedermawanan dengan hakikat keduanya (karena kedua hal tersebut merupakan dua hal yang sering dituntut. Sesungguhnya, Allah swt itu mengabulkan sesuatu tergantung pada permohonan hamba-Nya).
Terkadang permohonan itu dikabulkan dan tidak muncul komentar dari orang-orang yang suka mengomentari karena qadar sudah digantungkan dan bukan berdasarkan alasan tidak dikabulkan dan dihalang-halanginya permintaan itu. Hendaknya seorang hamba bersikap penuh tata krama pada saat tertimpa ujian.
Hendaknya dia melihat dan meneliti dosa-dosanya dalam meninggalkan semua perintah dan melanggar larangan-larangannya dari yang terlihat dan yang samar. Jangan sampai dia menentang qadar, apabila qadar sudah dijalankan kepadanya. Sesungguhnya dia diberi ujian tersebut sebagai balasan atas perbuatannya. Apabila ujian sudah hilang dan diangkat, hendaknya segera berdoa dan bersimpuh serta memohon ampunan. Seorang hamba hendaknya selalu membiasakan dan mendawamkan wirid atau doa.
Karena boleh jadi Allah swt memberikan ujian kepadanya supaya hamba tersebut mau berdoa dan memohon kepada-Nya. Jangan sampai dia berburuk sangka kepada Allah swt ketika permohonan tersebut agak terlambat dikabulkan karena alasan yang telah dijelaskan di depan. Wallahu A’lam”. (Syekh Abdul Qadir Al-Jailani dalam kitab Futuhul Gaib).
No comments:
Post a Comment