Tuesday, July 26, 2016

MENGINGATI ALLAH

“Wahai org2 yg beriman! Ingatlah kepada Allah, dgn mengingat (nama-Nya) sebanyak2nya” [QS. Al-Ahzab: Ayat 41]. Sampai saat ini kita sering mendengar ayat ini dibacakan berulang-ulang oleh para mubaligh, baik di majlis taklim maupun di atas mimbar pada saat menjelang salat Jumaat. Namun, kebanyakan para mubaligh tidak menjelaskan secara rinci dan jelas apa itu mengingat. Akhirnya pengetahuan umat pun terbatas pada yg selama ini mereka pahami. Bahwa mengingat disamakan dgn membaca atau menyebut nama-nama Allah berulang-ulang, baik dgn bersuara maupun di dlm hati. Dan, ini tidak salah. Namun, bila kita gali lebih dlm lagi, maka kita akan mengetahui bahwa arti mengingat lebih dari sekedar menyebutkan atau membaca nama2 Allah. 

Mengingat bermakna mengetahui. Atau mengenali. Dan, dari mengetahui maka seseorang akan mudah untuk mengingat. Pada kesempatan kali ini, ijinkan saya kembali menuliskan arti mengingat yang sesungguhnya. Saya akan tuliskan kembali surah Al-Ahzab ayat 41, dan perhatikan baik-baik. “Wahai orang-orang yang beriman! Ingatlah kepada Allah, dengan mengingat sebanyak2nya”. “Ingatlah kepada Allah” Ini merupakan kalimat perintah, yang menunjukkan bahwa seseorang wajib mengetahui siapa yang harus diingat.

Sebelum kita mengingat sebanyak2nya, kita harus tahu dulu siapa yg harus kita ingat. Setelah kita tahu siapa yg kita ingat, maka perintah selanjutnya adalah mengingat sebanyak2nya. Penafsir ayat ini membuat kalimat di dalam kurung bahwa yang harus diingat itu adalah nama-Nya. Mengingat (nama-Nya) sebanyak2nya. Padahal ayat sebelumnya dijelaskan “ingatlah kepada Allah” Berarti yang diingat itu adalah Allah, bukan nama-Nya. “Ingatlah kepada Allah, dengan mengingat sebanyak-banyaknya”

Kita boleh saja mengkritisi arti dari ayat-ayat di dalam Al-Quran. Yang kita kritisi adalah seseorang yang telah menafsirkan ayat tersebut. Bukan ayat-ayat Al-Qurannya. Tujuannya adalah agar kita mendapatkan pemahaman yang jelas tentang ayat yang kita dengar atau kita baca. Mengingat sebanyak-banyaknya artinya mengingat Allah sebanyak-banyaknya. Bukan mengingat nama-Nya. Dan tidak hanya sekedar mengingat saja, tetapi juga kita diperintahkan untuk menemui-Nya.  Setelah menemui-Nya baru kita mengingat-Nya sebanyak2nya. Setelah kita mengingat-Nya, maka perintah selanjutnya adalah: bertasbih kepada-Nya. Seperti tertulis pada ayat berikut ini:

وَّ سَبِّحُوْهُ بُكْرَةً وَّاَصِيْلًا

dan bertasbihlah kepada-Nya pada waktu pagi dan petang. [QS. Al-Ahzab: Ayat 42]

Bertasbih mempunyai makna ganda. Menyebut dan berbuat. Bertasbih boleh dilakukan dengan cara menyebut-nyebut nama Allah. Bertasbih bisa dilakukan pula dengan cara berbuat dengan sifat-sifat Allah. Menyebut dan berbuat merupakan rangkaian dari bertasbih kepada Allah.

سَبَّحَ لِلّٰهِ مَا فِى السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِ ۚ وَهُوَ الْعَزِيْزُ الْحَكِيْمُ

Apa yg di langit dan di bumi bertasbih kpd Allah. Dialah Yang Mahaperkasa, Mahabijaksana. [QS. Al-Hadid:1]

Ayat ini menjelaskan bahwa ternyata seluruh alam semesta yg ada di langit maupun di bumi turut bertasbih kpd Allah. Konsep bertasbih ini ada hubungannya dgn mengingat. Mengingat sebanyak2nya, setelah itu bertasbih kepada Allah pada waktu pagi dan petang. Kenapa dinyatakan pagi dan petang? Kenapa tidak dinyatakan setiap waktu. Dari pagi, siang, sore, sampai malam hari? Jawabannya adalah: karena pagi dan petang sudah merupakan rangkaian dari seluruh waktu dlm sehari. Sebelum datangnya siang, tentu melewati waktu pagi terlebih dahulu. Begitu pula sebelum datangnya malam, melewati waktunya petang. Artinya: bertasbih pagi dan petang itu adalah bertasbih yg dilakukan tanpa henti.

