Saturday, January 12, 2013

KISAH SYAABAN R.A

ALKISAH seorang sahabat bernama Sya’ban Ra Ia adalah seorang sahabat yang tidak menonjol dibandingkan sahabat-sahabat yang lain. Ada suatu kebiasaan unik dari Sya’ban RA ini, yaitu setiap masuk masjid sebelum solat berjamaah dimulai dia selalu beritikaf dipojok depan masjid.

Dia mengambil posisi di pojok bukan karena supaya mudah senderan atau tidur, namun karena tidak mau mengganggu orang lain dan tak mau terganggu oleh orang lain dalam beribadah. Kebiasaan ini sudah dipahami oleh sahabat bahkan oleh RasululLah s.a.w, bahawa Sya’ban RA selalu berada di posisi tersebut termasuk saat solat berjamaah. Suatu pagi saat solat subuh berjamaah akan dimulai RasululLah s.a.w mendapati bahawa Sya’ban RA tidak berada di posisinya seperti biasa. Rasul s.a.w pun bertanya kepada jamaah yang hadir apakah ada yang melihat Sya’ban Ra Namun tak seorangpun jemaah yang melihat Sya’ban Ra

Solat subuhpun ditunda sejenak untuk menunggu kehadiran Sya’ban Ra Namun yang ditunggu belum juga datang. Khawatir solat subuh kesiangan, Rasul s.a.w memutuskan untuk segera melaksanakan solat subuh berjamaah. Selesai solat subuh, Rasul s.a.w bertanya apa ada yang mengetahui kabar dari Sya’ban Ra Namun tak ada seorangpun yang menjawab.

Rasullullah bertanya lagi apa ada yang mengetahui di mana rumah Sya’ban Ra Kali ini seorang sahabat mengangkat tangan dan mengatakan bahawa dia mengetahui persis di mana rumah Sya’ban Ra Rasulullah s.a.w yang khawatir terjadi sesuatu dengan Sya’ban RA meminta diantarkan ke rumah Sya’ban Ra Perjalanan dengan jalan kaki cukup lama ditempuh oleh Rasul s.a.w dan rombongan sebelum sampai ke rumah yang dimaksud. Rombongan Rasul s.a.w sampai ke sana saat waktu afdol untuk solat dhuha (kira-kira 3 jam perjalanan).

Sampai di depan rumah tersebut beliau s.a.w mengucapkan salam. Dan keluarlah seorang wanita sambil membalas salam tersebut. “Benarkah ini rumah Sya’ban RA?” Rasul s.a.w bertanya. “Ya benar, saya istrinya” jawab wanita tersebut”. Bolehkah kami menemui Sya’ban RA, yang tadi tidak hadir saat solat subuh di masjid?” Dengan berlinangan air mata istri Sya’ban RA menjawab: “Beliau telah meninggal tadi pagi” InnaliLahi wainna ilaihirojiun…SubhanalLah , satu-satunya penyebab dia tidak solat subuh berjamaah adalah karena ajal sudah menjemputnya.

Beberapa saat kemudian istri Sya’ban bertanya kepada Rasul s.a.w, “Ya Rasul ada sesuatu yang jadi tanda tanya bagi kami semua, yaitu menjelang kematiannya dia berteriak tiga kali dengan masing-masing teriakan disertai satu kalimat. Kami semua tidak paham apa maksudnya”. “Apa saja kalimat yang diucapkannya?” tanya Rasul s.a.w. Di masing-masing teriakannya dia berucap kalimat,

“Aduuuh, kenapa tidak lebih jauh.”
“Aduuuh, kenapa tidak yang baru.“
“Aduuuh, kenapa tidak semua.”

