Wednesday, January 21, 2015

APABILA UMATKU SUDAH MENGAGUNGKAN DUNIA

(Syeikhul Hadits Maulana Zakariya Al Kandahlawi, rah.a) Dari Abu Hurairah r.a ia berkata, Rasulullah s.a.w bersabda: “Apabila umatku sudah mengagungkan dunia, maka akan tercabut dari mrk kehebatan Islam. Dan apabila mrk meninggalkan amar maaruf nahi mungkar, maka mereka akan terhalang dari keberkahan wahyu. Dan apabila umatku saling menghina, maka jatuhlah mereka dari pandangan Allah. (Hakim, Tirmidzi–Durrul Mantsur). Banyak org yg berusaha agar umat Islam dan Islam menjadi jaya, tetapi usaha2mereka ternyata menuju kegagalan. 

Jika kita meyakini bahwa Rasulullah s.a.w dan ajarannya benar, mengapa semua yang beliau ajarkan dan jelaskan sebagai penyebab penyakit justru kita anggap, bahkan kita dijadikan sebagai obat penyembuh? Nabi s.a.w bersabda: “Tidak sempurna iman seseorg di antaramu sehingga hawa nafsumu disandarkan pada agama yang aku bawa.” Sayangnya, kita malah menganggap ajaran agama sbg penghalang kemajuan kita. Allah berfirman: “Barangsiapa menginginkan keuntungan akhirat, akan Kami tambah keuntungan itu baginya. 

Dan barangsiapa menginginkan keuntungan dunia, maka Kami berikan kepadanya keuntungan dunia. Dan tidak ada bagian baginya di akhirat.” (Q.s. Asy-Syuraa: 20). Sebuah hadits menyatakan, “Seorg muslim yg menumpukan hasratnya kpd akhirat, maka Allah akan memasukkan rasa kaya ke dlm hatinya, dunia menjadi hina baginya, dan dunia akan dtg sendiri kpdnya. Barangsiapa menginginkan dunia; ia akan diliputi kesusahan dan bencana, tetapi ia tidak akan menerima melebihi apa yg seharusnya ia terima.” 

Kemudian setelah membaca ayat di atas, Nabi saw. bersabda, “Allah berfirman, ‘Wahai manusia, luangkanlah dirimu utk menyembahKu. Sembahlah Aku, niscaya akan Aku lapangkan dadamu dari kekhawatiran, dan Aku hapuskan kemiskinanmu. Jika tidak, niscaya akan Aku penuhi hatimu dgn kegelisahan dan Aku tidak akan menghilangkan kemiskinanmu.” 

Demikianlah petunjuk Allah dan Rasul-Nya. Namun sgt disayangkan, kita menganggap bahwa keterbelakangan kita adalah karena jalan yg kita tempuh utk maju dirintangi oleh para ulama. Tidakkah kita memikirkannya? Marilah kita perhatikan, seandainya para ulama itu org yg loba dunia, tentu kemajuan kita pun akan menguntungkan mereka, sbb kita menyangka bahwa rezeki mereka berasal dari kita. Berarti, semakin luas dan terbuka keduniaan kita, maka semakin banyak yg mereka dptkan. Nah, bila demikian keadaannya, dan mereka masih menentang kita, tentu ada sebab lain yg memaksa mereka, sehingga mereka mengorbankan keuntungan mrk sendiri, memisahkan diri dari pendidik dan penyantun spt kita, serta merusak dunia mereka sendiri. Bimbingan kpd kita akan menjadi rusak dan keduniaan kita pun akan rusak. 

Saudara2ku, pikirkanlah jika para ulama atau ustadz itu mengajar kita berdasarkan Al-Quran, apakah pantas kita menolaknya? Andaikan kita menolak nya, kita hanya akan dikatakan sbg org yg tidak berakal, bahkan kita telah jauh dari sifat keislaman yang sebenar nya. Para ulama ini, selemah apa pun mereka, selama mereka menyampaikan hukum2 Allah dan hadits2 Rasulullah saw., maka kita harus mendgrkan dan mengamalkan nasihat2 mereka. Jika tidak, kita sendiri yg akan menanggung akibatnya. Sebodoh2 org, ia tidak akan mengatakan bahwa perintah seorg pimpinan tidak penting utk ditaati hanya karena perintah itu disampaikan oleh tukang pembersih toilet. Hendaknya kita tidak berburuk sangka bahwa ulama yg mengabdikan dirinya dlm dakwah itu bertujuan utk mencari keuntungan dunia. 