Bertasbih ini bermakna berbuat, bertindak, atau bekerja untuk melakukan sesuatu yg sesuai dgn perintah dari-Nya. Seperti alam semesta bertasbih kepada Allah. Matahari, bulan, bintang, planet, angin, hujan, dan sebagainya. Semua bekerja sesuai dengan kodratnya. Tidak ada satu pun dari benda2 itu yg menyimpang dari perintah Allah. Siklus bertasbihnya alam semesta merupakan rangkaian dari aktivitas yang telah diatur oleh Allah swt. Begitu pula dengan kita, manusia. Tubuh kita dari ujung rambut sampai ujung kaki turut bertasbih kepada Allah. Tasbih yg tidak bersuara. Tasbih yang dimaksud adalah aktivitas seluruh organ tubuh kita. Tubuh yg beraktivitas siang dan malam. Sehingga tubuh kita dapat berkembang dgn baik. Dari awalnya anak2 tumbuh menjadi remaja dan dewasa. Dari kecil tumbuh menjadi besar dan sehat.

Nah, kelebihan kita sebagai manusia adalah, bahwa kita dianugerahkan Qolbu. Dengan Qolbu inilah kita dapat menyaksikan Tuhan secara live. Setelah proses penyaksian ini terjadi, maka langkah selanjutnya adalah mengingat. Mengingat Dia yang telah kita saksikan. Sehingga ayat ke 41 dari surah Al-Ahzab ini tidak sekedar dibaca saja. Melainkan juga mampu kita pahami dengan benar. Selain itu perintah untuk mengingat Allah merupakan kewajiban bagi orang-orang yang beriman. “Wahai org2 yg beriman!  Ingatlah kepada Allah, dengan mengingat sebanyak2nya”. 

Nah, bagi orang2 yang belum beriman tentu tidak akan tertarik mendalami ayat ini. Bahkan tidak ada keinginan untuk mencari tahu bagaimana caranya mengingat Allah itu. Bila kita membaca subhanallah, alhamdulillah, lailahailllah, Allahuakbar. Ini bukan mengingat Allah. Tetapi mengagungkan nama Allah. Mengagungkan Allah dengan tasbih, tahmid, tahlil, dan takbir. Sedangkan mengingat, mutlak melalui proses penyaksian. Ada perintah utk mengingat, dan ada pula perintah untuk bertasbih. Sbg manusia yg dianugerahkan akal, gunakan akal kita untuk berpikir, menelaah, merangkum dan memahami.  Sehingga pikiran kita selalu berkembang, cerdas dan dinamis.

Dalam membaca ayat-ayat di dalam kitab suci Al-Quran, tidak cukup sekedar mengerti artinya saja, tetapi juga harus memahami maksud dan tujuannya. Bila perlu dapat membuktikan. Karena pembuktian itu dapat menguatkan keyakinan. Banyak ayat-ayat Al-Quran yang kita tahu terbukti kebenarannya. Dan, kita tidak perlu ragu untuk membuktikan bahwa Allah itu memang ada dan bisa dibuktikan keberadaannya. Jika kita bertahan dengan keyakinan lama bahwa Tuhan tidak bisa disaksikan, maka selamanya kita tidak bisa bertemu dengan Tuhan. Karena di akhirat nanti Tuhan pun tidak akan mengaku bahwa dirinya Tuhan. Nabi diutus ke dunia ini untuk menunjukkan jalan dan caranya untuk mengenal Tuhan. Proses pengenalan kpd Tuhan ini, telah melewati waktu dan masa yg sangat lama dan panjang. Dari sejarah diciptakannya nabi Adam as, sampai nabi terakhir Muhammad saw.

Awalnya para nabi menemukan caranya masing-masing untuk berinteraksi dengan Tuhan. Kemudian Nabi Muhammad saw menyempurnakannya dengan cara yang paling mudah dilakukan. Sebagai tokoh yang cerdas dan dinamis, Rasulullah telah membuktikan sendiri bahwa perjumpaan dengan Tuhan itu benar-benar terjadi. Dan selanjutnya ia ingin umatnya mengikuti pula jejaknya. Lalu diciptakanlah sebuah cara yang sederhana dan praktis, yg boleh dilakukan oleh siapa pun juga. Hubungan kita dgn Tuhan akhirnya boleh dilakukan kapan dan di mana saja tanpa ada yg membatasi. Tidak terikat oleh waktu. 24 jam non stop sehari semalam. Sehingga ayat yg mengatakan: "Ingatlah kpd Allah, dgn mengingat sebanyak-banyaknya", bisa kita lakukan dengan benar. Jadi, bukan jumlah atau bilangan yang menjadi ukuran dlm mengingat. Melainkan kesempurnaan dalam mengingat-Nya. Bahwa yg dimaksud "ingatlah kepada Allah, dengan mengingat sebanyak2nya", adalah: benar2 ingat kpd Allah, bukan ingat akan nama-Nya.

No comments:

Post a Comment