Friday, July 1, 2016

ADAB PENEMPUH JALAN SUFI MENURUT SYEIKH JUNAID AL BAGHDADI

Abul Qasim al-Junaid rah. ditanya tentang etika penempuh jalan Allah Azza wa jalla, maka al-Junaid menjawab, "Hendaknya engkau ridha terhadap Allah s.w.t dlm seluruh tingkah laku ruhani, dan hendaknya engkau tidak meminta kepada siapa pun kecuali kpd Allah Ta'ala." Beliau juga ditanya tentang intuisi kebaikan, apakah intuisi itu hanya satu atau banyak? Al-Junaid menjawab, "Kadang2 bisikan (intuisi) yang mengajak pada kepatuhan itu terdiri dari tiga arah:

Bisikan yang dibangkitkan oleh intuisi syaitan;
Bisikan nafsu yang dibangkitkan intuisi syahwat dan peringanan beban; dan
Bisikan Rabbany yang dibangkitkan oleh intuisi taufik.

Ketiganya sulit dibedakan dalam hal ajakannya untuk patuh. Untuk membedakan harus didasari amaliah yang benar, sebagaimana sabda Rasulullah saw, "Barangsiapa dibukakan pintu kebaikan, maka cepatlah ia meraihnya." Dan tentunya, kita harus menolak pintu terbuka di luar kebajikan. Sementara intusi syetan itu berdasar firman Allah swt.: "Sesungguhnya org2 yang bertakwa bila mereka ditimpa was-was dari syetan, mereka ingat kpd Allah, maka ketika itu juga mereka melihat kesalahan2nya." (QS. Al-A'raaf: 201).

Sedangkan intuisi syahwat yg merupakan bisikan nafsu berdasar sabda Rasuluilah saw, "Neraka itu dihiasi oleh kesenangan2." Masing2 bisikan tersebut memiliki perbedaan tertentu yg boleh dibedakan oleh pihak yg mendapatkannya. Bisikan nafsu yg dibangkitkan syahwat dan upaya pencarian keringanan beban dan kesenangan; maka dlm konteks ini, syahwat terbagi menjadi Syahwat Nafsaniyah spt cinta kedudukan dan keluhuran, usaha membalas (dendam) ketika marah dan merendahkan pihak yg kontra kepadanya dan sbgnya dan juga Syahwat jasmaniyah, spt makan, minum, kawin, berpakaian, bersih dan sbg nya. Bagi nafsu, ada upaya kebutuhan pada perkara2 kenikmatan ini menurut jangkauan masing2 dan tekanannya yang kuat kepada masing2 ragam dari nafsu tersebut. Bagi orang yang mendapatkan bisikan nafsu ada dua tanda yg berdiri pada posisi seorg saksi yg adil dalam membedakan bisikan yg ditentukan:

Pertama, bisikan itu datang di saat ada kebutuhan mendesak pada unsur2 yang serupa tersebut, seperti munculnya keinginan kawin ketika hal-hal yg disenangi sangat mendesak, namun kebutuhan itu dijumbuh kan, bahwa tujuan kawin itu mengamalkan perintah Nabi saw, "Nikahlah kalian, agar kalian menurunkan keturunan. Sebab aku akan berlomba-lomba memperbanyak ummat lewat kalian di hari Kiamat." Juga seakan2 didasari oleh sabda Nabi saw, "Tak ada kependetaan di dalam Islam," hal yg sama juga dalam soal makan di saat lapar. Lalu kadang2 dijumbuhkan dgn ajakan pada dirimu untuk meninggalkan puasa atau mendapatkan hal-hal yg menyenangkan, dgn alasan tersebut. 

