Saturday, January 18, 2014

BELAJAR DARI HARUN AL-RASYID

Cahaya lampu minyak nampak menerangi sebuah ruangan sederhana yang sedang diselimuti kegelapan. Diantara kesuraman cahayanya, nampak sesosok lelaki yang terlihat sibuk menyelesaikan urusannya. Tak lama, terdengar ketukan di pintu ruangan tersebut. "Masuk…" lelaki tersebut mempersilakan. Lalu terlihat sesosok wajah yang menghampiri lelaki itu. Dia ternyata anak kepada lelaki tersebut.

Segera, lelaki tersebut menghentikan pekerjaannya dan berkata, "Apa yang mau kamu bicarakan, nak? Mengenai urusan peribadi ataukah kenegaraan?", suaranya terdengar begitu arif dan penuh kasih sayang.

"Ini mengenai urusan pribadi, ayahanda". Maka, segera lelaki tersebut meniup lampu minyak yang menyala hingga kegelapan sempurna meliputi ruangan tersebut.

"Mengapa dimatikan ayahanda?", tanya anak lelaki tersebut penuh keheranan.

"Anakku... kerana yang akan kau bicarakan adalah mengenai urusan peribadi, maka tak layak jika sekiranya kita menggunakan lampu yang berasal dari wang negara" tutur lelaki tersebut penuh dengan kebijaksanaan diwajahnya.

Subhhanallah wabihamdih… MasyaAllah…

Begitulah sejarah mencatat dengan tinta emasnya, selingkar kisah mengenai sesosok pemimpin agung dunia, Harun Al Rasyid. Siapa yang tidak mengenalnya? Sesosok lelaki yang pernah memimpin kekhilafahan Islam (Saat Bani Abbasiyah memerintah) dalam tempoh yang begitu singkat, sekitar dua puluh tahun (tepatnya 17 tahun), namun kemajuannya begitu pesat sekali. Pemerintahan yang kacau bilau, dapat dirapikan kembali barisan dan urusannya oleh beliau dengan bijak dan saksama. kerosakkan pemerintahan sebelumnya dibumi hanguskan. Ilmu pengetahuan dan kebesaran Islam meluas menerangi bumi. Kekayaan diedarkan secara merata dengan penerapan ekonomi Islam yang bijaksana. Subhanallah.

Inilah fakta yang mencengangkan, bahkan sejarah mencatatkan bahwa tak ada satupun rakyat yang dipimpin Harun al Rasyid yang mau menerima zakat. Ada beberapa pendapat mengenai keadaan tersebut. Ada yang berpendapat bahawa hal tersebut terjadi kerana memang semua rakyatnya sudah makmur secara ekonomi, dan ada lagi yang berpendapat bahwa semua rakyat sudah makmur secara rohani sehingga mereka malu untuk menerima zakat dan mencukupkan diri dengan apa yang sudah dipunyai. 

Secara logik sederhananya, cukup sulit untuk meningkatkan kesejahteraan rohani masyarakat dalam tempoh masa jabatannya yang sangat singkat, iaitu sekitar 17 tahun. Jauh lebih logik jika kemakmuran terjadi karena pembahagian perekonomian memang betul-betul merata, tanpa memusat, dan adil (sesuai keperluan, bukan sama rata) hingga masyarakat yang tadinya memerlukan zakat, menjadi tidak memerlukan kembali, karena secara automatik rohani masyarakat akan terbangun menyaksikan cara kerja pemerintahnya yang bijaksana dalam menyejahterakan diri mereka.

Hal ini berkaitan dengan fakta, bahwa isteri dari Harun Al Rasyid merupakan seorang wanita yang sangat mulia pada masanya. Bagaimana tidak, wanita tersebut merupakan puteri dari seorang khalifah, yang bapa saudaranya dan saudaranya juga pernah menjadi khalifah. Tahun-tahun pernikahan mereka dihiasi dengan kehidupan romantik yang Islami, juga kemudahan istana yang begitu hebat, namun dalam sekejab masa ketika Harun Al Rasyid menjadi seorang khalifah maka suaminya tersebut segera mengencangkan ikat pinggangnya dan kehidupan rumah tangganya berubah 180 darjah. 

Bagaimana tidak, semua hartanya diserahkan untuk Baitul Mal. Bahkan diceritakan bahwa beliau pernah menanyakan istrinya,"Mau memilih hidup sederhana dengan segala kekurangan dengannya atau dicerai?". Maka istrinya yang memang seorang muslimah yang begitu dalam ketaatannya pada Allah s.w.t dan suaminya, rela melepaskan semua kemudahan yang pernah didapatkannya dulu dan lebih memilih berjuang bersama suaminya. Bukan hanya harta benda rumah tangganya yang diserahkan untuk Baitul Mal, tapi juga berbagai perhiasan peribadinya yang begitu mahal dan berharga, sampai perhiasan warisan paling berharga yang dimilikinya pun direlakannya. MasyaAllah.. Subhanallah wabihamdi...

