Tuesday, August 9, 2016

MELIHAT ALLAH DENGAN MATA HATI

Ulama sepakat bahwa Rasulullah saw pernah melihat Allah dengan hatinya, berdasarkan Hadis diriwayatkan oleh Ibnu Abbas, ia berkata: “Beliau s.a.w melihatNya dengan hatinya.” [HR.Muslim]

Abu Dzar meriwayatkan bahwa Rasulullah s.a.w melihat Allah dengan hatinya dan tidak pernah melihatnya dengan mata kepalanya. Ibrahim At-Taimi meriwayatkan Rasulullah s.a.w pernah melihatnya dengan hatinya dan tidak pernah melihat dengan matanya. Imam Nawawi berkata: “Melihat Allah dengan hatinya adalah penglihatan yang benar, iaitu Allah menjadikan penglihatannya dihatinya atau menjadikan hatinya mempunyai penglihatan sehingga dia dapat melihat Tuhannya dengan benar, sebagaimana dia melihat dengan mata kepalanya sendiri. [Syarah Shahih Muslim juz3, hal 6].

Adapun selain Nabi, seperti Sahabat dan Tabi’in, maka Salaf sepakat dapat terjadi bagi hati seorang Mukmin sebuah Mukasyafat (membuka tabir) dan Musyahadat (persaksiaan), yang sesuai dengan Keimanan dan Makrifatullah. Kerana seorang yang mencintai sesuatu akan membekas dalam hatinya dan merasa selalu dekat dalam hatinya. Sebagaimana jawapan Rasulullah tentang Ihsan:َ "Hendaklah engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, dan kalau engkau tidak melihatNya, maka Dia melihatmu." [HR. Bukhari, Muslim, dan lainnya]

Syeikhul Islam meriwayatkan dari Ja’far bin Muhammad beliau ditanya: “Apakah engkau melihat Tuhanmu ketika engkau menyembah-Nya?” 

Beliau menjawab: “Saya telah melihat Tuhan, baru saya sembah”. 

"Bagaimana anda melihat-Nya?" 

Dia menjawab: “Tidak dilihat dengan mata yang memandang, tapi dilihat dengan hati yang penuh Iman."

Syeikhul Islam menambahkan: "Sesungguhnya Allah dilihat sebagaimana yg disebutkan dlm Al-Qur’an dan As-Sunnah, dan inilah pendapat saya, dan pendapat Imam-Imam kita. Berbeda dgn pendapat org2 yg jahil yg ada di sekitar kita." [Majmu’ Fatawa V/79] 

Seperti Mu’tazilah yang mengatakan bahwa Allah tidak bisa dilihat dengan hati dan bukan melihat-Nya tapi mengetahui-Nya dengan hati. [Maqalaat Islamiyah I/118]. Wallahua’lam.

No comments:

Post a Comment