Misalnya engkau mengatakan, bahwa puasa yang terus-menerus itu bisa melemahkan keinginan utk taat; dan bahwa meninggalkan makanan yg enak ini, bisa melukai teman Muslim yg mengundangnya; atau bisa melukai perasaan keluarga manakala makanan itu mmg sangat diminati oleh keluarganya. Tetapi kadang2 ada godaan yg mengkhianatimu dgn warna lain, misalnya ada bisikan yg mengatakan kepadamu, "Jauhilah nafsu dgn meraih hal-hal yang tidak menyenangkan, agar bisikan nafsu itu tidak masuk kpdmu, yang bisa merusak ibadahmu," dan sebagainya yg serupa. Semua ini merupakan godaan dan penyimpangan bisikan tersebut.

Semisal dengannya, ketika ada rasa berat dan enggan untuk beribadah, lalu bisikan itu datang dengan menggunakan alasan hadits bahwa Nabi saw. melarang "tidak nikah", melarang pemaksaan diri, seperti sabdanya, "Lakukanlah amalmu semampumu," dan sabdanya lagi, "Pohon yang ditumbuhkan, tidak pada bumi yang gersang, juga tidak pada tanah yang kasar." Bahkan memperbanyak ibadah yang mendorong keletihanmu, syahwatnya mencegah utk menjurus pada rusaknya ibadah atau mencegah untuk berpaling dari ibadah. Lantas membawamu pada bunuh diri atau penjara dan sepadannya, karena adanya khayalan atas dua kondisi tesebut, yang menjanjikan kesenangan dan hilangnya beban.

Salah satu dari dua bukti dari bab ini, diawali dgn kejenuhan dan kepayahan, ketika muncul keinginan utk lepas beban, dan diawali dgn sesuatu yg menyenangkan yg dimunculkan oleh intuisi syahwat. Krn itu harus direnungkan perihal dua kondisi tersebut. Apb telah didahului oleh dua motivasi tersebut, berarti itu bisikan nafsu. Kebutuhan nafsu adalah faktor yg mengajak dan menggerakannya. Kesimpulannya bahwa bisikan tersebut bersifat syahwat pada hal yg menyenang kan. Maka pada galibnya bisikan spt itu pasti dari nafsu. 

Sedangkan saksi kedua adalah desakan bisikan ini dan tidak adanya pemutusan terhadap bisikan tersebut, hingga datangnya semacam kemampuan sepanjang engkau menolak dan berjuang melawan nafsumu, yg mendesak dan mengeraskan kepalamu, lalu muncul desakan bahwa memohon perlindungan, rasa takut, waspada dan rasa suka itu tidak ada gunanya. Bahkan yg muncul adalah dorongan yg mendesak terus-menerus. Yg demikian ini merupakan bukti2 yg gamblang, bahwa desakan demikian dari nafsu. Sebab nafsu itu spt anak2, ketika anak2 di larang malah tampak keras kepalanya.

Dua kondisi seperti itu merupakan bukti yang adil, manakala bertemu, tidak bisa diragukan sebagai bisikan nafsu. Terapinya untuk menanggulangi masalah ini adalah kontra secara radikal dan upaya yang penuh. Engkau harus mencegah keinginan bebas beban di saat muncul pembangkit bisikan kepayahan dan kelelahan ibadah, atau posisi yang memberatkan, agar bisa mencegah gerakan intuitif seperti itu. Apabila bisikan itu bersifat emosi syahwat, terapinya melalui tindak preventif terhadap faktor yang memburunya, atau engkau menolak dari kesenangan lain agar lebih kuat tindak pencegahannya.

Sedangkan intuisi syetan ditandai dengan dua hal pula:

Pertama, dengan munculnya sebagian apa yang dibutuhkan nafsu melalui ajakan syahwat atau ajakan bebas beban dalam waktu-waktu yang diinginkan sebagai tuntutan nafsu. Perbedaan antara intuisi syetan dan intuisi nafsu, bahwa intuisi syetan itu sangat mendesak.

Kedua, intuisi syetan itu dimulai dan ditimpakan pada akalnya, sementara intuisi nafsu berkaitan dan menggerakkan wataknya seperti syahwat dan rasa senang. Oleh sebab itu was-was syetan berjalan menuruti alur pembicaraan manusia dengan dirinya. Hanya saja perbedaan di sana-sini tidak terlihat jelas.