Rasul s.a.w pun melantukan ayat yang terdapat dalam surat Qaaf (50) ayat 22 yang artinya: “Sesungguhnya kamu berada dalam keadaan lalai dari (hal) ini, maka Kami singkapkan dari padamu hijab (yang menutupi) matamu, maka penglihatanmu pada hari itu amat tajam.“

Saat Sya’ban RA dalam keadaan sakratul maut, perjalanan hidupnya ditayangkan ulang oleh Allah s.w.t. Bukan cuma itu, semua ganjaran dari perbuatannya diperlihatkan oleh Allah s.w.t. Apa yang dilihat oleh Sya’ban RA (dan orang yang sakratul maut), tidak bisa disaksikan oleh yang lain.

Dalam pandangannya yang tajam itu Sya’ban RA melihat suatu adegan di mana kesehariannya dia pergi pulang ke Masjid untuk solat berjamaah lima waktu. Perjalanan sekitar 3 jam jalan kaki sudah tentu bukanlah jarak yang dekat. Dalam tayangan itu pula Sya’ban RA diperlihatkan pahala yang diperolehnya dari langkah-langkah nya ke Masjid. Dia melihat seperti apa bentuk syurga ganjarannya. Saat melihat itu dia berucap: “Aduuuh, kenapa tidak lebih jauh.” Timbul penyesalan dalam diri Sya’ban RA, mengapa rumahnya tidak lebih jauh lagi supaya pahala yang didapatkan lebih banyak dan syurga yang didapatkan lebih indah.

Dalam penggalan berikutnya Sya’ban RA melihat saai ia akan berangkat solat berjamaah di musim dingin. Saat ia membuka pintu berhembuslah angin dinginyang menusuk tulang. Dia masuk kembali ke rumahnya dan mengambil satu baju lagi untuk dipakainya. Jadi dia memakai dua buah baju. Sya’ban RA sengaja memakai pakaian yang bagus (baru) di dalam dan yang jelek (butut) di luar. Pikirnya jika kena debu, sudah tentu yang kena hanyalah baju yang luar, sampai di masjid dia bisa membuka baju luar dan solat dengan baju yang lebih bagus.

Dalam perjalanan ke tengah masjid dia menemukan seseorang yang terbaring kedinginan dalam kondisi yang mengenaskan. Sya’ban RA pun hiba, lalu segera membuka baju yang paling luar dan dipakaikan kepada orang tersebut dan memapahnya untuk bersama-sama ke masjid melakukan solat berjamaah. Orang itupun terselamatkan dari mati kedinginan dan bahkan sempat melakukan solat berjamaah. Sya’ban RA pun kemudian melihat indahnya sorga yang sebagai balasan memakaikan baju bututnya kepada orang tersebut. Kemudian dia berteriak lagi: “Aduuuh, kenapa tidak yang baru”. Timbul lagi penyesalan di benak Sya’ban Ra Jika dengan baju butut saja bisa mengantarkannya mendapat pahala yang begitu besar, sudah tentu ia akan mendapat yang lebih besar lagi seandainya ia memakaikan baju yang baru.

Berikutnya Sya’ban RA melihat lagi suatu adegan saat dia hendak sarapan dengan roti yang dimakan dengan cara mencelupkan dulu ke segelas susu. Bagi yang pernah ke tanah suci sudah tentu mengetahui sebesar apa ukuran roti arab (sekitar 3 kali ukuran rata-rata roti Indonesia)

Ketika baru saja hendak memulai sarapan, muncullah pengemis di depan pintu yang meminta diberikan sedikit roti karena sudah lebih 3 hari perutnya tidak diisi makanan. Melihat hal tersebut, Sya’ban RA merasa hiba. Ia kemudian membagi dua roti itu sama besar, demikian pula segelas susu itu pun dibagi dua. Kemudian mereka makan bersama-sama roti itu yang sebelumnya dicelupkan susu, dengan porsi yang sama. Allah s.w.t kemudian memperlihatkan ganjaran dari perbuatan Sya’ban RA dengan syurga yang indah. Ketika melihat itu diapun berteriak lagi: “Aduuuh, kenapa tidak semua.”

Sya’ban RA kembali menyesal. Seandainya dia memberikan semua roti itu kepada pengemis tersebut tentulah dia akan mendapat sorga yang lebih indah. Masyaallah.

No comments:

Post a Comment