Cerita tersebut hanyalah pembuka, sebagai pelembut hati bagi para pembaca yang peka hatinya dan tajam akalnya. Dari seorang Harun Al Rasyid, seorang pemimpin luar biasa yang dapat kita jadikan tauladan. Dari kisahnya, kita menjadi tahu bahwa betapa dalamnya kepimpinan yang dimiliki beliau, betapa tajam akalnya dan cemerlang kebijakannya, dan yang terpenting, betapa tebalnya keimanannya kepada Allah s.w.t. Subhanallah.

Dari kisah tauladan Harun Al Rasyid di atas ada beberapa yang dapat kita ambil pelajaran. Pertama, setiap kita adalah pemimpin. Teori sapu jagad (mendunia) sudah pun diungkapkan oleh Rasulullah s.a.w sekitar 14 abad silam dan baru dikemukakan kembali oleh pemikir moden beberapa tahun belakangan. Mari kita buka Al Baqarah ayat 30. Subhanallah, betapa mulianya derajat kita, manusia sebagai khalifah (pemimpin) di muka bumi Allah.

Ini bermakna jamak. Khalifah untuk diri kita sendiri, mengelola dan memanfaatkan tubuh, akal, dan harta dengan sepenuhnya untuk meraih tujuan hidup kita, iaitu beribadah kepada Allah s.w.t semata-mata. Diatasnya, ada khalifah untuk keluarga, masyarakat, negara hinggalah kepada dunia. Inilah Islam. Islam yang mendunia dan menyeluruh. Bukankah didalam Al Quran dijelaskan bahawa alam semesta ini hanya tunduk kepadaNya, kecuali jin dan manusia yang diberi kebebasan untuk taat atau ingkar kepadaNya.

Kedua, manusia diciptakan Allah s.w.t sangat luarbiasa. Tubuh, akal, segala sumber bumi dan alam semesta ini adalah milikNya yang akan memberikan amanahnya kepada manusia. Maka sudah sepatutnya, jika hanya hukum dan peraturanNya sajalah yang berhak diberlakukan di muka bumi ini. Hal itu sebagai wujud aksi nyata kita pada ketauhidan pada Allah s.a.w.

Lihatlah pada surat An Nas dan Al Fatihah, ketauhidan itu meliputi 3 macam tauhid. Pertama, Tauhidd Rububiyah (mentauhidkanNya kerana Dia adalah Rabb; Maha Pencipta segala di alam raya dan Maha Pemberi Rezeki akan keperluan semua makhlukNya). Yang kedua adalah Tauhid Mulkiyah (mentauhidkanNya kerana Dia adalah Al Malik; Raja, Pengatur, Penguasa, dan Pembuat Hukum, dan Raja akan semua makhlukNya) dan yang ketiga adalah Tauhid Ilahiyah (mentauhidkan-Nya karena Dia adalah Ilah; Yang Maha di Sembah.

Setelah kita mengakui bahwa Allah adalah Rabb, Malik, maka kita dapat membuktikan keimanan kita dengan mentauhidkan ke-IlahanNya dan menyembahNya). Sebagaimana telah diajarkan oleh Rasulullah s.a.w, ibarat sebuah pohon, aqidah adalah akar, syariat adalah batang, dan akhlaq adalah buahnya. Untuk memiliki pohon yang kuat dan berbuah lebat, tentunya pemberian zat pada akarlah yang paling pertama dilakukan, sehingga semulajadi batang dan buahnya pun akan menjadi seperti yang diharapkan.

Sebagai salam perpisahan, dengarkan sedikit puisi ini…
yang dinanti, ia yang begitu mencintai Rabbnya
yang dinanti, ia yang begitu menauladani Rasulnya
yang dinanti, ia yang memimpin dengan cinta
yang dinanti, ia yang mendengarkan dengan nurani
yang dinanti, ia yang bersungguh mengatur waktunya
yang dinanti, ia yang paling dicintai keluarganya
yang dinanti, ia yang dicintai pekat malam karena ibadahnya
yang dinanti, ia yang dicintai tanah kerana kepala yang menangis dalam sujudnya memohon kekuatan, perlindungan, keistiqomahan hanya pada Rabbnya
yang dinanti, seorang pemimpin sejati yang ada didalam diri.

Wallahualam bissawab.

No comments:

Post a Comment