Manusia menggerakkan hatimu dari arah indera pendengaran di saat berbicara; atau mendengar dan melihat ketika menunjukkan (mengisyaratkan); serta merasakan ketika meraba; sementara syetan mengganggu melalui was-was dan perabaan hati serta membisik dalam hati. Syetan tidak tahu yang ghaib, namun ia datang kepada nafsu dari sisi akhlak yang direkayasa untuk dilakukannya. Inilah perbedaan antara intuisi nafsu dengan intuisi syetan.

Adapun intuisi rabbani ditunjukkan melalui dua bukti.

Pertama, muncul berselaras dengan syariat bagi pelakunya, dan ada bukti-bukti kebenarannya.

Kedua, tidak diawali hasrat nafsu ketika menerima intuisi tersebut, justru muncul ragam keleluasaan.

Intuisi tersebut merobohkan nafsu, tanpa adanya permulaan seperti pada intuisi syetan. Hanya saja kecepatan nafsu berselaras dengan intuisi syetan, lebih banyak, lebih gamblang, dan lebih membuatnya malas. Karena syetan itu tiba dari sisi syahwat dan kesenangannya.

Sedangkan intuisi rabbani dtg dari segi beban dan tugas. Nafsu menolak kedatangan tugas dari intuisi rabbani. Inilah perbedaan antara intuisi rabbani, intuisi nafsu dan intuisi syaithany. Apb engkau kedatangan bisikan atau intuisi, maka timbanglah dengan tiga kriteria di atas, buktikan dgn bukti2 yg kami tunjukkan, sehingga engkau bisa membedakan berbagai intuisi. Jadikanlah intuisi syetan dan nafsu -- sebagaimana kami sebutkan untukmu -- utk ditolak, lalu bergegas lah dgn intuisi rabbani. Jgn engkau abaikan intuisi rabbani itu, sbb waktu itu sempit dan kondisi ruhani itu bisa berubah. 

Engkau harus waspada dgn buaian nafsu dan was-was syetan. Sebab pintu ini termasuk pintu kebajikan yang dibukakan untukmu, maka raihlah hingga engkau bisa memulai dari awalnya. Misalnya, muncul bisikan kepada org yg dianjurkan berpuasa pada sebagian bulan atau qiyamullail, lalu bisikan itu dtg, "Sudahlah, nanti saja kalau malam sudah habis," atau kata-kata, "Nanti saja kalau bulan akan habis," padahal bisikan spt itu adalah rekaan bagi pemilik pintu taufik. Bisikan2 spt itu tidak abadi, namun cepat berubah. Sedangkan bergegas utk berpegang erat pada intuisi Rabbany, sga dianjurkan syariat. Ada dua manfaat di dlmnya:

Pertama, bahwa waktu yang ada adalah waktu yang paling sempurna, seperti waktu2 dimana hadist2 menyebutkan turunnya anugerah Allah Azza wa Jalla, dan turunnya rahmat serta ampunan. Sementara pandangan2 Allah swt. kepada makhluk-Nya tiada terbatas.

Kedua, semangat untuk menjalankan perintah2 dan taat ketika muncul berkah dibalik amal. Di sinilah rasa malas menjadi sirna, karena berhadapan dgn hembusan2 Rahmat Allah Ta'ala. Demikian pula sekaligus menjadi manfaat olah jiwa (riyadhah nafsu) untuk segera melaksanakan perintah2.

Demikian akhir dari ucapan Abul Qosim al-Junaid, semoga Allah menyucikan ruhnya dan mencerahkan kuburnya. Dan segala puji hanya bagi Allah Tuhan sementa alam, serta shalawat dan salam semoga terlimpah pada junjungan kita Muhammad, beserta keluarga dan sahabatnya semuanya, dengan salam sejahtera yang melimpah ruah.

No comments:

Post a Comment