Wednesday, March 16, 2016

MEMAHAMI ISYARAT CINTA ILAHI

Syekh Abdul Qadir Al-Jailani mengatakan, “Wahai anak muda! Waspadalah jika Allah melihat di dalam hatimu ada selain Diri-Nya. Waspadalah bahwa Allah melihat di dalam hatimu ada rasa takut kepada selain Diri-Nya, ada harapan kepada selain-Nya, dan ada kecintaan kepada selain kepada-Nya.

Maka, hendaklah engkau berusaha membersihkan kalbumu dari selain Diri-Nya. Hendaklah engkau tidak memandang kemudaratan ataupun manfaat kecuali bahwa itu datang dari Allah. Engkau selalu dalam rumah-Nya dan menjadi tamu-Nya.

Wahai anak muda! Ingatlah bahwa segala sesuatu yang kau lihat berupa wajah-wajah yang dipoles dan kau cintai adalah cinta yang semu, yang menyebabkanmu dikenai hukuman. Sebab, cinta yang benar dan tidak akan mengalami perubahan adalah cinta kepada Allah Azza wa Jalla. Dialah yang seharusnya kau lihat dengan kedua mataharimu. 

Itulah cinta orang-orang Shiddiq yang dipenuhi limpahan keruhaniaan. Mereka tidak mencintai dengan keimanan, tetapi dengan keyakinan dan kesaksian. Hijab mereka tersingkap dari mataharimu sehingga engkau melihat perkara-perkara yang gaib. Engkau melihat apa yang tidak mungkin dapat mereka jelaskan!” (Syekh Abdul Qadir Al-Jailani dalam Fath Ar-Rabbani). 

JAWABAN CINTA SANG MAHA CINTA

Diriwayatkan bahwa setelah Nabi Dawud a.s. menyaksikan sendiri betapa hebat dan dahsyat balasan cinta Allah SWT kepada para wali-wali-Nya—para pecinta Allah merindukan perjumpaan dengan-Nya—beliau pun bertanya, “Wahai Tuhanku, dengan apa mereka memperoleh anugerah ini dari-Mu?" Allah SWT menjawab, “Dengan berbaik sangka, mencegah diri dari dunia dan penghuninya, mengasingkan diri bersama-Ku dan munajat mereka kepada-Ku. Ini adalah peringkat yang tidak mudah dicapai oleh siapa pun kecuali orang yang bersungguh-sungguh menutup mata terhadap dunia dan penghuninya, juga sedikit pun tidak disibukkan olehnya, bahkan tidak terlintas dalam ingatannya.

Ia mengosongkan dirinya hanya untuk-Ku dan hanya memilih-Ku di antara seluruh makhluk-Ku. Ketika itulah Aku bersimpati kepadanya. Aku kosongkan jiwanya dan Aku singkapkan tirai antara Aku dengannya hingga ia melihat-Ku sebagaimana mata melihat sesuatu. Aku perlihatkan kepadanya kemuliaan-Ku setiap waktu. Aku dekatkan dia pada cahaya ‘wajah’-Ku. Jika ia jatuh sakit, maka Akulah yang merawat dan mengobatinya, persis seperti seorang ibu yang penuh kasih merawat anaknya. Jika ia haus, maka Aku memberikan minum dan Aku cicikan padanya kelezatan mengingat-Ku. Aku berbuat begitu kepadanya, maka ia buta akan dunia dan seluruh penghuninya. Aku jadikan ia tidak berselera kepadanya. Ia pun tidak susah-payah sibuk dengan-Ku. Lalu, ia pun ingin cepat-cepat mendatangi-Ku.

Aku tak ingin cepat-cepat mencabut nyawanya, sebab ia tidak melihat apa pun selain Aku. Hal yang sama pun terjadi pada-Ku. Aku tak melihat selain darinya. Jika Aku melihatnya, maka melelehlah dirinya, kuruslah badanya, dan berhamburlah organ-organ tubuhnya.

Ketika ia mendengar Aku menyebutnya, kalbunya langsung tercerabut. Aku banggakan ia pada malaikat-malaikat-Ku dan para penghuni langit-Ku. Lalu, rasa takut dan ibadahnya pada-Ku pun semakin bertambah. Demi kemuliaan dan keagungan-Ku, sungguh Aku akan dudukkan dia di Surga Firdaus, Aku akan menyembuhkan dadanya dengan melihat-Ku sampai ia rela dan benar-benar rela!” (Imam Al-Ghazali dalam kitab Al-Mahabbah wa asy-Syawq wa al-Uns wa ar-Ridha).

KETIKA SAHABAT NABI GALAU

Seorang sahabat bernama Al-Ahnaf ibnu Qais, pemimpin Bani Tamim pernah mengeluh pada pamannya, Sha’sh’ah ibn Mu’awiyah. Dia sendiri menuturkan, “Suatu hari aku mengeluhkan rasa sakit di perutku pada pamanku, Sha’sha’ah. Tapi, seketika itu pula dia memakiku.

Pamanku berkata: ‘Wahai keponakanku! Ketahuilah, manusia itu ada dua, teman yang pernah kau sakiti dan musuh yang tidak kau ketahui. Adapun mengenai rasa sakitmu itu, janganlah kau keluhkan pada makhluk yang dia sendiri belum tentu bisa menyembuhkan sakitnya jika tertimpa hal yang sama sepertimu. Keluhkan sakitmu itu pada Zat yang mengujimu karena hanya Dia yang mampu mengangkat rasa sakit itu darimu.

Wahai keponakanku, asal kamu tahu, salah satu mataku ini sudah 40 tahun tidak mampu melihat bahkan gunung di depan mukaku. Dan, aku tak pernah mengeluhkan itu pada siapa pun dari keluargaku, bahkan istriku tidak pernah tahu.’” (Az-Zamakhsyari dalam kitabnya Rabi’ Al-Abrar)

PESAN SUCI PENGHUNI LANGIT

Syekh Abdul Qadir Al-Jailani berpesan, Allah SWT berfirman: “Dan bersegeralah kamu mencari ampunan dari Tuhanmu dan mendapatkan surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan bagi orang-orang yang bertakwa,” (QS. Ali ‘Imran [3]: 133)

Dan, masuklah pada ath-thariq (jalan kembali kepada Allah) dan kembalilah kepada Tuhan kalian bersama golongan ahli ruhani. Waktu sangat sempit, sedang jalan hampir tertutup.

Dan, sungguh sulit mencari teman yang dapat mengajak kembali ke Negeri Asal (Akhirat/Alam Lahut). Kita berada di bumi yang hina dan akan hancur ini, tidak hanya untuk berpangku tangan lalu makan, minum dan memenuhi hawa nafsu belaka.

Nabi kalian selalu menunggu dan sangat khawatir memikirkan kalian. Sebagaimana sabda Nabi SAW, “Aku hingga pingsan karena mengkhawatirkan umatku yang hidup di akhir zaman.” (Syekh Abdul Qadir Al-Jailani dalam Sirrul Asrar).

No comments:

Post a Comment