Monday, April 4, 2016

SHALAT KHUSYUK

Dalam Tafsir Al-Jailani, Syekh Abdul Qadir Al-Jailani memberi penjelasan tentang makna Al-Fatihah dalam gerak dan batin shalat. Beliau seolah mengajarkan teknik-teknik shalat khusyuk dan tawajuh kepada Allah untuk kita. Syekh Abdul Qadir Al-Jailani mengatakan: “Surah al-Fathihah menjadi bagian paling terpilih dari seluruh isi Al-Qur`an dengan bentuk yang paling gamblang dan pemaparan yang paling jelas.

Siapapun yang merenungi surah ini pasti akan mendapatkan apa yang dapat didapatkannya dari seluruh isi Al-Qur`an. Itulah sebabnya surah ini wajib dibaca ketika hamba bertawajuh kepada Zat Tunggal yang oleh syariat disebut dengan istilah "shalah". Shalat merupakan mi'raj bagi mereka yang menuju kepada-Nya, sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah SAW.: "Shalat adalah mi'raj orang mukmin." (HR Fakhrur-Razi dalam Tafsir Al-Kabir). Rasulullah juga bersabda: "Tidak sah shalat kecuali dengan membaca Fatihah al-Kitab."(HR Bukhari-Muslim)

Oleh sebab itu, maka bagi engkau yang sedang melakukan shalat dengan menghadap ke arah ka'bah yang sejati atau kiblat yang asli, hendaklah kau melaksanakan shalat wajib dengan tekun yang dapat mendekatkan engkau kepada kiblat sejati, sehingga kau dapat meraih hikmah dan rahasia-rahasia yang terkandung di penetapan kewajiban shalat oleh syariat. Karena, jika kau ingin mendekatinya atau menghadap ke pintu kiblat sejati itu, kau harus terlebih dulu berwudhu dan menyucikan diri dari segala kotoran baik yang lahir maupun yang batin. Kemudian kau harus membersihkan dirimu dari segala bentuk syahwat, sehingga engkau akan dapat memulai takbiratul ihram tanpa waswas setan yang membaca hawa nafsu yang menyesatkan.

Ketika engkau mengucapkan takbiratul ihram, ingatlah bahwa kau telah mengharamkan terhadap dirimu segala kehidupan dunia yang kau miliki: Bacaan "Allahu akbar" harus Anda perhatikan maknanya. Yaitu bahwa Dia adalah Zat Mahaagung Mahabesar di dalam Zat-Nya yang tidak dinisbahkan kepada yang selain Dia, karena mereka tidak ada yang selain Dia. Lakukan ini sebagai karakter Anda, bukan untuk mencari keutamaan. Jadikanlah ia sebagai pusat dari konsentrasimu dan inti dari semua tujuan yang kau inginkan.

Ketika engkau merapalkan "bismillah" demi mencari anugerah dan berkah, maka gerakkanlah hasrat dan mahabahmu hanya kepada Allah.

Ketika kau merapalkan "ar-rahman", engkau sedang menghirupnya dari napas kasih sayang Allah yang akan membantumu untuk naik ke sisi-Nya.

Ketika kau merapalkan "ar-rahim", Anda merasa nyaman dengan embusan kelembutan dan semilir rahmat-Nya. Kau datang dengan maqam memohon kelembutan Allah s.w.t. sembari menghitung nikmat yang sudah Dia berikan kepadamu.

Ketika engkau bersyukur atas nikmat Allah dengan merapalkan "al-hamdulillah", kau telah bertawasul kepada-Nya dengan bersyukur atas nikmat-Nya.

Ketika kau merapalkan "rabb al-'alamin", kau mengakui sepenuhnya atas kemencakupan, kemeliputan, dan pelantanan-Nya terhadap seluruh semesta.

Ketika engkau merapalkan "ar-rahman", kau memohon keluasan rahmat Allah dan keumuman kasih sayang-Nya.

Ketika kau merapalkan "ar-rahim", kau selamat dari azab yang pedih berupa sikap berpaling kepada yang selain Allah yang Mahabenar. Engkau telah sampai kepada-Nya setelah sebelumnya terpidah dari-Nya. Bahkan kau telah berhubunganya dengan-Nya.

Ketika kau merapalkan "maliki yaum ad-din", engkau telah memutuskan hubungan dengan asbab (kausalitas) secara mutlak dan kau teguhkan maqam kasyf (penyingkapan) dan syuhûd (kesaksian). 

Ketika tampak kepadamu sesuatu yang tampak bagimu, maka di maqam itu kau boleh berkata dengan segenap jiwa-raga: "Iyyaka na'buku", hanya kepada-Mu kami menyembah; "wa iyyaka nasta'in", hanya kepada-Mu kami memohon pertolongan.

Ketika kau merapalkan "ihdina-sh-shirath al-mustaqim", kau telah meneguhkan maqam ubudiyyah (penghambaan).

Ketika kau merapalkan "shirath al-ladzina an'amta 'alaihim", kau telah meneguhkan maqam al-jam' (penyatuan).

Ketika kau merapalkan "ghair al-maghdhûb 'alaihim", kau telah menyatakan takut dari kekuatan kekuasaan sifat-sifat Allah yang agung.

Ketika kau merapalkan "wala adh-dhallin", kau menyatakan takut mundur lagi setelah sampai di tujuan.

Ketika kau merapalkan "amin", kau telah aman dari setan yang terkutuk. 

Hendaklah engkau shalat dengan cara seperti yang disebutkan di atas, agar shalatm dapat menjadi mi'raj ke puncak Zat Tunggal dan tangga menuju Langit Keabadian; serta dapat menjadi kunci bagi khazanah azali yang abadi. Semua itu tentu tidaklah mudah kecuali setelah kau mampu mematikan keinginanmu dari berbagai bentuk tuntutan sifat-sifat kemanusiaan dan berakhlak dengan akhlak yang diridhai serta sifat terpuji. 

Kecenderungan hati seperti ini tidak akan pernah kau raih kecuali setelah kau melakukan uzlah melarikan diri dari orang-orang yang tenggelam dalam kealpaan serta memutuskan diri dari mereka dan dari gangguan berikut adat-kebiasaan mereka yang buruk. Kalau itu tidak dapat kau lakukan, maka tabiat manusia selalu ingin mencuri, penyakit selalu menyerang, dan nafsu selalu mendorong ke arah keburukan serta jauh dari sang Maula. Semoga Allah melindungi kita dari kejahatan nafsu serta menyelamatkan kita dari tipu-dayanya melalui anugerah-Nya.”

No comments:

Post a Comment