Saturday, July 30, 2016

ILMU MAKRIFAT YANG MURNI HUKUMNYA WAJIB DITUNTUT

Hadist Nabi SAW: "Awaluddin Ma’rifatullah”. Hadis Nabi SAW lagi: "LAA SHAHUL SHALAT ILLA BIL MA’RIFAH" - Artinya : Tidak sah shalat melainkan dgn mengenal Allah SWT. Mempelajari Ilmu Makrifat, adalah sangat penting. Ulama Tasauf menghukumkan “Fardhu ‘Ain” untuk setiap mukallaf mempelajari/menuntutnya secara “Ijmali” (ringkas). Dan “Fardhu Kifayah” mempelajarinya “secara Tafshili” (Terperinci).

Syekh Amin Al-Kurdi menegaskan: “Ketahuilah, mengenal diri adalah suatu urusan yang penting untuk setiap pribadi. Karena sesungguhnya siapa yang mengenal dirinya, niscaya ia dapat mengenal Tuhannya. Yaitu mengenal dirinya yang hina, lemah, serta fana.” 

Dengan itu dia dapat mengenal Tuhannya yang bersifat mulia, kuasa dan kekal abadi. Siapa yang jahil (tidak kenal) terhadap dirinya, berarti ia jahil pula terhadap Tuhannya.” (Tanw. Wulub; Halaman : 464).

Hampir semua Ulama Sufi dan Para ‘Arif Billah sepakat bahwa “pada hakikatnya” tiada seorangpun yang bisa mengenal Allah, kecuali dengan Allah jua. “Org yg ma’rifat kpd Allah dgn Dia, maka itulah dia ‘Arif hakiki. Org yg ma’rifat kpdNya dgn dalil, dia adalah orang Ahli Kalam. Dan org yg ma’rifat kepada-Nya dgn taklid/ikut saja, itulah org awam/umum.”

“Syekh Dzin Nun Al-Mishry ditanya orang: "Dgn apa anda mengenal Tuhanmu?” Beliau menjawab: "Saya mengenal Tuhanku dga Tuhanku jua, tanpa Dia, tidak mungkin saya dapat mengenal Tuhanku.” (Risalatul-Qusyairiyah). Sementara Ulama Ahluz-Zhohir tidak sependapat dengan rumusan tersebut.  Oleh karena itu sedikitnya ada tiga (3) alasan kuat dari kalangan Ulama Ahli Sufi atas jawaban rumusan tersebut :

1) Pada awal kehadiran manusia di muka bumi, Nabi Adam a.s. membawa pengetahuan tentang Allah s.w.t dan tentang segala sesuatu, adalah karena oleh Allah sendiri kepada beliau, yang sebelumnya beliau tidak mengerti apa-apa. Allah swt. berfirman :

وَعَلَّمَ آدَمَ الْأَسْمَاءَ كُلَّهَا ثُمَّ عَرَضَهُمْ عَلَى الْمَلَائِكَةِ فَقَالَ أَنبِئُونِي بِأَسْمَاءِ هَـٰؤُلَاءِ إِن كُنتُمْ صَادِقِينَ -٣١

Artinya : “Dan Dia mengajarkan kpd Adam nama2 (benda2) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kpd para Malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah kpd Ku nama benda2 itu jika kamu mmg benar org2 yg benar!" (Q.S. Al-Baqarah : 31).

2) Lahirnya seorang anak manusia dari perut Ibunya, sama sekali tidak punya pengetahuan apa-apa, seperti apa yang difirmankan oleh Allah swt. :

وَاللَّهُ أَخْرَجَكُم مِّن بُطُونِ أُمَّهَاتِكُمْ لَا تَعْلَمُونَ شَيْئًا وَجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ وَالْأَبْصَارَ وَالْأَفْئِدَةَ ۙ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ - ٧٨

Artinya : “Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.” (Q.S. An-Nahl : 78). 

Tentang adanya dan tersedianya apa yang dinamakan watak, bakat, intelejensia, naluri dan lain-lain, adalah “khalqiyah” (ciptaan) yang bukan bikinan manusia itu sendiri.

3) Faktor keterbatasan manusia adalah suatu kenyataan yang tidak bisa dibantah oleh siapa-pun. Apa mungkin manusia (dalam keterbatasannya) mampu mengenal Allah swt. kalau bukan drp pemberitahuan Allah swt. sendiri melalui para Rasul dan Kitab2Nya. Banyak keterangan Hadis Rasulullah saw, tentang ketidaktahuan manusia, antara lain: “Semua kamu adalah sesat, kecuali org yg Ku-beri petunjuk, maka mintalah petunjuk kepada-Ku, maka Aku akan memberi petunjuk padamu. 

Hai hamba-Ku, semua kamu lapar dahaga, kecuali orang Ku-beri makan, maka mintaklah makan kepada-Ku, Aku akan memberi makan kepadamu. Hai hamba-Ku, semua kamu dalam keadaan telanjang bulat, kecuali orang yang Ku-pakaiani, maka mintaklah pakaian kepada-Ku, Aku akan memberi pakaian itu padamu. Hai hamba-Ku, kamu semua banyak berbuat salah sepanjang hari dan malamm Akulah yang memberi ampunan atas dosa2 itu semua, kecuali syirik - maka mintalah ampunan kpd Ku, Aku akan ampuni kamu.” (Diriwayatkan oleh : Muslim, Abu ‘Uwanah, Ibnu Hibban dan Hakim).

Pengetahuan yang dimiliki manusia, timbul dan berkembang disebabkan adanya keterpaduan antara faktor internal (unsur-unsur khalqiyah) dengan faktor external (alam dan hubungan manusia dengan lingkungan). Dengan jelas Allah swt. berfirman, (Q.S. Al-Israa’ ayat : 85), “Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah: "Roh itu termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit.” (Q.S. Al-‘Alaq: 5) Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.”

Maka jelaslah bahwa pada “hakikatnya” untuk ma’rifat kepada Allah swt. adalah dengan dan karena Allah swt. jua. Yakni dengan petunjuk-Nya, dengan Hidayah-Nya, dan dengan Kehendak-Nya. Tanpa Dia, tidak mungkin seseorang akan dapat mengenal-Nya.

No comments:

Post a Comment