Dalam pikiran kita, seorang ustadz yang sesungguhnya mungkin saja pernah meminta untuk dirinya. Bahkan semakin sibuk ia beribadah, sejauh itu pula ia merasa cukup menerima hadiah. Kecuali jika ia meminta bantuan untuk urusan agama, Insya Allah, pahalanya lebih besar dpd tidak meminta untuk diri sendiri. Suatu hal yg patut disayangkan adalah, kebanyakan ayat2 Al-Quran dipahami secara keliru. Secara umum org berpendapat bahwa dlm Islam tidak ada ajaran kerahiban (menghindari dunia memikir kan akhirat semata). Dalam Islam, agama dan dunia diletakkan secara sama. Buktinya, Allah Ta’ala berfirman: “Ya Rabb kami! Berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka.” (Q.s. Al-Baqarah: 201). Mereka pun sangat menekankan ayat ini. Seolah2 dari seluruh ayat Al-Quran, hanya satu ayat inilah yg turun untuk diamalkan. Padahal tidak demikian halnya. 

Pertama, utk memahami tafsir ayat tersebut harus diambil dari Arraasikhuuna fil ilmi (org2 yg dalam ilmunya). Oleh sebab itulah alim ulama berpendapat bahwa mengaku sebagai ahli Al-Quran dgn hanya mempelajari terjemahan Al-Quran merupakan suatu kejahilan. Dan mengenai ayat di atas, para sahabat dan ulama tabiin telah mengungkapkan penafsiran yg sebenarnya. Qatadah r.a. berkata, “Makna kebaikan di dunia adalah keselamatan dan keperluan hidup yang cukup.” Ali r.a. berkata, “Kebaikan di dunia bermakna seorang istri yang shalihah.” Hasan Basri rah.a. berkata, “Kebaikan di dunia bermakna ilmu Islam dan ibadah.” Suddi rah.a. berkata, “Kebaikan di dunia bermakna harta yang halal.” Ibnu Umar r.a. berkata, “Kebaikan di dunia bermakna anak-anak yang berbakti kepada orgtua dan keindahan tubuh.” Ja’far r.a. berkata, “Kebaikan di dunia bermakna badan yg sehat, rezeki yg cukup, pengetahuan Al-Quran, kemenangan terhadap musuh Islam, dan bergaul dgn para shalihin.”

Kedua, seandainya yg dimaksud dalam ayat ini adalah kemajuan dunia dlm segala bidang (sebagaimana hati saya pun menginginkannya), itu pun hanya disebutkan doanya kpd Allah, tidak disebutkan bahwa cara mendapatkannya adalah dgn menenggelamkan diri dlm kesibukan dunia, sehingga berdoa memperbaiki tali sandal yang putus juga merupakan agama. Ketiga, siapakah yg melarang utk mendapatkan dunia? Baik, dapatkanlah dunia, dgn senang hati dapatkanlah! Kita semua sama sekali tidak menghendaki utk meninggalkan dunia yg memang dijarah dan dicari. Yang kita maksud, sebanyak apa pun usaha dunia kita, jangan sampai berlebihan, paling tidak berkadar sama dengan usaha agama. Sebab, sebagaimana pendapat kalian, agama dan dunia sama2 diajarkan. 

Dan lebih jauh lagi saya ingin mengingatkan, bukan kah ayat di atas juga merupakan bagian dari Al-Quran yang sama, yang menyebutkan ayat2 berikut ini? “Barangsiapa menghendaki kehidupan skrg (dunia), maka akan Kami segerakan baginya di dunia ini apa yang Kami kehendaki bagi org yg Kami kehendaki dan Kami tentukan baginya neraka Jahanam yg akan dimasukinya dalam keadaan tercela dan terusir. Dan barangsiapa menghendaki kehidupan akhirat dan berusaha ke arah itu dgn sungguh2 dan ia seorang mukmin, maka mereka itulah yang usahanya disyukuri.” (Q.s. Al- Israa: 18-19). “Itulah kesenangan di dunia, dan di sisi Allah adalah sebaik2 tempat kembali (surga).” (Q.s. Ali Imran: 14). “Di antara kamu ada orang yang menginginkan keduniaan dan di antara kamu ada org yg menginginkan akhirat.” (Q.s. Ali Imran: 152). “Katakanlah (wahai Muhammad)! Keuntungan dunia ini sedikit, dan akhirat adalah lebih baik bagi org yg bertakwa.” (Q.s. An-Nisa: 77). “Dan tiadalah kehidupan di dunia ini melainkan permainan dan senda gurau belaka, dan sungguh negeri akhirat itu lebih baik bagi org2 yg bertakwa. Apakah kamu tidak memahaminya?” (Q.s. Al-An’aam: 32). 

“Dan tinggalkanlah org2 yg menjadikan agamanya sebagai permainan dan senda gurau, dan mereka telah ditipu oleh kehidupan dunia.” (Q.s. Al- An’aam: 70). “Kalian menginginkan harta dunia, sedangkan Allah menghendaki akhirat (untukmu).” (Q.s. Al-Anfal: 67). “Apakah kamu lebih senang dengan kehidupan dunia daripada kehidupan akhirat? Padahal kesenangan hidup dunia (bila dibandingkan) dengan akhirat hanyalah sedikit.” (Q.s. At-Taubah: 38). “Barang siapa menginginkan kehidupan dunia dan perhiasannya, akan Kami balas pekerjaan mereka di dunia dan mereka tidak dirugikan, itulah org2 yg tidak memperoleh akhirat kecuali neraka dan hilanglah apa yang mereka usahakan (di dunia) dan sia-sialah apa yang mereka kerjakan.” (Q.s. Huud: 15-16). 

