Syekh Abdul-Qadir al-Jailani waddasallahu sirrahu menerangkan: “Engkau harus bersifat wara’. Jika tidak, kebinasaan dan kehancuran akan berada di dalam kerah bajumu (sangat dekat.) yang melekat terus dalam dirimu, dan kamu tidak akan selamat darinya selamanya. Kecuali Allah swt akan melimpahkan dalam dirimu dengan rahmat-Nya. Seperti yang telah dijelaskan dalam hadis Rasulullah SAW “Tiang atau sendi agama itu adalah wara’. Adapun kehancuran agama itu adalah dengan kerakusan. Dan, sesungguhnya seseorang yang berada di pinggir jurang itu hampir saja jatuh ke dalamnya. Seperti seekor hewan yang digembala yang berada di dekat sebuah tanaman, maka dia hampir mendekatkan mulutnya ke tanaman tersebut sehingga tanaman itu nyaris tidak selamat dari ancamannya”.
Diriwayatkan dari Abu Bakar r.a. bahwa sesungguhnya beliau berkata, “Sesungguhnya saya meninggalkan tujuh puluh pintu kemubahan karena khawatir dan takut apabila saya jatuh ke dalam dosa.” Amirul Mukminin Umar bin Khathab r.a. juga menuturkan: “Sesungguhnya aku meninggalkan sembilan bagian dari sepersepuluh kehalalan karena khawatir dan takut kalau-kalau aku jatuh ke dalam keharaman”. Mereka semua melakukan hal tersebut karena berusaha untuk berlaku wara’ dan berusaha untuk tidak mendekati sesuatu yang haram karena mengambil pelajaran dari sabda Rasulullah SAW, “Setiap raja itu mempunyai batas. Sesungguhnya batas Allah swt adalah semua hal-hal yang diharamkan-Nya. Maka barangsiapa yang berdiri di dekat batas tersebut, dikhawatirkan dia akan terperosok ke dalamnya.”
Barangsiapa yang memasuki benteng sebuah kerajaan kemudian melewati pintu gerbang yang pertama, kedua, dan ketiga, sampai dia mendekati singgasananya, itu lebih baik daripada orang yang hanya berdiri di pintu pertama, di mana pintu itu dekat dengan kebaikan. Karena apabila pintu itu dikunci, maka akan terkunci pula pintu selanjutnya, dan dia berada di belakang dua pintu dari beberapa pintu kecerobohan dan kelalaian dan orang-orang yang berada di baliknya, yaitu penjaga raja dan para prajuritnya. Adapun apabila dia hanya sampai pada pintu yang pertama dan dikunci, maka dia akan menetap dalam satu kebaikan saja. Lalu dia akan dimangsa oleh serigala-serigala dan para musuh dari golongan orang-orang yang menghancurkan. Demikianlah keadaan orang yang meniti niat dan keinginan yang kuat dan istiqamah di dalamnya.
Apabila limpahan taufik dan penjagaan dicabut darinya dan terputus darinya, maka dia hanya akan mendapatkan keringanan-keringanan dan tidak akan keluar dari syara’. Barangsiapa yang berhenti dalam keringanan-keringanan saja dan tidak berusaha untuk mendapatkan keinginan yang kuat, apabila taufik dicabut darinya, terputus darinya semua limpahan nikmat, lalu dia akan dikalahkan oleh hawa nafsunya. Kemudian dia akan mengambil dan melaksanakan sesuatu yang diharamkan, sehingga dia akan keluar dari syara dan menjadi orang-orang yang termasuk dalam golongan syaitan-syaitan musuh Allah swt, yang tersesat jauh dari jalan petunjuk dan hidayah.
Apabila dia mendapati kematian sebelum taubat, dia termasuk dalam golongan orang-orang yang binasa, kecuali apabila Allah swt memberikan rahmat dan anugerah kepadanya. Maka kekhawatiran itu terdapat dalam melaksanakan keringanan-keringanan (rukhshah). Adapun keselamatan dengan segala bentuk keselamatan itu terdapat dalam keinginan yang kuat (‘azimat). Sesungguhnya Allah swt Yang Memberikan petunjuk kepada jalan yang lurus”. (Syekh Abdul Qadir Al-Jailani, kitab Futuhul Ghayb).
No comments:
Post a Comment