Saturday, March 19, 2016

MENGUJI KEIMANAN SUFI

Ketika mursyid tarekat terkemuka Junaid Al-Baghdadi wafat, maka kedudukannya digantikan oleh seseorang bernama Muhammad Al-Hariri. Konon dia suka mengembara dan pernah bermukim di Mekkah selama satu tahun. Ia juga dikenal sebagai seorang sufi yang sangat alim. Di siang hari beliau selalu berpuasa hingga tak pernah terlihat berbuka. Di malam hari kadang dia pun melanjutkan untuk berpuasa. Di tengah malam ia kadang tak tidur untuk melakukan shalat, hingga punggungnya belum pernah menyentuh dinding serta kakinya tidak pernah beristirahat.

Ketika berumur 60 tahun ia duduk di makam Qibtiyah dan ditanya mengenai keistimewaan yang pernah dijumpainya. Beliau menceritakan dengan antusias: “Ketika aku sedang duduk di sudut ruangan, seorang pemuda yang tak bertutup kepala dan tak beralas kaki masuk dengan rambut terurai. Wajahnya terlihat pucat. Lalu ia berwudu dan shalat dua rakaat. Sesudah itu ia menundukkan kepala hingga masuk waktu Magrib. Pemuda itu shalat berjamaah dengan kami.

Selesai shalat ia melakukan hal serupa, menundukkan kepalanya. Tepat pada malam itu Khalifah Baghdad mengundang kaum sufi untuk ceramah agama. Ketika kami hendak berangkat pemuda itu ditanya, ‘Maukah engkau bersama kami memenuhi panggilan Khalifah?’ Ia menjawab, ‘Aku tidak membutuhkan itu, yang kuinginkan adalah makanan darimu.’ Hatiku berbisik, ‘Jawabannya tak sesuai dengan harapanku. Dia justru menuntut sesuatu dariku.’ Maka aku pun tak memedulikannya, ia kubiarkan. Aku segera berangkat ke tempat pengajian yang diselenggarakan oleh Khalifah.

Sepulang dari pengajian itu, aku pun kembali ke tempat semula, di sudut ruangan. Pemuda itu seolah-olah sudah tidur, maka aku pun mulai tidur. Dalam tidurku, aku bermimpi melihat Rasulullah Saw., beliau bersama dua orangtua yang keduanya berkemilau cahaya. Di belakangnya ada satu rombongan besar dengan wajah-wajah bersinar terang. Aku pun diberi tahu bahwa itu adalah Rasulullah Saw. yang didampingi Nabi Ibrahim di sisi kanan dan Nabi Musa di sisi kiri beliau. Sedangkan rombongan di belakangnya adalah para nabi yang berjumlah 124.000 orang.

Mengetahui hal itu, maka aku segera menghampiri Rasulullah Saw. dan berusaha menjabat tangannya. Namun, beliau palingkan wajahnya yang mulia itu dari pandanganku. Tiga kali aku kembali mencoba memandang wajahnya, namun tiga kali itu pula beliau memalingkan wajahnya. Aku bertanya tentang masalahnya, lalu beliau menjawab: ‘Sungguh engkau telah berlaku kikir ketika ada seorang fakir dari golongan kami menginginkan makanan darimu. Hingga ia dibiarkan dalam keadaan lapar malam ini.’

Seketika itu juga aku terbangun dengan hati yang diliputi ketakutan luar biasa. Tubuhku gemetar dan menggigil. Ketika dilihat, pemuda itu sudah tidak ada di tempatnya semula. Aku segera mencarinya keluar. Ketika kulihat dia maka segera kupanggil, ‘Hai anak muda, demi Allah yang telah menciptakan dirimu, tunggulah sebentar, ini makanan untukmu.’ Dia memandang dan tersenyum padaku lalu menjawab, ‘Hai Syaikh, siapakah yang menginginkan sesuap makanan darimu? Mana bisa 124.000 nabi yang kau jumpai dalam mimpi itu menolongmu hanya dengan sesuap makanan?’ Demikian katanya, lalu ia menghilang di kegelapan malam.” (Risalah Qusyairiyah). 

No comments:

Post a Comment