Di sudut kota Delhi, kami ada berjumpa seorang tua berumur lebih kurang 104 tahun (3 bulan lalu telah meninggal). Kami menanyakan kepada beliau, apakah beliau pernah berjumpa Maulana Ilyas Al Khandhalawi rah. Orang tua tersebut berkata bahwa ia pernah berjumpa maulana. Waktu itu ia masih kecil, dibawa ayahnya untuk mendengar bayan maulana di masjid Banglawali.
Kami tanyakan, bagaimanakah sosok maulana Ilyas itu. Orang tua tsb bertanya, apakah kalian pernah berjumpa maulana Sa'id Ahmad khan? Kami jawab pernah.
Maka orang tua tersebut menceritakan, bahwa maulana Ilyas rah sosoknya hampir serupa dg maulana Sa'id Ahmad, tetapi lebih kurus dan lebih kecil lagi. Badannya kurus, fisiknya sangat lemah, bicaranya agak gagap.
Orang yang mendengar pembicaraannya lebih banyak yang tidak mengerti karena bicara beliau yang tak terlalu baik dan juga karena maulana menggunakan bahasa urdu lama. Bahkan seorang 'alim di zaman tersebut, maulana Manzur, pernah duduk di majlis beliau dan tidak memahami pembicaraan beliau.
Tapi beliau kaget, ketika maulana bayan maka seorang tua dari Mewat telah berdiri dan menyatakan siap untuk berangkat. Maka maulana Manzur telah bertanya kepada orang tua tersebut apakah beliau mengerti apa yang disampaikan. Orang tua Mewat tersebut berkata bahwa aku tidak mengerti sama sekali apa yang disampaikan maulana Ilyas. Tapi yang kuketahui, jika aku tidak berdiri, maka maulana Ilyas tidak akan menghentikan pembicaraannya.
Sesungguhnya Allah 'azza wa jalla ingin menunjukkan kepada kita, bahwa untuk Kerja Dakwah ini tidak membutuhkan fisik yang kuat, badan yang besar, atau bicara yang lancar. Yang ada di dalam diri beliau adalah sebuah kerisauan yang sangat tinggi.
(Ashar Bayan 29072017, trjim ust Haris Jakarta, Musyawarah Indonesia).
No comments:
Post a Comment