“Dan mereka bersuka cita dgn kehidupan di dunia, padahal kehidupan dunia jika (dibandingkan) dgn kehidupan akhirat hanyalah kesenangan (yang sedikit).” (Q.s. Ar-Ra’d: 26). “Maka atas mereka kemurkaan dari Allah, dan bagi mereka adzab yang besar. Yang demikian itu dikarenakan mereka lebih mencintai kehidupan dunia daripada akhirat.” (Q.s. An-Nahl: 106-107).

Saya tidak menuliskan semua ayat yg membandingkan antara kehidupan dunia dgn kehidupan akhirat, cukup beberapa ayat sebagai contoh. Semuanya menunjukkan maksud bahwa siapa yang mementingkan kehidupan dunia daripada akhirat, maka ia akan merugi. Jika keduanya tidak dpt dicapai, hendaknya akhirat lebih dipentingkan dan ditunaikan keperluannya. Saya mengakui bahwa dunia itu memang perlu, ttpi tidaklah bijaksana jika kita duduk terus di dlm WC, walaupun kita memerlukan tempat itu. 

Jika kita memperhatikan hikmah Ilahi dgn seksama, akan kita temukan dlm syariat yang suci ini bahwa semuanya telah tercakup. Allah telah memerintahkan kpd seluruh hambaNya mengenai semua perkara dgn jelas. Misalnya, Allah memerintahkan kita agar mengerjakan shalat fardhu pada waktu yg telah ditetapkan. Ini adalah isyarat agar kita dapat membagi waktu selama 24 jam, separuh malam dan siangnya khusus utk ibadah dan selebihnya utk istrirahat dan utk urusan keduniaan. 

Sebagaimana jalan pikiran Anda bahwa agama dan dunia harus sama2 diperhatikan, maka hal itu menuntut pembagian waktu dlm sehari semalam; separuh utk agama dan separuh utk dunia. Jika kita menghabiskan lebih dari separuh waktu utk keduniaan dan keperluan jasmani, berarti kita telah mengutamakan dunia. Kesimpulan nya, sesuai dgn pendapat Anda dan juga sesuai dengan keadilan; dalam sehari semalam selama 12 jam hendaknya kita gunakan khusus untuk agama, sehingga dunia dan akhirat dapat terpenuhi. Barulah betul bila kita katakan kita diperintah unk mendptkan dunia dan akhirat, dan Islam tidak mengajarkan kerahiban. 

Uraian ini sebenarnya bukan maksud dari bab ini, tetapi karena adanya kesalahpahaman, maka saya menulis kannya di dalam bab ini. Dalam bab ini, sebenarnya saya ingin menuliskan semua hadits Nabi saw. mengenai pentingnya dakwah dan tabligh, tetapi tujuh hadits di atas kiranya telah mencukupi bagi mereka yang beriman. Adapun bagi mrk yg tidak beriman, firman Allah swt. di bawah ini lebih dari cukup. “Dan org2 yg zalim kelak akan mengetahui ke tempat mana mereka akan kembali.” (Q.s. Asy- Syu’araa: 227).

Pada akhir bab ini, ada satu masalah penting yg mesti diperhatikan oleh para pembaca. Beberapa hadits menyebutkan bahwa suatu saat nanti akan tiba zaman fitnah, kebakhilan akan ditaati, setiap org akan menuruti hawa nafsunya, dunia akan lebih diutamakan melebihi agama, setiap org akan mengikuti keinginannya sendiri dan tidak mau mendengarkan nasihat orang lain. Dan apabila zaman fitnah itu dtg, kita dianjurkan oleh Rasulullah saw. agar pergi mengasingkan diri ke suatu tempat dan menyibukkan diri untuk beribadah tanpa harus berdakwah. 

Namun, para ulama berkata bahwa zaman fitnah itu belum tiba. Pada zaman ini, apa yang dapat kita lakukan adalah jangan sampai kita melihat sendiri datangnya zaman tersebut. Pada saat itu, perbaikan dlm bentuk apa pun tidak mungkin dilakukan. Kita harus menjauhi segala keburukan yang telah disebutkan tadi, karena semua itu merupakan pintu fitnah. Dan setelah itu, hanya fitnah dan fitnahlah yang ada. Dalam sebuah hadits, Rasulullah saw. memasukkan hal-hal di atas sebagai pembinasa. Ya Allah, peliharalah kami dari fitnah yang nyata dan yg tersembunyi.

No comments:

Post a Comment