Imam Al-Ghazali dalam Kitab Bidayatul Hidayah mengatakan “Terdapat 3 jenis manusia yang menuntut ilmu: Pertama: Seseorang yang menuntut ilmu guna dijadikan bekal untuk akhirat dimana ia hanya ingin mengharap rida Allah dan negeri akhirat. Ini termasuk kelompok yang beruntung;
Kedua: Seseorang yang menuntut ilmu guna dimanfaatkan dalam kehidupannya di dunia sehingga ia bisa memperoleh kemuliaan, kedudukan, dan harta. Ia tahu dan sadar bahwa keadaannya lemah dan niatnya hina. Orang ini termasuk ke dalam kelompok yang berisiko. Jika ajalnya tiba sebelum sempat bertobat, yang dikhawatirkan adalah penghabisan yang buruk (su' ul-khatimah) dan keadaannya menjadi berbahaya. Tapi jika ia sempat bertobat sebelum ajal tiba, lalu berilmu dan beramal serta menutupi kekurangan yang ada, maka ia termasuk orang yang beruntung pula. Sebab, orang yang bertobat dari dosanya seperti orang yang tak berdosa;
Ketiga: Seseorang yang terperdaya oleh setan. Ia pergunakan ilmunya sebagai sarana untuk memperbanyak harta, serta untuk berbangga dengan kedudukannya dan menyombongkan diri dengan besarnya jumlah pengikut. Ilmunya menjadi turnpuan untuk meraih sasaran duniawi. Bersamaan dengan itu, ia masih mengira bahwa dirinya mempunyai posisi khusus di sisi Allah karena ciri-ciri, pakaian, dan ke-pandaian berbicaranya yang seperti ulama, padahal ia begitu tamak kepada dunia lahir dan batin.
Orang dari kelompok ketiga di atas termasuk golongan yang binasa, dungu, dan tertipu. Ia tak bisa diharapkan bertobat karena ia tetap beranggapan dirinya termasuk orang baik. Ia lalai dari firman Allah Swt. yang berbunyi, "Wahai orang-orang yang beriman. Mengapa kalian mengatakan apa-apa yang tak kalian lakukan?!" (Q.S. ash-Shaff: 2). Ia termasuk mereka yang disebutkan Rasul saw., "Ada yang paling aku khawatirkan dari kalian ketimbang Dajjal." Beliau kemudian ditanya, "Apa itu wahai Rasulullah?" Beliau menjawab, "Ulama su' (buruk)." Sebab, Dajal memang bertujuan menyesatkan, sedangkan ulama ini, walaupun lidah dan ucapannya memalingkan manusia dari dunia, tapi amal perbuatan dan keadaannya mengajak manusia ke sana.
Padahal, realita lebih berbekas dibandingkan ucapan. Tabiat manusia lebih terpengaruh oleh apa yang dilihat ketimbang mengikuti apa yang diucap. Kerusakan yang ditimbulkan oleh perbuatannya lebih banyak daripada perbaikan yang di-sebabkan oleh ucapannya. Karena, biasanya orang bodoh mencintai dunia setelah melihat si alim cinta pada dunia. Ilmu pengetahuan yang dimilikinya, menjadi faktor yang menyebabkan para hamba Allah berani bermaksiat pada-Nya. Nafsunya yang bodoh tertipu, tapi masih memberi angan-angan dan harapan padanya. Bahka, ia mengajaknya untuk mempersembahkan sesuatu untuk Allah dengan ilmunya. Nafsu tersebut membuatnya beranggapan bahwa ia lebih baik dibandingkan hamba Allah yang lain.
Maka, jadilah engkau termasuk golongan yang pertama. Waspadalah agar tidak menjadi golongan kedua karena betapa banyak orang yang menunda-nunda, ternyata ajalnya tiba sebelum bertaubat sehingga akhirnya rugi dan kecewa. Lebih dari itu, waspadalah! Jangan sampai engkau menjadi golongan ketiga karena engkau betul-betul akan binasa, tak mungkin selamat dan bahagia.
Apabila engkau bertanya, "Apa permulaan dari hidayah tersebut sehingga aku bisa menguji diriku dengannya?" Maka ketahuilah bahwa hidayah bermula dari ketakwaan lahiriah dan berakhir dengan ketakwaan batiniah. Tak ada balasan kecuali dengan takwa dan tak ada hidayah kecuali bagi orang-orang bertakwa.
Takwa adalah ungkapan yang mengandung makna melaksanakan perintah Allah Swt. dan menghindarkan larangan-larangan-Nya. Masing-masing ada dua bagian. Di sini aku akan menunjukkan kepadamu secara ringkas aspek lahiriah dari takwa dalam dua bagian tersebut secara bersamaan. Aku masukkan bagian ketiga agar tulisan menjadi lengkap dan cukup. Allah tempat meminta pertolongan.” (Imam Al-Ghazali dalam Bidayatul-Hidayah).
No comments:
Post a Comment