Saturday, January 12, 2013

SEHEBAT UMAR KAH IMAN KITA?

Mari kita bayangkan. Andaikan saja Syaidina Umar bin Khattab ra hadir saat ini, boleh jadi perasaannya campur aduk, geram, kecewa, juga sedih. Bayangkan, begitu banyak pesan datang soal corona. Isinya seakan membenturkan agama dan sains. Soleh dan tidak soleh, beriman dan tidak beriman.

Semak beberapa di antaranya, “Mari ramaikan masjid. Virus Corona itu tentara Allah. Dengan ke masjid dia akan tunduk”.


“Mati itu urusan Allah. Buat apa kita solat di rumah. Harus ke masjid”.


“Mengapa kita takut kepada virus corona. Harusnya lebih takut kepada Allah. Tak perlu kita di rumah terus”.


“Dengan wudhu dan doa kita akan terhindar dari corona”.


“Kalau sudah takdirnya kita mati sebab corona maka harus pasrah”.


Saya teringat kisah SyaidinaUmar bin Khattab ra pada 18H. Saat itu beliau melakukan perjalanan dari Madinah menuju Syam. Di perbatasan masuk wilayah Syam, rombongan berhenti. Syaidina Abu Ubaidah bin Al Jarrah ra, Gabenor Syam ketika itu datang ke perbatasan untuk menjemput dan menyambut rombongan Khalifah.


Kala itu, Syam tengah tertimpa wabak taun, sebuah penyakit menular. Benjolan muncul di seluruh tubuh yang akhirnya pecah dan mengakibatkan pendarahan. Syaidina Umar ra bermesyuarat dan meminta saran kepada sahabat muhajirin, ansar dan orang-orang yangg ikut dalam peristiwa Fathu Makkah. Apakah akan melanjutkan perjalanan masuk ke Syam atau kembali ke Madinah? Perbedaan pendapat terjadi.


Syaidina Abu Ubaidah ra menginginkan agar mereka masuk ke Syam, “Mengapa engkau lari dari takdir Allah?” Tanya Syaidina Abu Ubaidah ra kepada Syaidina Umar ra. Lalu Syaidina Umar ra menyanggahnya dan mengatakan, “Jika kamu punya kambing dan ada dua tahan ragut yang subur dan yang kering, kemana akan engkau arahkan kambingmu? Jika ke tanah kering itu adalah takdir Allah dan jika ke tanah subur itu juga takdir Allah. Sesungguhnya dengan kami pulang, kami hanya berpindah dari takdir yang satu ke takdir yang lain”.


Akhirnya perbedaan itu berakhir ketika Syaidina Abdurrahman bin Auf ra mengucapkan hadist Rasulullah, “Jika kalian mendengar wabak melanda suatu negeri, maka, jangan kalian memasukinya dan jika kalian berada di daerah itu janganlah kalian keluar untuk lari darinya”.  (HR Bukhari dan Muslim).


Akhirnya, Syaidina Umar ra dan rombongan kembali ke Madinah. Sementara itu, SyaidinaAbu Ubaidah ra, tetap ingin hidup bersama rakyatnya dan mati bersama rakyatnya. Sampai akhirnya Syaidina Abu Ubaidah ra, Syaidina Muadz bin Jabal ra, Syaidina Suhail bin Amr ra dan sahabat-sahabat mulia lainnya wafat karena wabak tersebut. Sekitar 20 ribu orang meninggal dunia iaitu hampir separuh penduduk Syam ketika itu.


Syaidina Umar ra, seorang yang keimanannya tak perlu diragukan lagi, memilih untuk tidak masuk ke Syam. Padahal dengan bekal keimanannya, beliau orang yang paling patut berkata, “Saya tak takut masuk Syam. Wabak taun itu ciptaan Allah swt. Kalau sudah takdir pasti juga akan mati. Karena itu saya tetap akan masuk Syam”.


Tapi nyatanya beliau tak melakukan itu. Beliau justeru membuat analogi cerdas saat berdialog dengan Syaidin Abu Ubaidah ra dan di hujung kalimatnya, terucap kata-kata indah, “Sesungguhnya dengan kami pulang, kami hanya berpindah dari takdir yang satu ke takdir yang lain”.


Iman kita belum sekuat imannya Syaidina Umar ra. Namun, sikap dan perilaku kita terlihat melebihi keimanan beliau. Menantang virus dan yakin akan mengatasinya.


Sudah sekhusyuk Umarkah saat kita solat?

Sudah serajin Umarkah kita solat berjamaah di masjid?

Sudah sedekat Umarkah kita dengan Rasulullah saw?

Sudah sekuat Umarkah iman kita?


Bukankah Syaidina Umar ra yg sedemikian kuat imannya saja masih berikhtiar menghindari takdir lalu kita yang keimanannya tak ada seujung kuku, begitu percaya diri membuat kenyataan-kenyataan di atas. Ikhtiar, doa dan tawakal. Begitu rumusan seorang muslim dalam menjalani hidup. Bukan hanya doa lalu tawakal. Bersyukurlah bahawa Umar tak hadir saat ini. Wallahualam bisawab.


Aisyah rha berkata:


أن رسولَ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم قال في مرَضِه : ( مُروا أبا بكرٍ يصلِّي بالناسِ )


“Rasulullah saw ketika sakit beliau bersabda, “Perintahkan Abu Bakar untuk solat (mengimami) org2” (HR. Bukhari no. 7303).


Menunjukkan Rasulullah saw ketika sakit berat, Baginda saw tidak ke masjid. 


Ibnu Abbas r.hu mengatakan:


لقد رَأيتُنا وما يتخلَّفُ عن الصَّلاةِ إلا منافقٌ قد عُلِمَ نفاقُهُ أو مريضٌ


“Aku melihat bahwa kami (para sahabat) memandang orang yang tidak solat berjamaah sebagai orang munafik atau sedang sakit” (HR. Muslim no. 654).


Menunjukkan org yg sakit diberi uzur untuk tidak ke masjid.


Rasulullah saw bersabda:


فِرَّ مِنَ الْمَجْذُومِ فِرَارَكَ مِنَ الْأَسَدِ


“Larilah dari orang yang terkena kusta, sebagaimana engkau lari dari singa” (HR Ahmad no.9722, dishahihkan Al Albani dalam Silsilah As-Shahihah no.783).


Menunjukkan bahwa boleh berusaha menghindarkan diri dari penyakit menular bahkan ini perintah Nabi. Dalam hadits lain, Rasulullah saw bersabda:


لاَ تُورِدُوا المُمْرِضَ عَلَى المُصِحِّ


“Janganlah mengumpulkan unta yg sakit dengan unta yg sihat" (HR. Bukhari no.5774, Muslim no.2221)


Semoga Allah memberi taufik.



No comments:

Post a Comment